Chereads / My Destiny from the Dream / Chapter 44 - Tagihan traktiran makan

Chapter 44 - Tagihan traktiran makan

Matahari menyingsing dengan begitu cerah. Pagi yang penuh semangat ini membuat siapapun mampu mengalahkan rasa kantuk yang hinggap.

Pagi ini Aya berencana pergi memeriksa kematangan persiapan timnya untuk esok hari, dimana acara peluncuran aplikasi diadakan.

Sudah lama Aya tidak menginjak lantai kantor ini. Aya rasa akan merindukan saat-saat berada disini, jika Aya benar-benar pergi meninggalkan negara ini.

"Tok!tok!"

Semua kegiatan yang dilakukan empat orang didalam tim itu terhenti. Mereka semua menoleh dan menemukan ketua tim mereka datang setelah sekian lama mereka menanti.

"Aya!"

Angel dan Meira berlari memeluk Aya dengan senang. Sedangkan Vano dan Yuda tersenyum melihat interaksi itu.

"Aya, kenapa baru datang sekarang? Kita khawatir banget tahu! Kamu lama gak masuk kerja gara-gara kehilangan teman. Kita tahu kamu sedih, tapikan kita juga butuh kamu buat mimpin tim ini." Protes Angel yang membuat Aya pusing karena Angel mengatakannya seperti kereta yang tidak memiliki rem.

"Iya Ya. Kita bingung banget tanpa arahan kamu." Tambah Meira membuat Aya menganggukan kepala seraya mengelus punggung kedua anggota timnya ini untuk memberikan rasa sabar.

"Udah, yang penting mbak Aya udah disini." Ucap Vano, hendak menghentikan drama berpelukan didepannya ini yang mungkin akan berlangsung lama, jika tidak segera di pisahkan.

"Iya, sekarang gimana kalau kita tunjukin hasil kerja kita selama Aya gak datang." Tambah Yuda yang membuat semua orang kembali ke kursi mereka masing-masing.

Yuda mulai menjelaskan segala hal yang sudah mereka kerjakan. Acara peluncuran seharusnya sudah diadakan seminggu yang lalu. Tapi entah mengapa Kevin, si pemilik perusahaan itu terus mengundur terlebih setelah mendengar Aya sedang cuti.

Tanggal kembali ditentukan saat Aya memilih untuk hadir didalam acara itu. Memang aneh.

"Gimana Ya? Udah bagus kan?" Tanya Yuda dan yang lain menatap Aya penasaran dengan jawaban seperti apa yang akan Aya berikan.

"Bagus banget. Lebih bagus lagi kalau kamu yang presentasi besok Yud. Kan kamu udah ngerti gimana seluk beluknya."

Yuda meringis. "Gak mungkin bisa sebaik kamu Ya. Lagian memang harusnya kamu yang presentasi besok."

"Aku minta tolong boleh Yud? Kamu gantiin aku ya?"

"Loh kenapa Ya?" Ujar Angel, semua sama terkejutnya.

"Inikan hasil kerja kalian, jadi lebih baik yang menjelaskan Yuda. Pasti akan banyak yang tertarik kalau yang tampil di layar televisi nanti ganteng kayak Yuda."

"Kalau gitu aku aja Ya." Tawar Vano. "Aku ganteng lebih dari Yuda." Dengan cepat Angel menjewer telinga Vano.

"Berani?" Ancam Angel menatap Vano tajam. Vano langsung menyatukan kedua tangannya, bagaikan patung budha untuk meminta maaf pada Angel.

Baik Aya, Meira dan Yuda yang melihatnya tertawa cekikikan melihat adegan suami-suami takut istri yang diperankan Vano dan Angel itu.

"Kalau gitu Yuda aja ya? Gimana ada yang mau ngajuin diri lagi?"

"Gak ada Ya. Aku setuju kalau Yuda yang presentasi besok." Ujar Meira. Begitupun Angel dan Vano yang juga menyetujui ide Aya.

"Kalau gitu gak ada masalah lagi ya? Besok Yuda yang presentasi."

Semua mengangguk paham.

"Buat ngerayain Aya gimana habis kerja nanti kita makan bareng yuk."

"Kamu punya duit Van?" Vano tersenyum. Kemudian menunjukkan layar hpnya yang berisi percakapan antara dirinya dan Kevin. Rupanya Vano menanih utang traktiran Kevin pada tim ini.

Angel dan Meira mengacungkan jempol setuju. Tapi tidak dengan Aya dan Yuda. Aya menghindari setiap orang sebisa mungkin, sedangkan Yuda pasti akan kena amukan Tian karena membiarkan hal ini terjadi.

