Chereads / My Destiny from the Dream / Chapter 29 - Ditembak dulu yang romantis

Chapter 29 - Ditembak dulu yang romantis

Aya memperhatikan Joy yang duduk anteng di sebelah pamannya sembari makan cake coklat, sangat lucu. Sekarang Aya sedang berada di salah satu bangsal rumah sakit yang di khususkan untuk ibu yang baru saja melahirkan.

Wanita yang sedang terbaring lemas itu adalah kakak dari Kevin, beberapa jam lalu baru saja selesai melahirkan.

"Maaf pak. Kalau boleh tahu suami kakak Pak Kevin kemana?" Tanya Aya hati-hati agar tidak membangunkan sosok yang terlelap dengan tenang itu.

"Suami kakak aku itu Angkatan Laut. Jadi jangan heran kalau tidak terlihat ya Ya. Sedang proses menuju kesini, tapi kayaknya lebih rumit dari yang diduga." Aya mengangguk paham. Pasti sulit menjalani hubungan jarak jauh.

"Ini juga mama sama mertua kakak saya sedang istirahat, giliran saya yang jaga kakak." Aya membulatkan mulutnya.

Aya bangkit dan menghampiri kasur kecil yang tepat berada disamping kasur utama. Disana Aya bisa melihat bayi mungil dengan pipi merah mudanya. Sangat lucu, Aya ingin menggendongnya namun Aya tidak ingin mengganggu tidur bayi ini.

Aya mengambil hpnya yang berdering lama, kemudian keluar dari ruangan saat melihat layar hpnya menunjukan panggilan masuk dari Tian.

Beruntung Aya sempat mengubah mode hpnya menjadi bergetar.

"Aya, kamu kemana? Aku minta tunggu di mobil kan?" Aya sontak menjauhkan hp dari telinganya.

"Iya, aku keluar sekarang." Aya memutuskan panggilan secara sepihak. Aya tidak bisa bayangkan jika Tian tidak segera menemukan keberadaan Tian.

Aya terkejut setengah mati saat melihat Kevin sudah tepat berada didepan pintu.

"Pak saya mau pamit pulang dulu, sudah ditunggu." Kevin mengernyit.

"Ditunggu siapa? Pacar kamu yang kemarin ketemu saya di restoran?" Tebak Kevin dan Aya terdiam, kenapa Kevin masih mengingat kejadian itu? Pasti Kevin sedikit terluka karena sikap Tian saat itu.

"Maaf jika pertanyaan saya kurang sopan." Ucap Kevin menyadari kediaman Aya.

"Enggak pak. Saya yang minta maaf atas sikap temen saya waktu itu." Aya segera menyanggahnya, Aya masih harus menjaga hubungan baik kepada bos Genie ini sampai proyeknya benar-benar berakhir.

"Temen?" Aya mengangguk. "Kalau gitu apa saya masih punya kesempatan untuk jadi pacar kamu Ya?"

"Gimana pak?" Tanya Aya memastikan bahwa telinganya tidak salah menangkap. Namun Kevin malah menggelengkan kepalanya.

"Enggak Ya, kamu pulang saja, gak usah pamitan ke Joy takutnya dia malah gak mau kamu pergi. Jangan lupa saya masih punya utang traktiran sama kamu." Kevin segera mengalihkan pembicaraan, takutnya jika Kevin berterus terang akan membuat Aya menjaga jarak dengannya. Usaha Joy yang sudah banyak membantunya mendekati Aya hari ini akan jadi sia-sia.

"Iya pak, saya titip salam buat kakaknya bapak ya." Sama seperti Kevin, Aya pura-pura tidak mendengar apa yang Kevin katakan tadi. Aya tidak ingin menambah list orang baru dalam mimpi buruknya, ditambah lagi Aya tidak ingin ada perasaan canggung dengan relasinya.

"Perlu saya antar keluar?" Tanya Kevin kepada Aya yang melihat keadaan kedalam kamar.

"Gak usah pak, bapak disini aja nanti Joy sendirian." Tolak Aya segera. Setelah memastikan keadaan Aya segera pergi dari sana. Gawat juga jika Tian tahu Aya bersama dengan Kevin. Terlebih Joy tidak boleh ditinggal sendirian dengan ibu dan adiknya yang masih terlelap.

Aya baru saja melangkahkan kakinya tak jauh dari bangsal kakak Kevin. Aya melihat Tian ada diujung lorong itu.

Gawat!

Aya menoleh kearah belakangnya, berharap Kevin sudah masuk kedalam bangsal kakaknya. Namun hanya menjadi sebuah harapan belaka, Kevin masih ada disana. Terpaksa Aya melempar senyuman kepada Kevin sebelum akhirnya berlari dan menarik Tian pergi dari sana. Aya tidak ingin Tian membuat keributan yang tidak berarti.

Bulu kuduk Aya merinding karena Tian menatap tajam dirinya, walaupun tubuhnya pasrah Aya tarik menuju pintu keluar.

"Kenapa kamu sama dia disana?" Tanya Tian sambil melepas tangan Aya yang menuntunnya pergi dan mulai berjalan cepat didepan Aya.

"Kamu yang kenapa disini? Aku kira kamu udah diparkiran. Klien kamu lukanya kan ditusuk kok jadi di bangsal ibu hamil." Tanya Aya balik.

