Leo Adryan Miller, laki-laki tampan misterius yang hidup seorang diri di dunia yang carut-marut ini. Leo hampir selalu tinggal dan hidup sendiri di rumah mewah dengan pagar tinggi itu. Rumah yang terpisah dengan rumah lain; rumah yang seperti penjara.
Rumah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas kelas dunia sesuai hobi yang diminatinya, tetapi masih terasa seperti penjara; penjara super-mewah.
Tidak jarang Leo menghabiskan waktunya seorang diri di studio musik yang ada di rumahnya ketika libur kuliah atau ketika melewatkan kelas tertentu saat mood-nya benar-benar berantakan.
Meski Leo tidak benar-benar sendiri, tapi tetap terasa sendiri. Kedua orangtuanya telah bercerai 10 tahun lalu karena ibunya memilih menikahi laki-laki lain dan menetap di Paris.
Sementara Leo memilih tinggal bersama sang Ayah, Prof. Dr. Allan Miller, yang akrab disapa Daddy karena menyaksikan langsung perselingkuhan ibunya dengan laki-laki France itu ketika mereka sekeluarga masih menetap di America.
Meskipun sempat sangat menbenci perbuatan ibunya, tapi akhir-akhir ini Leo mulai menyadari bahwa ayahnya memiliki andil yang besar terhadap keruntuhan keluarga yang pernah harmonis itu.
Kesibukan Dr. Allan Miller yang menjadi dokter bedah toraks yang mendunia adalah penyebab utama ketidakbahagiaan dan perasaan kesepian yang dirasakan oleh sang mommy, Linda Brown; wanita blasteran Indonesia-Spain.
Selain itu, seharusnya pernikahan itu tidak pernah terjadi karena sejak awal pernikahan itu dipaksakan atas nama cinta. Pernikahan beda agama meski sah di mata hukum International, tapi tidak di hadapan Tuhan.
Hingga saat ini Prof. Miller tidak pernah menikah lagi. Ia selalu berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain untuk melakukan pembedahan dan International conference.
Setali tiga uang dengan saudara kembarnya yang lahir 10 menit lebih awal darinya, Lea Aurelia Miller, si perempuan super genius, yang tidak hanya mewarisi IQ sang ayah tetapi juga hobi hidup nomaden dengan berimigrasi dari satu benua ke benua lain. Bedanya, Lea tidak tertarik mengikuti jejak sang ayah, menjadi dokter seperti dirinya.
Lea, bagaikan saudara yang hilang, anak yang tidak tahu alamat rumah, yang hanya menghubunginya setahun sekali pada saat ulang tahunnya.
Sekedar memberi ucapan yang sama setiap tahunnya, "I wish you all the best which the world could offers". Lalu, menanyakan kabar sahabat kecil kesayangannya, yang selalu dipanggil Princess, Jihan Putri Haryadi, dan memastikannya untuk selalu menjaga Jihan. Lalu, Lea menghilang dan menghubunginya kembali satu tahun kemudian.
Tahun berulang.
Ucapan yang sama terulang.
Tapi, saudara perempuan yang dinanti itu tidak pernah pulang.
Lea bagaikan dandelion yang mengikuti arah angin, terbang tanpa tujuan yang pasti; tidak pernah menampakkan wujudnya meski idul fitri dan idul adha berganti, atau pulang menjelang natal atau perayaan tahun baru. Sehingga, Leo tidak tahu agama apa yang dianut oleh kakak perempuannya. Ada berbagai kemungkinan, Lea bisa jadi memilih menjadi muslim seperti dirinya dan sang Daddy, atau menjadi penganut katholik mengikuti keyakinan ibunya, atau malah memilih menjadi atheis. Dengan sikapnya yang apatis tentang apapun, menjadi atheis sangat dekat dengan gambaran dirinya.
🍁🍁🍁