"Kalau begini kalian tampak akur. Lihat, seluruh area kolam renang ini kini tampak sangat bersih," puji Bu Yola sambil bertepuk tangan.
Erick dan Daniel berdiri sambil menyeka keringat yang tengah membasahi tubuh mereka.
"Ibu jadi ingin kalian bertengkar lagi. Hasil kerja kalian sangat bagus loh!" puji Bu Yola lagi.
"Bisakah kami pulang?" tanya Daniel.
"Jika kalian bertengkar lagi, ibu sangat mendukung. Oh ya, taman di belakang sekolah juga sepertinya ingin sekali dibersihkan oleh kalian. Apakah kalian berkenan untuk berkelahi lagi?" tanya Bu Yola seakan menguji.
"Tidak, Bu, asalkan si Kacamata ini tidak berbuat ulah terlebih dahulu terhadapku," keluh Daniel.
"Baiklah, Erick sepertinya bertingkah seperti biasa. Selalu diam. Baiklah, kalian bisa pulang. Terimakasih anak-anak," ucap Bu Yola.
Akhirnya mereka berdua memisahkan diri. Daniel berjalan kaki menuju terminal yang dekat sekolah, sedangkan Erick sudah dijemput oleh sopir pribadinya.
"Pak, jangan bilang ke Mama Papa kalo Erick pulang terlambat," ucap Erick.
"Loh, kenapa Den?" tanya Pak Budi.
"Udah ah, pokoknya bilang aja kalo Erick ada kerja kelompok," kata Erick sambil merebahkan tubuhnya di seluruh kursi penumpang di belakang.
"Aden darimana? Itu baju nampak basah keringat. Nanti Aden langsung ganti baju aja di kamar, biar ga kelihatan Mama Papa Aden,"
Erick sudah hampir tertidur. Suara Pak Budi sudah samar-samar didengarnya.
Anna kini tengah terbaring di tempat tidurnya. Tanpa mengetuk, Daniel langsung masuk untuk memeriksa keadaan Anna.
"Ann, kamu belum makan kan? Ini Kakak ada bawakan bubur. Kamu makan sedikit ya, terus selesai makan bubur, langsung makan obat," pinta Daniel.
Anna terbangun dari tidurnya.
"Iya, tapi kakak ganti baju dulu, buka sepatunya! Kakak bau keringat," jawab Ann lemah sambil memukul pundak Daniel.
"Auu," pekik Daniel.
"Kakak kenapa? Kaka sakit?" tanya Anna yang kini tampak khawatir pada keadaan kakaknya.
"Udah, ga apa-apa kok. Bentar, kakak ganti baju dan buka sepatu. Kakak mau lihat kamu habisin bubur kamu."
Daniel berlari kecil menuju kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar Anna.
"Oke, sip, kakak udah ganti baju. Sekarang mau lihat kamu habisin bubur kamu."
"Kak, kakak jujur, ngapain aja di sekolah hari ini?" tanya Anna sambil memakan bubur.
"Ga ngapa-ngapain, beneran!"
"Itu wajah kakak lebam gitu. Pundaknya pas aku tepuk sedikit, malah meringis kesakitan. Aku yakin, kakak pasti berantem sama Erick kan?" terka Anna, ya, tepat sekali Anna!
"Udah ah bawel, makan ini! Kakak harus cepat, kakak ada kerja sambilan baru, lumayan untuk nambahin uang kita," tukas Daniel sambil menyiapkan sesendok bubur penuh ke mulut Anna.
Anna hanya mengernyitkan dahi kesal.
"Kakak ga bisa lihat kamu ngabisin bubur ini. Kakak udah letakkan obat kamu di meja itu, harus dimakan! Nanti kakak telfon!"
Daniel pun berlalu, meninggalkan Anna yang kini berjuang memakan sisa bubur yang dibelikan kakaknya.
- Ann, sepertinya kakak pulang malam. Kakak akan pesankan makanan untukmu. Harus dihabiskan! Jangan lupa minum obat! -
Pesan dari Daniel menghampiri ponsel Anna. Anna hanya bisa tersenyum melihat perhatian kakaknya itu.
- Iya. -
Waktu menunjukkan pukul 19.00. Benar saja, Daniel belum bisa pulang ke rumah. Anna hanya bisa menunggu kapan kakaknya tiba ke rumah.
Tok.. Tok.. Tok..
"Siapa?"
"Aku."
Anna segera berlari menuju pintu. Anna begitu mengenal suara itu.
