Chereads / The Other Side Of Him / Chapter 2 - DUA

Chapter 2 - DUA

"sungguh? Kau mau menemaniku perjalanan bisnis besok? Kau tidak bercandan kan, Audrey?" tanya Clara girang sambil mendudukkan dirinya didepan teman baiknya itu.

"iya.. aku tidak bercanda. Jangan memasang tampang itu atau aku membatalkannya!" peringat Audrey pada sahabatnya yang sekarang sedang memasang tampang penuh haru hendak memeluknya.

Clara hanya mendengus kesal tapi tetap memeluk sahabatnya itu. "terimakasih banyak Audrey. Kau memang terbaik" ucap Clara bahagia.

Ya.. Audrey memutuskan untuk ikut ikut perjalanan bisnis dan menjadi sopir untuk presdirnya. Ia ingin mendapatkan uang lebih supaya bisa ke Indonesia untuk menemui ibunya. Lagipula ia akan bersama Clara jadi mungkin tidak akan terlalu membosankan disana.

"sudah malam. Kau pulanglah dan bersiap. Besok pagi kita akan berangkat jam 6. Jadi kau harus datang ke kantor sebelum jam 6. Oke, Audrey?" tanya Clara sedikit menjelaskan supaya Audrey mengerti. Dan dibalas hanya dengan anggukan.

Audrey pun mulai mnegemasi barangnya untuk besok karena ia harus menginap disana sekitar 3 hari. Ia membereskan baju, kebutuhan apapun yang mungkin digunakan disana. Ia tertawa simpul ketika mengingat wajah Clara yang sangat bahagia ketika tahu dirinya mau diajak perjalanan bisnis. Selama ini Clara selalu baik padanya, jadi apa salahnya sekarang aku menuruti keinginannya.

Audrey meletakkan koper kecilnya disebelah kasurnya dan membuka ponselnya. Ia memutar bola matanya kesal lalu menekan beberapa tombol di ponselnya dan mengarahkannya ke telinga.

"halo.. kenapa Zavier? Maaf tadi aku tidak mendengar ada telepon darimu.... ya.. besok aku harus ke luar kota karena ada perjalanan bisnis... hanya 3 hari.... iya Zavier... sudahlah..." ucap Audrey dengan malas. Ia lelah dengan kekasihnya yang terlalu cerewet dengan kegiatannya. Setiap hari Zavier akan menanyakan jadwalnya dan memarahinya jika ia telat pulang. Tapi ia selalu bertahan karena Zavier sangat baik padanya. Bahkan tidak segan-segan untuk memberi uang jika memang Audrey meminta. Tapi Audrey tak pernah melakukan itu karena menghormati kekasihnya. Bahkan jika mereka makan bersama, Audrey akan membayar tagihan makanannya sendiri. Ia memang terbiasa mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain.

"oh tidak.. aku melupakan sesuatu. Clara minta tolong padaku untuk membawa minuman untuk diminum selama diperjalanan karena biasanya presdir tidak pernah mau untuk berhenti ditengah jalan walaupun hanya untuk membeli kudapan"

Audrey pun melangkahkan kakinya dengan santai ke supermarket langganan dekat rumahnya. Ia mengambil beberapa minuman dan jajanan ringan untuk dimakan selama perjalanan. Namun karena Audrey membawa terlalu banyak minuman menuju kasir, akhirnya salah satu minuman itu terjatuh tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia mendengus kesal lalu meletakkan barang belanjaannya di meja kasir dan hendak mengambil minuman yang terjatuh tadi. Namun, sebelum tangan Audrey menggapainya, sebuah tangan kekar lebih dulu mengambil minuman itu dan menyerahkannya pada Audrey.

���kita bertemu lagi, nona"

Audrey mendongak dan menatap pria itu. Bukan, lebih tepatnya itu Aldwin. Aldwin tersenyum lebar sambil menyerahkan minuman tadi. Audrey pun sedikit kaget tapi tetap bisa mengendalikan ekspresinya.

