Chereads / TWIN’S PET / Chapter 39 - A BULLET

Chapter 39 - A BULLET

Nakula berjalan kembali ke arah mension keluarga West. Kakinya dengan cepat menginjak tanah basah, akar-akar pepohonan, dan juga tumbuhan paku-pakuan. Lumut hijau yang menempel pada akar pohon kadang membuat Nakula sedikit terpeleset, Nakula memang tak memperhatikan langkahnya karena gusar. Sesekali ia menghela napasnya dengan deruan kasar. Masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Nakula sudah menandai mate-nya semalam, tapi pagi ini, walaupun dengan kekuatan yang begitu melimpah Nakula tetap tidak berubah menajadi wujud sejatinya.

Sebenarnya apa yang salah? Apa Liffi sebenarnya bukan matenya? Lalu kenapa dia begitu menarik di matanya? Instingnya begitu ingin memiliki Liffi. Bahkan Nakula rela menunggu Liffi membuka diri, bahkan rela membaginya dengan lelaki lain agar Liffi tak mengacuhkannya.

"Shit!!" umpatnya.

Sebuah mansion bernuansa Eropa kuno, dengan lampu gantung kristal besar, jendela dan pintu besar berkusen kayu trembesi, serta berbagai macam furnitur model chapendale menyambut kedatangannya. Nakula langsung membating tubuhnya, duduk bersandar pada sebuah sofa empuk di ruang kerja Gin, ayahnya.

"Naku?!" Suara Sadewa terdengar, tubuh tegapnya terus berjalan sampai akhirnya berhenti di depan meja kerja sang ayah.

"Halo, Dewa," sapa Nakula.

"Apa apa kemari? Tumben?"

"Memang nggak boleh ke rumah sendiri?" Decis Nakula.

"Aku hanya heran, tak biasanya kau mau menginjakkan kaki kemari. Kau bilang di sini bukan tempatmu."

"Memang. Aku tak suka terikat dengan aturan kalian." Nakula mengangkat bahunya.

"Kau mau berlatih denganku?" tanya Sadewa, "sudah lama kita tak bertarung bukan?"

"Kau jangan menyesal kalau kalah."

"Kali ini aku tak akan kalah darimu." Sadewa tersenyum.

"Huh, Mungkin lain kali Sadewa, aku tidak mood bertarung saat ini," ujar Nakula, ia tak mungkin bisa menghadapi Sadewa dengan emosi, Sadewa ahli membaca emosi lawannya.

"Baiklah," jawab Sadewa.

KRIIT ....

Pintu terbuka, Gin masuk dengan di dampingi beberapa orang tetua pack. Mereka berhenti dan pamit pada Gin saat melihat Nakula dan Sadewa berada di dalam ruang kerja Gin.

"Kalian di sini?"

"Iya, Dad."

"Naku? Tumben kau datang. Apa ada yang ingin kau tanyakan lagi?" Gin melepaskan jasnya dan menggantungkannya pada tiang kayu di samping mejanya. Perlahan dia duduk di belakang meja kerjanya.

"Yup, tentang mate."

"Jangan bilang kau mau membuat manusia menjadi mate-mu lagi?" Gin bergeleng pelan.

Sadewa langsung tertegun saat itu juga, ia memandang Nakula dengan wajah ingin tahu. Kenapa sebuah kebetulan yang aneh, mate Nakula juga manusia? Sama seperti dirinya?

"Tidak, kau bilang manusia tak bisa menjadi mate," pungkas Naku, Sadewa langsung lega saat mendengarnya.

"Lalu?"

"Apa pet bisa memberimu kekuatan juga? Seperti Mom?" Naku melirihkan kalimat terakhirnya, beberapa tahun belakangan ia tak mau menyebut Regina sebagai ibunya, dan hari ini dia memanggilnya dengan sebutan 'mom'.

"Tidak, Regina tak pernah memberiku kekuatan apapun selain kalian berdua," Dengus Gin.

Gin heran dengan gelagat Naku, sebenarnya ada apa dengan putranya yang satu ini? Apa yang sedang dia pikirkan sampai perasaannya begitu galau? Apa benar dia menjalin hubungan dengan seorang manusia, sampi jatuh cinta dengannya? Apa sisi manusia Nakula lebih besar dari sisi serigalanya?

"Sudahlah! Lupakan! Aku pergi." Nakula enggan memperpanjang pembicaraannya.

Sadewa menatap Nakula dengan rasa ingin tahu yang mendalam. Benarkah Nakula begitu mencintai pet-nya? Kenapa begitu aneh? Dia juga mencintai mate-nya, walaupun secara hirarki Liffi hanya bisa disebut pet-nya karena dia manusia.

Gin menatap punggung anak ke duanya sampai menghilang di balik pintu kayu. Tak lama pandangannya beralih pada sosok Sadewa.

Andai saja Sadewa bisa sekuat Nakula, namun juga secerdas dirinya saat ini. Pasti dia tak terkalahkan. Gin berpikir dalam hatinya.

Kekuatan dan kepandaian tak bisa berjalan seiring. Bukan berarti Sadewa tidak kuat, tapi bila dibandingkan dengan Nakula, Sadewa masih jauh dari kata kuat. Nakula punya insting bertarung seperti Gin, kuat dan alami. Sedangkan Sadewa mewarisi kepandaian milik Regina. Regina memang pandai dan licik, kalau tidak bagaimana mungkin Gin bisa jatuh dalam pelukannya?

"Apa yang kau dapatkan, Dewa?" tanya Gin.

"Ini, banyak muncul werewolf jadi-jadian. Beberapa warior pack sudah aku sebar. Terus, ditemukan lagi dua mayat werewolf wanita. Mereka punya tanda pack Laka di belakang lehernya."

"Laila, aku masih sangat kecil saat aunty Laila diangkat menjadi alpha mereka." Gin mengelus dahinya, kenapa bisa terjadi? Seakan-akan semua werewolf ini kembali dari alam kematian dan berubah menjadi zombi. Menuntut pembalasan dendam atas kematian mereka semua.

"Mereka di bunuh oleh Naku, Dad, dan juga ada benda ini pada salah satu mayatnya."

"Naku?"

Sadewa mengangguk dan menyerahkan sebuah plastik case berisikan sebuah peluru silver. Di peluru tersebut terukir grafir sebuah inisial nama, Y. Silver Arrow selalu memiliki inisial nama pada senjata mereka. Hal ini adalah sebagai penanda banyaknya jumlah buruan yang mati di tangan mereka dan siapa yang memburunya.

"Yoris!" Gin menggenggam peluru itu dengan geram.

Dendamnya selama bertahun-tahun yang tak tersalurkan kembali menemui titik terang! Pria itu, bedebah itu! Bajingan itu! Laki-laki yang telah membunuh mate-nya ada di sini. Berada begitu dekat dengannya, berhubungan dengan kasus yang sedang menyeruak.

"Akan aku buat dia menderita!! Mengulitinya perlahan sampai darah pun tak tersisa dari nadinya!!" geram Gin, emosi dan amarahnya memuncak.

"Dad! Tenangkan dirimu. Aku akan mencoba menyelidiki keberadaannya."

"Baiklah! Mungkin Nakula tahu sesuatu."

"Baik, Dad."

ooooOoooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana