Chereads / My Destiny from the Dream / Chapter 46 - Gak usah pergi aja sekalian

Chapter 46 - Gak usah pergi aja sekalian

Kepala Aya terhantuk kebawah saat mencoba menahan kantuknya. Kini Aya kembali sadar sepenuhnya. Kantuknya hilang secara tiba-tiba, lalu mata bulatnya semakin membulat disaat melihat keberadaannya.

Auditorium yang sangat ramai, banyak orang berlalu-lalang sibuk dengan urusan masing-masing. Sedangkan Aya menjadi salah satu penonton diantara ratusan tamu undangan.

Disampingnya terdapat rekan satu tim proyeknya. Tunggu apa sekarang Aya sedang berada di perusahaan milik Kevin? Aya menoleh dengan cepat kearah depan.

Acara Peluncuran Aplikasi Genie.

Bukankah seharusnya saat ini Aya sedang bersiap untuk pergi ke bandara? Tapi sedang apa Aya duduk disini.

Aya menyikut lengan Meira yang ada disampingnya.

Meira menoleh. "Ada apa Ya?"

"Yuda mana?" Tunggu, bukan ini yang ingin Aya tanyakan sekarang. Aya hendak menanyakan kenapa dirinya bisa sampai disini, tapi bibirnya bergerak sendiri dan tidak bisa dikendalikan.

"Oh, dia kan mau presentasi. Jadi lagi siap-siap dibelakang panggung. Kenapa?" Kepala Aya menggeleng dengan sendirinya, diikuti sebuah senyuman yang bisa Aya rasakan.

Mari kita urutkan hal-hal aneh yang Aya alami saat ini. Pertama, Aya merasa seolah terbangun dari tidur. Kedua, Aya merasa melompati kejadian dan ingatan terakhirnya tidak berada ditempat ini. Ketiga, Aya tidak bisa mengendalikan ucapannya.

Mimpi.

Ini adalah mimpi.

"Mari kita sambut dengan meriah CEO kita!" Pandangan Aya beralih menatap panggung yang ada didepan. Semua orang diauditorium itu berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah sebagai sambutan untuk Kevin.

Tangan dan kaki Aya bergetar hebat rasanya seakan berat tubuhnya menjadi semakin berat dibandingkan biasanya, pandangannya memutar keseluruh ruangan luas ini. Mencari siapakah subjek dalam mimpi ini. 

Keringat turun kepelipisnya disaat pendingin ruangan raksasa yang terpasang di auditorium ini tidak berfungsi dengan baik.

Kira-kira kejadian apa yang akan terjadi? Dan siapa yang Aya mimpikan ini? Aya menggenggam tangannya kuat-kuat.

Aya berencana pergi dari kota ini, tapi kenapa di menit-menit akhir saat Aya hendak pergi Aya justru mendapatkan mimpi kematian lagi.

Kenapa harus sekarang? Disaat akhirnya Aya berusaha merelakan semua hal yang Aya miliki disini dan memulai kehidupan baru.

Pandangan mata Aya menangkap sosok wanita paruh baya yang tak asing. Siapa namanya? Aya tidak begitu ingat. Wanita itu adalah wanita yang memanipulasi data demi mendapatkan dana tambahan dan membuat timnya kewalahan.

"Bu Yunita." Gumam Aya pelan.

"Kenapa Ya?" Tanya Meira yang ternyata masih bisa mendengar ucapannya.

"Orang yang ada di depan sana itu Bu Yunita. Orang yang minta kita ngerombak aplikasi dari awal." Meira mengernyit, kemudian Meira menunjukkan Bu Yunita pada Angel dan Vano yang ada disampingnya.

"Bukannya Bu Yunita harusnya udah gak kerja lagi di Genie." Ujar Angel pada Aya dengan sedikit mencondongkan tubuhnya mendekat.

"Dia dipecat?"

"Iya, Vano bilang gitu."

Aya mengacak-acak rambutnya. Kenapa seseorang yang seharusnya tidak ada disini sekarang dengan santainya berdiri di samping panggung?

Aya membulatkan matanya saat menyadari Bu Yunita membawa benda tajam yang disembunyikan di balik tubuhnya. Tatapan tajam wanita paruh baya itu tertuju kesatu titik. Kevin.

Kevin dalam bahaya.

Aya sontak berdiri ketika wanita itu berlari menaiki panggung dengan cepat. Letak bangku Aya yang duduk jauh dari panggung utama, membuat Aya tidak bisa menghentikan pergerakan Bu Yunita yang hendak mencelakai Kevin.

Semua orang berteriak histeris saat melihat, CEO Genie ditusuk dihadapan mereka. Disaat live sedang berlangsung, ditengah acara peluncuran ini.