"jangan menatapku seperti itu, nona"

Audrey pun tersadar dan mengalihkan pandangannya. Selama beberapa saat ia tertegun melihat wajah Aldwin. Memang sebelumnya dia sudah bertemu dengan pria itu 2 kali. Tapi Audrey baru sadar sekarang jika pria itu sangat tampan. Sangat sangat tampan dengan mata coklatnya yang teduh.

"saya permisi dulu" pamit Audrey ketika ia sudah selesai membayar dan langsung melesat keluar supermarket. Namun, setelah beberapa langkah ia mendengar Aldwin mengatakan "hati-hati nona, jangan sampai jatuh lagi". Audrey hanya tersenyum singkat tanpa menoleh kebelakang. Sebenarnya ia malu harus bertemu dengan pria itu lagi. Entah kenapa ia selalu bertemu dengan keadaan yang memalukan seperti ini.

***

Audrey sudah bersiap-siap untuk berangkat ke kantor dengan membawa koper dan beberapa perbekalannya. Ia berjalan santai dan naik ke bus sambil bersenandung pelan untuk menghilangkan kebosanannya. Sekitar 45 menit kemudian ia pun sampai dikantor dan langsung menuju lantai 10, yaitu ruangan presdirnya. Baru kali ini Audrey menginjakkan kakinya di lantai 10. Sebelumnya ia bekerja di lantai 6 dan mondar-mandir hanya di lantai 1-7 saja. Selain itu sudah bukan wilayahnya lagi. Apalagi lantai 10 yang isinya hanya ruangan presdir dan beberapa orang penting perusahaan saja.

'Ting....'

Audrey melangkahkan kakinya keluar lift di lantai 10 dan langsung disambut dengan senyum bahagia Clara yang sudah menunggu di depan ruangan presdir.

"selamat pagi Audrey.. tunggu disini sebentar. Presdir masih menyiapkan beberapa dokumen didalam ruangannya" jelas Clara singkat. Audrey pun duduk di ruangan Clara yang terdapat tepat di depan ruangan presdir mengingat Clara memang sekretaris Presdir. Ia melihat seisi ruangan yang bisa dibilang cukup megah untuk ukuran ruangan sekretaris. Dengan langi-langit yang dihiasi lampu mewah dan terdapat lukisan abstrak di dinding menambah kesan mewah ruangan itu.

Audrey sedikit terperanjat ketika mendengar suara pintu ruang presdir terbuka dan reflek ia pun berdiri sembari membungkukkan badan tanda hormat kepada presdirnya. Ia berdiri tepat disebelah presdir sambil tetap menunduk sopan.

"tunggu.. jadi.. wanita ini yang akan ikut serta dengan kita, Clara?" tanya si presdir yang langsung dijawab sopan oleh Clara. Audrey yang mendengar itupun sempat terdiam sesaat sebelum akhirnya mengangkat kepalanya dan melihat wajah presdir.

"hai.. nona supermarket..." ucap Aldwin sambil mengulurkan tangannya. Audrey tersenyum kaku. Ia terkejut ketika tahu presdirnya adalah pria yang sudah beberapa kali bertemu dengannya di supermarket. Dan lebih menyesalnya lagi adalah, ia selalu bersikap cuek ketika bertemu di supermarket. Ia merutuki kebodohannya sendiri dan menggerutu tidak jelas.

"kau akan membiarkan tanganku seperti ini, nona?"

Audrey sedikit terperanjat dan langsung menyambut tangan presdirnya untuk bersalaman. Ia tak tahu lagi harus bersikap seperti apa. Malu, itulah yang dirasakannya. Aldwin pasti mengingatnya sebagai wanita ceroboh dan kurang ajar jika mengingat pertemuan mereka di supermarket.

