"Jangan pernah kamu berharap kita akan kembali seperti dulu!" teriak Daniel.
Daniel memekikkan suaranya. Wajahnya merah menyala dan matanya seperti ingin mengeluarkan sinar laser yang akan membelah ruangan ini.
"Kamu hanya bisa diam dan diam! Kamu kira dengan diam, semua akan selesai?"
Erick diam dan tidak ada niat sedikitpun untuk melawan.
"Temui aku sepulang kelas nanti!"
Erick hanya melihat Daniel berlalu yang sambil membanting kasar pintu ruangan kelasnya.
"Kamu diapain lagi sama Daniel, Rick?" tanya Anna.
"Ga apa-apa kok!" jawab Erick singkat.
Anna masih melihat Erick yang tertunduk. Kacamatanya hampir melorot keluar dari hidungnya.
"Rick," panggil Anna.
Erick meluruskan wajahnya dan berdiri.
"Ann, mau ke sana?" kata Erick setengah suara.
"Apa? Aku tidak dengar," jawab Anna.
"Ann, kamu mau menemani aku ke toko Paman Dodo? Hari ini aku diberitahu ada coklat racikan Paman Dodo yang baru," ucap Erick sambil cengar-cengir.
Kini tubuh Erick jauh lebih tinggi dibandingkan Anna. Tinggi Anna hanya sampai sepundak Erick. Anna harus mendongakkan kepalanya jika ingin mengobrol sambil menatap mata Erick. Tinggi.
"Baiklah. Aku akan mencoba mengembalikan moodmu yang hancur barusan," jawab Anna dengan riang.
Paman Dodo tersenyum melihat kedatangan Erick dan Anna. Mereka langsung duduk di sudut ruangan yang memang hanya mereka berdua yang menempatinya.
"Kalian ga bolos kan?" tanya Paman Dodo menghampiri Erick dan Anna.
"Kami tidak ada les hari ini, Paman," jawab Erick cepat.
"Baiklah. Ambil sendiri apa yang ingin kalian makan!" suruh Paman Dodo.
Erick kegirangan sendiri melihat coklat mangkuk yang berisi kacang almond kesukaannya. Anna hanya melihat kekonyolan Erick saat melihat coklat.
"Paman, apakah Paman menambah sesuatu ke dalam coklat ku? Mengapa semakin hari semakin nikmat?" tanya Erick seperti anak kecil.
"Rick, Paman akan menelpon kedua orangtuamu dan mengatakan kamu sering kemari. Setiap datang kemari kamu tidak pernah membayar apa yang kamu makan!"
Erick masih tenggelam dengan suapan-suapan coklat yang masuk ke mulutnya.
"Rick, tetap jaga asupan makanmu. Jaga kesehatanmu, dan jaga kebersihan gigimu!" ujar Paman dari balik bilik kasir.
Erick dan Anna keluar dari toko dan saling memisahkan diri untuk kembali ke rumah masing-masing. Erick dan Anna memiliki rute yang berlawanan arah.
Tampak siluet laki-laki di depan gerbang rumah Erick.
"Daniel?!" tanya Erick yang melihat Daniel yang tengah memainkan ponselnya.
"Aku bilang, temui aku sepulang sekolah! Kamu kira aku main-main?!" kata Daniel tenang.
"Kamu mengancamku?" tanya Erick.
"Munafik! Kamu memang manusia bermuka dua!" teriak Daniel.
"Jaga ucapanmu! Ini adalah daerah kekuasaanku! Jika aku memberi perintah untuk membunuhmu, maka mereka akan cepat untuk membunuhmu!" ujar Erick tepat di telinga Daniel.
"Bangsat kamu Erick! Bajingan!"
Daniel pergi berlalu tanpa menoleh sedikitpun ke arah Erick yang memasuki istananya.
Erick dan Daniel. Mereka adalah dua laki-laki tampan di sekolah dari beberapa anak tampan di sekolah. Erick memiliki image yang baik. Tampan, berkacamata, pintar, tinggi, dan pundak yang lebar. Erick tampak nyaman dengan banyak anak perempuan yang ingin mendekatinya. Erick hanya memikirkan bagaimana caranya berteman tanpa menyakiti hati mereka. Erick sudah mengenalkan diri, "Jika kalian ingin mendekatiku untuk berteman, aku mempersilahkan itu. Tetapi, jika kalian ingin lebih dari teman, aku akan mengganggap kamu tidak ada. Tidak akan ada senyuman untukmu yang menginginkan aku lebih dari teman."