Aya menghela nafasnya. Aya terpaksa menyetujui ide Vano ini, lagipula Vano sudah terlanjur membuat janji sore ini.

"Ya udah, aku juga mau bilang sesuatu sama kalian nanti."

Semua orang tersenyum, bermaksud menggoda Aya.

"Bilang apa hayooo?"

"Jangan bilang, kamu diem-diem nyiapin pernikahan ya? Sama siapa itu? Yang pengacara." Tebak Angel yang tanpa didasari suatu data yang menunjukkan suatu fakta. Dugaan tak beralasan.

"Tian? Temen gue. Beneran Ya?" Tanya Yuda juga mulai penasaran.

Aya tersenyum. "Kita lihat aja nanti."

*

Bau harum dari makanan menyebar kesetiap area restoran. Setiap manusia yang datang membawa perut keroncongan yang siap di isi dengan makanan lezat.

Banyak pengunjung yang keluar dengan wajah sumringah dan cerah penuh energi karena perut kembali terisi.

Tidak dengan Aya, Aya sama sekali tidak bersemangat menanti makanan datang kemeja ini. Pasalnya keempat anggota timnya sedang berpencar untuk melihat pemandangan yang restoran ini suguhkan. Meninggalkan Aya berdua saja dengan Kevin.

Suasana canggung. Padahal Aya berniat segera mengatakan ucapan salam perpisahan karena besok Aya akan terbang menyebrangi samudra untuk memulai hidup baru. Sendirian.

Tian terbelenggu dengan pekerjaannya. Mungkin jika Tian berniat menyusul Aya itu akan membutuhkan waktu lebih dari setahun. Katakan Aya tega, Aya hanya tidak ingin ada lebih banyak orang terluka karenanya.

"Gimana kabar kamu Ya?"

"Baik pak, bapak sendiri?"

"Saya baik. Saya dengar teman kamu meninggal sampai membuatmu terpuruk."

"Iya pak, itu pukulan besar untuk saya. Saya minta maaf karena tidak bisa profesional."

"Tidak masalah, tim mu mengatasinya dengan baik."

Aya tersenyum. "Oh iya pak. Kenapa bapak mengundurkan jadwal peluncuran berulang kali?"

"Itu semua demi kamu Ya. Saya ingin kamu ada didalamnya. Ini cara saya supaya bisa bertemu kamu lagi, Joy kangen sama kamu. Saya..." Aya menunduk dalam. Aya sudah menduga ini, bahwa Kevin memiliki perasaan lebih padanya.

"Bapak bisa dengarkan saya dulu?" Setelah tidak ada suara dari Kevin lagi, Aya mulai menyuarakan pendapatnya.

"Saya tahu bapak punya perasaan lebih sama saya. Tapi maaf pak saya gak berniat menerima perasaan bapak." Aya meremas roknya dengan kuat.

"Padahal saya belum menyatakan apapun. Apa itu karena temanmu yang bernama Septian itu?"

Aya menggeleng dengan cepat. "Tidak pak. Bapak jangan salah paham. Bahkan saya tidak menerima perasaan Tian sama saya. Saya berencana meninggalkan negara ini pak. Saya harap bapak memahami saya."

Kevin tersenyum kecut. Bahkan Tian yang sangat dekat dengan Aya, yang memiliki kesempatan besar untuk memiliki Aya-pun tidak Aya terima. Apalagi Kevin yang hanya bertemu satu-dua kali dengan Aya hanya karena masalah pekerjaan.

Kevin bisa pahami itu.

"Kamu mau pergi? Kapan Ya? Kemana?"

"Besok pak. Makanya besok yang presentasi bukan saya. Tapi Yuda. Untuk kemananya saya belum bisa bilang pak. Saya berniat merahasiakan hal ini kepada semua orang."

"Termasuk Septian?"

"Iya pak, kali ini dia gak akan bisa mengikuti saya karena terjebak dengan pekerjaannya."

Kevin mengela nafas kasar. Ia sungguh tak rela membiarkan Aya pergi dengan mudah.

"Pak tolong rahasiakan ini sama anak-anak dulu Ya? Saya mau berpamitan sendiri sama mereka setelah acara makan-makan ini." Kevin mengangguk saat Aya meminta tolong padanya segera setelah melihat anggota timnya datang menghampiri meja.

Acara makan itu berlangsung dengan suara canda dan tawa. Terlihat normal, namun Kevin tahu. Suasana hati Aya saat ini sangat berisik. Penuh dengan banyak kecemasan yang menanti.