"Mr. Blake... perkenalkan dia Audrey Gayle yang akan ikut serta kita dalam perjalanan ini. Dia juga salah satu karyawan perusahaan" suara Clara terdengar singkat dan jelas saat memperkenalkan Audrey didepan presdirnya. Namun Clara juga sempat mengerutkan kening bingung dengan presdirnya yang memanggil Audrey dengan sebutan 'nona supermarket'.

Audrey pun ikut memperkenalkan dirinya sopan dan kembali menundukkan kepalanya. Ia bingung dan mulai bergelut dengan pikirannya sendiri. "bukankan kemarin dia memperkenalkan namanya Aldwin bukan Blake?" pikir Audrey dalam diam. Seakan mengerti dengan apa yang dipikirkan Audrey, Aldwin pun memperkenalkan dirinya.

"namaku Aldwin Aloysius Blake. Apakah sudah cukup menjawab kebingunganmu, nona?" tanya Aldwin sambil diselingi senyum lirih.

"ah... iya.. baik.. Mr. Blake.." Audrey pun hanya mengangguk paham namun tetap dengan ekspresinya yang kebingungan. "apa dia bisa membaca pikiran?" gerutu Audrey dalam hatinya karena kaget tiba-tiba Aldwin memperkenalkan nama lengkapnya.

"mobil sudah siap di lobby Mr. Blake.. kita bisa berangkat sekarang. Barang Anda juga sudah saya masukkan mobil" ucap Clara memecah keheningan antara mereka bertiga.

Aldwin pun mengangguk dan mulai berjalan diikuti oleh Clara dan Audrey. Clara sempat menyenggol pelan lengan Audrey bermaksud untuk meminta penjelasan tentang kejadian tadi, namun hanya ditanggapi sebuah senyum simpul khas Audrey seperti biasanya.

"jadi, kali ini sopirku adalah seorang wanita?" tanya Aldwin tiba-tiba dan itu membuat Clara sedikit terkejut tapi tetap mampu menjawab pertanyaan itu dengan tenang, "benar Mr. Blake.. apakah Anda keberatan? Audrey adalah sopir yang handal. Anda tak perlu khawatir"

Aldwin hanya menjawab dengan gelengan singkat dan senyum misteriusnya. Audrey yang tidak paham dengan senyuman itu pun menatap Clara meminta penjelasan. "itu berarti Mr. Blake setuju" jelas Clara singkat dan pelan pada Audrey. Jelas saja Clara sudah sangat paham dengan gerak-gerik Aldwin mengingat ia sudah menjadi sekretarisnya selama 3 tahun.

"Mr. Blake, Anda bisa istirahat dengan tidur selama perjalanan. Saya akan mengemudikan dengan tenang sehingga Anda bisa istirahat" ucap Audrey sopan ketika mereka bertiga sudah berada dalam mobil. Audrey di kursi kemudi, Clara kursi depan dan tentu saja Aldwin di kursi belakang. Audrey menoleh kebelakang karena tak ada jawaban dari presdirnya dan tanpa disangka Aldwin juga sedang menatapnya lekat. Audrey terdiam beberapa saat karena tatapan itu sebelum Clara menepuk tangannya untuk menyuruhnya berangkat.

Mereka bertiga pun berangkat dalam tenang. Perjalanan akan menempuh waktu sekitar 5 jam jika tak ada macet. Audrey benar-benar mengendarai mobil dengan halus karena ia melihat Aldwin yang terlelap di bangku belakang. Beberapa kali Audrey menghembuskan napas kasar karena tidak habis pikir dengan takdirnya ini. Sangat lucu. Bagaimana bisa pria supermarket itu ternyata adalah presdirnya sendiri. Maklum, Audrey memang sudah 2 tahun bekerja di perusahaan itu tapi tak pernah bertemu langsung dengan presdirnya mengingat posisinya yang hanya karyawan rendahan biasa dan bukan orang penting yang akan mengikuti meeting dengan presdir. Walaupun selama ini, ia juga sudah banyak mendengar desas-desus kalau presdirnya itu muda dan tampan. Yang ia tahu hanyalah sebatas itu tidak lebih. Tak disangkan sekarang Audrey benar-benar bertemu dengan presdirnya yang ternyata Aldwin.