Kalimat itu sudah seperti slogan Erick di sekolah. Tanpa perlu berusaha, kalimat itu sudah beredar luas di seluruh isi sekolah.
Daniel lebih tinggi sedikit dari Erick. Badannya cukup berotot, sehingga seragam yang ia pakai memiliki ukuran yang tidak dipakai untuk anak sekolahan. Tidak sepintar Erick, namun tetap masuk 10 besar di kelasnya. Tidak banyak anak perempuan yang mendekatinya, karena Daniel memiliki aura yang dingin, sedangkan Erick cukup hangat.
"Mereka selalu bertengkar," itulah yang sering diceritakan seluruh siswa di sekolah.
"Aku yakin, dulu mereka bersahabat," tanggapan sebagian siswa yang melihat pertengkaran Erick dan Daniel.
Daniel menghampiri Erick yang tengah membaca buku di dalam kelas.
Braaakkkk
Buku yang tadi dibaca Erick kini jatuh menghadap dada Erick. Seluruh siswa yang kebetulan di dalam kelas pun ikut terkejut.
"Dan, kamu mau ngapain ke sini?" tanya Hiro.
"Ga usah ikut campur! Aku mau ketemu sama bangsat ini!" jawab Daniel kasar.
"Ini bukan kelasmu! Jika kamu ingin bertengkar dengan Erick, nanti saja,sepulang sekolah," kata Arjuna tenang.
"Diem kamu, Keriting! Jangan ikut campur!"
Melihat amarah Daniel yang cukup meledak-ledak, Erick memutuskan untuk mengajak Daniel untuk keluar ruangan.
"Waktu kamu tidak sampai dalam 10 menit lagi. Cepat katakan apa yang ingin kamu katakan," ucap Erick di salah satu lorong sekolah yang cukup jauh dari keramaian.
"Bangsat! Apa yang kamu lakukan ke Anna? Kamu ajak ke mana dia kemarin?"
Erick mengernyitkan dahinya.
"Apa? Aku hanya mengajaknya ke tempat biasa!" jawab Erick tenang.
"Kamu cari pertengkaran dengan orang yang salah, Kacamata!"
Daniel meninju wajah Erick hingga kacamata yang dipakainya terbanting ke lantai.
"Heh, kamu jangan sok! Kamu sebagai kakak, jaga Anna!"
Kemudian Erick membalas pukulan Daniel tepat di sudut bibir Daniel.
"Bajingan! Biar kamu tahu, Anna sakit! Anna sakit!" teriak Daniel sambil memukuli wajah Erick yang memang kini tubuh Erick sudah dikunci dengan dua kaki Daniel di lantai.
"Jangan membuatku melakukan hal yang tidak wajar!" Erick membalas pukulan Daniel tepat di wajah Daniel untuk melepaskan diri dari kuncian Daniel.
Erick dan Daniel sudah cukup membabi buta. Seorang anak melihat pertengkaran Erick dan Daniel di lorong pun memanggil beberapa anak lain untuk memisahkan Erick dan Daniel. Erick dan Daniel memiliki tubuh yang cukup atletis, sehingga harus mengerahkan beberapa anak untuk memisahkan mereka.
"Kalian bertengkar, karena apa lagi sih?" tanya Bu Yola yang menangani masalah Erick dan Daniel. Lagi.
Mereka berdua hanya diam.
"Baiklah, ibu akan menunggu sampai kalian ingin berbicara," kata Bu Yola lagi memecah keheningan ruang BP.
Tidak ada satupun dari Erick dan Daniel yang ingin berbicara. Mereka hanya membisu sambil melemparkan pandangan untuk berbicara lebih dahulu.
"Tidak ingin ada yang berbicara?" tanya Bu Yola kembali.
Hening.
Kolam renang.
Kini Erick dan Daniel berakhir di kolam renang. Hukuman yang cukup berat bagi dua murid yang salah satunya tidak pernah mengerjakan apapun di rumah, dan murid lainnya yang begitu rajin, sehingga badannya memiliki otot yang tidak banyak dimiliki oleh siswa normal lainnya.
"Ibu akan mengawasi kalian!" ujar Bu Yola yang kini sedang memainkan ponselnya.
Erick dan Daniel berdiri cukup berjauhan.
"Kamu tidak kepanasan? Memakai sweater itu, pada siang terik begini?" tanya Daniel.
"Urus urusanmu!"
⏭️