.
Naren merangkum tanganku. Seperti biasa yang dulu dia lakukan, lalu dia menciumnya. Sudah lama sekali rasanya. Jadi, ini membuatku merasa tidak biasa-biasa saja. Debaran halus itu muncul kembali. Aku tidak bisa menutupi kegugupanku.
Kutarik tanganku, dan itu berhasil membuat Naren menoleh dengan mata seolah bertanya 'kenapa?'
Aku segera berdiri, berjalan menuju kaca tinggi dengan tirai melambai-lambai. Menutupi kegugupanku dengan melihat keindahan malam yang sudah mulai turun.
"Semua masalah ada solusinya, kalo kamu menghindari itu terus, kapan bisa selesainya? Dan masalah ini akan selesai kalo kita bisa segera menikah."
Menikah tidak sesimpel ucapannya. Butuh keyakinan yang kuat, terlebih mental yang siap. Aku percaya, untuk materi Naren sudah siap, tapi apa mental dia juga sudah siap? Mengingat yang ingin dia nikahi adalah orang sepertiku?