"ahh.. itu dia hotelnya" ujar Clara sambil menunjuk sebuah hotel besar dan megah yang ada di depan. Audrey pun langsung membelokkan mobil menuju lobi hotel dan membiarkan Clara untuk turun mengurus kamar. Sedangkan Aldwin masih tenang dengan tidurnya.

'tok..tok..'

Audrey menurunkan jendela mobil ketika Clara mengetuknya.

"Audrey.. bisa tolong kau bangunkan Mr. Blake dan bilang kamarnya sudah siap? Aku akan menurunkan barang dari bagasi" pinta Clara dan langsung mendapat anggukan dari Audrey.

"Mr. Blake... kita sudah sampai.. kamar hotel juga sudah siap" ucap Audrey pelan namun sudah cukup untuk membangunkan Aldwin. Tanpa banyak kata, Aldwin keluar membantu Clara dan langsung masuk ke dalam hotel. Sedangkan Audrey harus memarkirkan mobil dahulu.

"Huftttt... cukup melelahkan" gerutu Audrey sambil menghempaskan diri ke kasur hotel. Ia sekamar dengan Clara tentu saja sedangkan Aldwin menempati kamar sebelah mereka. Clara langsung mengeluarkan sebuah dokumen-dokumen yang sepertinya penting dan mulai membukanya.

"Cla, kita baru saja sampai. Kenapa kau tidak istirahat dulu?" tanya Audrey dan dijawab senyuman kecut oleh sahabatnya itu.

"kau tahu Audrey, aku disini bukan untuk liburan. Dan nanti setelah makan siang Mr. Blake sudah ada jadwal sampai malam" keluh Clara sambil matanya tetap terpaku pada dokumen-dokumen perusahaan. Audrey hanya memandang temannya iba tapi tak bisa melakukan apapun karena itu memang tugas sekretaris. Tugasnya memang berat tapi sangat sepadan dengan gajinya. Hal itu terlihat dengan gaya hidup Clara yang lebih dari cukup bahkan bisa dibilang cukup glamour.

"Audrey.. aku boleh minta tolong?" tanya Clara dengan wajah memelas tepat didepan Audrey yang memang susah untuk menolak permintaan temannya itu jika sudah menunjukkan muka memelas itu. Clara tersenyum lebar melihat Audrey menganggukkan kepalanya pelan.

"bisakah kau pergi menemui Mr. Blake dan melaporkan semua jadwal ini padanya? Aku akan mengirimkan jadwalnya padamu. Tapi kau harus jelaskan secara detail termasuk waktu dan tempatnya pada presdir, oke? Oh satu lagi.. jangan lupa untuk memberitahu apa saja yang akan dilakukan di setiap jadwalnya. Sudah tertulis lengkap di file yang kukirim jadi kau tinggal membacanya saja jangan meninggalkan satu katapun. Karena presdir sangat tidak suka dengan hal-hal yang kurang detail dan itu akan sangat mengganggunya." Jelas Clara panjang lebar tanpa jeda sedikitpun yang membuat Audrey sedikit terperangah. "hanya menyampaikan jadwal saja kenapa harus seribet ini?" pikir Audrey dalam diam namun menganggukkan kepalanya didepan Clara.

Audrey memencet bel kamar Aldwin sambil terus melihat jadwal di ponselnya dengan seksama. "gila.. jadi presdir memang melelahkan" ucapnya pelan sembari menggelengkap kepala setelah melihat semua jadwal yang begitu banyak dan padat.

"apa yang kau lakukan?"

Audrey pun menatap Aldwin sejenak sebelum menunduk memberi hormat pada presdir tampannya itu. Iya.. audrey memang mengakui sekali kalau presdirnya itu sungguh tampan. Aldwin membuka pintu kamarnya lebar untuk mempersilahkan Audrey masuk.