Aya gagal memahami situasi. Dunia menjadi sangat lambat bagi Aya. Beberapa orang penjaga berlarian menahan Bu Yunita dan beberapa yang lain segera membopong Kevin yang kini sudah tidak sadarkan diri dengan darah yang berucucuran dari luka tusuk dibagian perut.

Banyak tamu undangan yang berhamburan keluar dari auditorium menyelamatkan diri dari amukan wanita patuh baya itu. Wanita itu mengamuk tidak jelas bagai orang yang sudah kehilangan akalnya sembari meneriakkan kata-kata kasar pada orang yang kini sudah tidak sadarkan diri itu.

Tangan Aya ditarik paksa oleh Angel dan Meira untuk pergi dari kekacauan yang sedang terjadi.

Tepat saat Aya hendak melangkahkan kaki keluar auditorium, saat itulah Aya melihat cahaya terang yang menyilaukan matanya.

*

Aya menelan air ludahnya sendiri dengan kesulitan. Tenggorokannya terasa kering dan badannya lemas seperti terserang demam.

"Ya, kamu gak apa-apa?" Aya menoleh pada sosok tinggi yang mengkhawatirkannya itu.

"Minum Yan." Ucap Aya dengan suara serak, sakit sekali rasanya. Sepertinya Aya terserang radang demam karena mandi terlalu larut semalam.

Dengan sigap Tian membantu Aya duduk dan meminum segelas air hangat yang sudah Tian persiapkan.

"Kamu sakit Ya." Aya mengangguk lemah. Padahal Aya tidak boleh jatuh sakit, sebentar lagi Aya akan berangkat menuju Jepang, tapi badannya terasa sangat berat untuk digerakkan.

"Kamu beneran gak mau ikut acara peluncuran dulu kan Ya? Mending kamu istirahat aja mumpung masih ada sisa beberapa jam lagi."

Acara peluncuran? Aya lupa bahwa acara peluncuran itu diadakan hari ini, hari dimana ia seharusnya pergi meninggalkan negara ini. Aya ingat mimpi itu, Aya harus pergi memperingatkan Kevin tentang apa yang akan terjadi.

Tian dengan sigap merangkul bahu Aya saat Aya kesulitan untuk berdiri dengan terburu-buru.

"Ya, kamu mau kemana? Jam terbang masih lama,kamu mending makan terus tidur lagi aja." Aya menggeleng kuat, pandangan mata Aya mulai berkunang-kunang.

"Yan, anterin aku ke acara peluncuran."

"Kamu mau kesana? Tapi kamu sakit." Cegah Tian, namun Tian segera mengangkat tubuh Aya ketika menyadari tatapan mata Aya yang terlihat serius bercampur khawatir.

Tian membawa Aya masuk kedalam kamar mandi.

"Kamu mandi dulu, terus ganti baju. Habis itu aku anter kesana." Aya mengangguk, setelah itu Tian keluar menutup pintu kamar mandi.

Tak lama setelah itu, Aya keluar dengan penampilan rapi, begitu juga dengan Tian. Tian mengantarkan Aya pergi ke acara peluncuran diadakan.

Tian bisa merasakan kecemasan Aya dari gestur yang Aya tunjukan. Mata Aya terlihat tidak fokus dan melihat kesana kemari, kakinya tidak berhenti bergerak, jari-jarinya bermain mengikis kuku yang kini sudah tidak rata lagi.

"Ya kenapa?"

"Ha?" Bahkan Aya tidak menanggapi pertanyaan yang Tian ajukan. Sebenarnya apa yang Aya cemaskan?

"Kenapa tiba-tiba pengen pergi ke acara peluncuran?" Aya terdiam, tidak yakin menceritakan mimpinya pada Tian.

Tian tersenyum lembut sembari mengusap kepala Aya penuh kasih sayang.

"Kamu pasti khawatir sama tim  kamu ya? Apalagi Yuda yang presentasi nanti." Aya mengangguk perlahan. Tidak yakin apakah anggukan kepalanya ini mampu meyakinkan Tian.

"Bilang aja kamu belum mau pergi kan?" Aya tersenyum.

"Pokoknya habis dari acara kita mampir ke rumah sakit atau gak ke klinik aja. Aku gak mau kamu pergi dalam keadaan sakit kayak gini."

"Aku udah gak apa-apa Yan." Tian menatap Aya penuh keraguan, kemudian mengulurkan punggung tangannya untuk menyentuh dahi Aya.

"Masih demam gini lho, masih gak mau mampir ke rumah sakit? Atau kamu gak usah pergi ke Jepang aja sekalian?"

Aya terkikik. "Iya deh ke klinik aja." Setelah puas mendapat jawaban dari Aya, Tian kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh membelah jalanan macet pagi ini.

Aya menatap pemandangan diluar jendela dengan sendu. Mimpi ini benar-benar menyiksa hati dan raganya. Aya harap Tian tidak mendengarkan kicauan hatinya yang sedang berantakan.