"Aku ambil dokumen dari dokter buat bahan bukti, klien aku keguguran karena kehilangan banyak darah habis ditusuk makanya aku disini." Jelas Tian. "Sekarang kenapa kamu bisa sama dia?"

"Tadi aku ketemu sama keponakannya di parkiran sendirian, karena gak mau lepasin aku, akhirnya aku dibawa ke kamar mamanya anak itu yang baru aja ngelahirin." Jelas Aya kesusahan karena mengikuti langkah besar milik Tian.

"Palingan juga anak itu pura-pura disuruh omnya, biar omnya bisa deketin kamu." Insting Tian sangat tajam, Tian tidak rela jika Aya ada disamping pria lain selain dirinya.

"Ih, kok gitu ngomongnya. Dia itu cuma klien aku." Tian berhenti berjalan mendadak hingga Aya menabrak punggung keras Tian.

Aya belum pernah melihat raut wajah Tian yang semarah ini padanya. Sorot mata Tian menunjukan nyala api dan rahangnya mengeras, membuat Aya menunduk dalam.

"Aku gak percaya sama klien kamu itu, dari awal ketemu udah ketawan banget motif dia. Pria tahu Ya, apa yang dipikirin pria lain tentang wanita. Makanya aku gak suka kamu deket-deket sama pria lain." Marah Tian pada Aya. Jujur Aya ingin membungkus Tian dan membawanya pulang karena gemas dengan sikap Tian.

"Maaf. Aku harus gimana biar kamu gak marah?" Ujar Aya sembari mengambil tangan Tian untuk digenggamnya.

"Cium." Aya melotot, namun Tian masih bersikeras pada keputusannya.

"Gak mau. Emang kamu pacar aku?"

"Kan emang pacar."

"Sejak kapan?" Aya mengernyit, perasaan Aya belum pernah menerima pernyataan cinta apapun.

"Sejak aku cium kamu."

"Gak bisa, aku maunya ditembak dulu yang romantis. Ciuman itu gak masuk hitungan." Ucap Aya menghempaskan tangan Tian dan kali ini gantian Aya yang marah, berjalan cepat mendahului Tian. Tian berjalan cepat mensejajari langkah Aya dan merangkul bahunya.

"Nanti deh langsung aku lamar ya Sayang."

*

Aya menatap salju yang berjatuhan mengenai sepatu botsnya. Tatapannya naik ke rambu lalu lintas pejalan kaki yang masih berwarna merah disebrang sana.

Sesekali Aya meniup tangannya yang kedinginan karena tidak menggunakan sarung tangan.

"Kenapa kamu seperti orang jomblo." Aya menatap tangannya yang ditarik oleh seorang lelaki yang berdiri disampingnya. Pria itu mengelus-elus tangan Aya dan meniup-niupkan nafas hangatnya ke tangan Aya. Pipi Aya menghangat karena perlakuan pria itu, Aya sedikit menyukainya.

Mata Aya tidak bisa beralih pada tangan mereka yang mengenakan cincin dengan ukiran yang sama. Bahkan letak batu berlian di cincin terlihat sama persis.

Tatapan Aya beralih pada bahu pria itu yang sudah penuh dengan salju. Dan saat Aya menaikkan matanya untuk menatap mata pria itu..

.. Aya terbangun.

*

Ketika Aya matanya terganggu oleh sinar dari cincinya dan menatap langit gelap dihadapannya, Aya tahu mimpi ini masih berlanjut. Aya menggerakkan sedikit tubuhnya, rasanya sangat sakit.

Aya terdiam sejenak untuk menetralkan rasa sakitnya, kenapa Aya menangis melihat pria yang menggunakan cincin yang sama sepertinya tergeletak disana.

Aya ingin menghampirinya, Aya ingin menolongnya. Tapi tubuhnya tidak dapat bergerak cepat. Jari-jarinya membeku karena dinginnya cuaca.

Aku tidak boleh menyerah, aku harus bisa mengetahui siapa pria ini dan menyelamatkannya. Tangan Aya terulur untuk menggapai tangan pria itu, memgabaikan rasa sakit yang mendera seluruh tubuhnya dan darah yang mengalir disetiap pergerakan yang Aya buat.

*

"Ya, banguun!" Aya menoleh kesamping kekanan dan kekiri, rekan satu timnya menatapnya cemas.

"Lo mimpi buruk Ya?" Tanya Meira.

"Enggak kok, maafin aku ya, di jam padet gini malah ketiduran." Angel mendekat tak menghiraukan perkataan Aya. Angel meraih tangan Aya dan seketika tangannya membungkus tangan Aya yang super dingin.

"Tangan kamu dingin Ya, wajah kamu juga pucet. Kamu gak apa-apa?" Tanya Angel membuat semua orang menatapnya khawatir.

"Gak papa kok, paling gara-gara begadang semalem. Udah lanjut aja kerjaannya." Aya memang begadang semalaman didepan rumah Citra. Walaupun sebenarnya Aya tidak diizinkan lagi berada disana, karena menimbulkan kecemasan. Namun Aya tetap bersikeras akan menjaga sikap selama menunggu disana.

Lagi pula, warga disana tidak memberitahu Aya apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga Citra. Aya akan tetap menunggu disana sampai mendapatkan jawaban yang tepat.