Audrey pun mulai membacakan jadwal dengan tenang dan detail sesuai perintah Clara tadi. Audrey cukup lelah hanya dengan membaca jadwal yang padat itu apalagi Aldwin yang nanti akan melakukannya. Tanpa memperhatikan Audrey sedikitpun, Aldwin hanya menyesap kopinya sambil duduk di sisi ranjang dan berdehem pelan.

"Audrey.. kau tidak lelah?" tanya Aldwin yang membuat Audrey harus berhenti menjelaskan tentang jadwal dan menatap bingung ke arah presdirnya itu. Aldwin berhenti meminum kopi dan menatap lekat ke arah Audrey.

Audrey yang sedikit terkejut dengan pertanyaan mendadak itupun hanya memapu menjawab "tidak. Tentu saja tidak lelah tuan". Aldwin yang mendengar itu terkekeh pelan lalu berdiri dan mendekat ke arah Audrey.

"kukira kau akan kelelahan dan marah padaku seperti waktu itu" jawab Aldwin santai sambil tetap berdiri tepat didepan Audrey.

Audrey mengangkat kepalanya dan sedikit terkejut dengan jarak antara dirinya dan Aldwin yang bisa dibilang cukup dekat. "sejak kapan dia mendekat?" ujar audrey dalam hati. Ia tak bisa menahan kegugupannya ketika mata coklat itu terus menatapnya tanpa suara. Audrey memang harus menngakui bahwa ia tenggelam dalam tatapan itu sampai tanpa sadar tidak segera menjawab pertanyaan Aldwin. Mereka berdua cukup lama saling bertatapan sampai akhirnya Aldwin mengalihkan pandangannya ke samping.

"aku tahu aku tampan. Jangan menatapku seperti itu Audrey" ucap Aldwin dengan selingan kecil dan kembali duduk di tepi ranjang. Audrey yang tersadarpun langsung mengerjapkan matanya dan menelan ludahnya kasar. Sial.. Aldwin menyadari kegugupan Audrey.

"maaf Mr. Blake.. saya lanjut untuk menjelaskan jadwal Anda" ucap Audrey dengan sedikit terbata-bata. Aldwin yang mendengar itu hanya tersenyum penuh makna.

"kau bisa memanggilku Aldwin, jika kau mau" potong Aldwin lagi ditengah Audrey masih menjelaskan. Audrey pun tersenyum polos dan menjawab "itu tidak mungkin Mr. Blake.. Anda adalah presdir saya".

Sebenarnya Audrey sedikit merasa risih dengan dengan semua ini apalagi melihat cara Aldwin memandangnya yang susah untuk diartikan. "apa dia memang selalu begini kepada semua orang?" batin Audrey setelah selesai menjelaskan jadwal dan undur diri pamit kembali ke kamarnya.

"Thank you Audrey.." teriak Aldwin ketika Audrey sudah hampir menutup pintu kamar dari luar. Audrey pun bergegas kembali ke kamarnya dan berusaha melupakan kejadian barusan yang menurutnya agak sedikit... aneh?.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam dan Audrey masih terduduk di bangku mobil menunggu Clara dan Aldwin selesai meeting di sebuah restoran mewah. Ia sudah sangat bosan menunggu mereka dan hampir saja nekat untuk pergi jalan-jalan sendiri.

'tok..tok...'

Audrey menurunkan jendela mobil yang diketuk oleh sahabatnya itu dengan wajah bahagia karena akhirnya meeting panjang mereka telah selesai.

"Audrey.. kau ke lobi resto ya. Mr. Blake sudah menunggu disana" ujar Clara dan langsung berlari meninggalkan Audrey yang memasang wajah kebingungan. "kemana dia akan pergi?" tanya Audrey walaupun ia tahu tak akan ada yang menjawabnya. Audrey pun melajukan mobilnya untuk menuju lobi dan mempersilahkan presdirnya untuk masuk ke mobil di kursi belakang.