"Masuk Erick!" ajak Anna dengan wajah penuh senyuman.
Rumah itu berukuran kecil dan sederhana. Sangat jauh perbedaannya dengan rumah yang ditempati Erick saat ini. Ruang depan, dua ruang kamar, dapur, dan satu kamar mandi. Rumah itu memiliki teras dan halaman yang berpagar. Sangat cukup untuk ditempati dua orang. Ya, orang tua Daniel dan Anna sudah tidak ada. Mereka meninggal kecelakaan mobil ketika Daniel berumur 9 tahun dan Anna 7 tahun. Seluruh kekayaan dilimpahkan kepada salah satu orang kepercayaan ayah Daniel. Kebetulan kedua orang tuanya adalah anak tunggal.
Dahulu, rumah yang ditempati Daniel sekeluarga cukup besar. Namun ketika Daniel berumur 15 tahun, kekayaan dipindahkan kepada Daniel seluruhnya, dikarenakan orang kepercayaan ayah Daniel telah meninggal dunia. Kemudian Anna meminta supaya dibelikan rumah yang cukup kecil yang dapat dihuni oleh 2 orang. Daniel mengiyakan hal tersebut. Sebelum meninggal, Daniel sempat meminta kepada orang kepercayaan ayah Daniel untuk menjual rumah besar itu. Namun hal itu ditolak, karena sampai kapanpun, rumah itu tidak akan dijual. Ini adalah amanah dari ayah Daniel sendiri. Pada akhirnya, tanggung jawab itu dibebankan kepadanya semenjak orang tuanya sudah meninggal. Ada masih banyak lagi cerita mengenai Daniel, dan nanti akan diceritakan satu persatu.
"Gimana keadaan kamu?" tanya Erick sambil meletakkan makanan yang sudah disiapkannya di perjalanan tadi.
"Masih agak demam sih," jawab Anna singkat.
Tangan Erick meluncur indah menuju dahi Anna untuk memastikan bahwa Anna kini telah baik-baik saja.
"Kamu sekarang berbaring ke kamar," ucap Erick sambil berdiri.
"Tapi, aku kan harus menjamu kamu," jawab Anna.
"Heh, aku sedang menjenguk orang sakit, bukan untuk bertamu,"
"Tapi kan..."
Terlambat, Erick sudah mendorong pundak Anna menuju kamar.
"Kamu belum makan kan? Ini aku ada bawakan..."
Tok.. Tok.. Tok..
"Rick, makanan aku udah datang kayaknya," kata Anna sungkan.
"Ya udah, bentar, biar aku terima," ucap Erick.
Anna tampak sungkan. Bagaimana cara dia menghabiskan seluruh makanan yang dibawa oleh Erick dan makanan yang dipesan oleh Daniel?
"Kamu pesan apa?" tanya Erick sambil membawa bungkusan berkuah.
"Daniel yang pesan. Katanya aku harus menghabiskan makan malam ku," ucap Anna.
"Sepertinya ini makanan kesukaanmu,"
"Baksooooo!!!!" ucap Anna sumringah, langsung terbangun dari tidurnya.
Daniel tersenyum dan segera bergerak untuk mengambil mangkuk dan sendok di dapur.
"Nih, kamu makan. Dihabiskan. Kakak kamu udah pengen kamu cepat sembuh,"
"Harus dihabiskan dong. Tapi, aku, aku ga bisa habiskan makanan dari kamu," kata Anna yang awalnya tersenyum, namun mendadak tertunduk.
"Ga apa-apa. Makanan ini tahan kok sampai besok pagi, yang penting dipanaskan terlebih dahulu," kata Erick sambil mengusap rambut Anna.
Anna makan begitu lahap. Tidak ada yang dapat menghalangi Anna jika bersangkutan dengan bakso. Apalagi, ini adalah bakso favorit Anna. Daniel cukup tahu apa yang disukai Anna. (Ya terang aja dong, Anna kan adik kandung Daniel)
Erick pamit setelah memastikan Anna menghabiskan makanan dan meminum obatnya.
"Aku heran. Kejadian ini pasti akan terjadi. Jika Daniel sedang tidak bisa, maka Erick pasti bisa. Mereka sebenarnya bersahabat atau tidak sih? Mereka selalu bertengkar setiap hari, tetapi mereka terkadang cukup peka terhadap mereka masing-masing. Ah, tidak mengerti! Tidak mengerti! Sebaiknya aku tidur!"
⏭️