"Audrey.. antarkan aku ke alamat ini" perintah Aldwin sambil menyerahkan secarik kertas yang bertuliskan sebuah alamat. Audrey mengetikkan alamat tersebut pada GPS dan kembali menatap Aldwin dengan ragu. Aldwin yang menyadari itupun mengangkat sebelah alisnya seperti bertanya 'kenapa?'.

"hmm.. bukankan kita harus menunggu Clara dulu, Mr. Blake?" tanya Audrey ragu dan langsung mendapat lirikan tajam dari Aldwin sambil menjawab "kau belum diberitahu Clara? Dia sibuk. Sekarang kita tinggal dia. Cepat Audrey!!"

Audrey terkejut dengan bentakan Aldwin dan langsung mengemudikan mobil menuju alamat tujuan yang berjarak sekitar 30 menit dari restoran mewah tadi. Jujur ia kaget dengan bentakan Aldwin yang tak pernah tahu apa yang salah dari pertanyaan yang dilontarkannya tadi.

"kau tunggu disini. Tetap didalam mobil dan jangan kemana-mana!" perintah Aldwin tajam setelah mereka sampai didepan sebuah gedung yang sepertinya kosong dan terbengkalai. Itu terlihat dari fisik gedung itu yang sudah sangat tidak terawat dan tanpa ada lampu penerawangan apapun baik di luar maupun dalam gedung. Audrey sedikit bergidik ngeri harus menunggu didepan gedung seperti ini, apalagi ini sudah malam.

Untuk mengurangi rasa bosannya, Audrey mulai mengotak-atik ponselnya dan mulai menghubungi Clara untuk bertanya keberadaannya.

"halo.. Cla? Kau ada dimana kenapa ramai sekali suaranya?" tanya Audrey cepat begitu Clara menerima teleponnya.

"hhhhfttt.. aku ada di pesta Audrey.. sebenarnya yang datang itu Mr. Blake, tapi tadi dia tiba-tiba menyuruhku menggantikannya karena ada urusan. Dan sepertinya sangat penting sehingga membuat Mr. Blake sangat gelisah.." jelas Clara panjang lebar diujung sana dengan suara yang terdengar sangat kelelahan. Ya.. Audrey juga paham dengan itu, kalau ia jadi Clara juga pasti rasanya sangat lelah harus mengikuti kemanapun Aldwin pergi. Mengingat itu, Audrey jadi merasa sedikit beruntung karena tidak ada di posisi itu.

Setelah beberapa menit akhirnya Audrey menutup ponselnya dan kembali menatap gedung kosong itu. "apa yang dilakukan presdir didalam gedung tua ini?" pikir Audrey dalam diam. Ia penasaran dengan itu sampai-sampai tanpa sadar kakinya juga ikut turun dari mobil dan menuju ke pintu masuk gedung. Ia ingin tahu apa yang dilakukan Aldwin disana. Dengan perlahan Audrey melangkahkan kaki suapay tidak ada yang mendengar karena tadi ia diperintahkan untuk tetap didalam mobil. Setelah masuk gedung, ia melihat disebelah kanannya ada sebuah ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka dan itu membuat Audrey penasaran. Ia pun mendekat dan mulai mendengar suara beberapa pria. Ia menyembunyikan dirinya dibelakang supaya tidak terlihat dan mendengar percakapan mereka.

Audrey tak dapat menahan keterkejutannya setelah melihat apa yang ada didalam ruangan itu. Ia mendudukkan dirinya pelan sambil menutup mulutnya berharap tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Ia mengerjapkan matanya yang mulai berkaca-kaca. Di dalam sana terdapat dua orang yang terduduk di kursi dengan badan mereka yang sudah ditali sempurna sehingga tak dapat bergerak. Tubuh mereka berdua berlumuran darah dan terlihat tak berdaya. Tak hanya itu, di depan mereka juga ada 3 orang yang berdiri mengintimidasi dan terkadang memukul brutal 2 orang tak berdaya itu.

Audrey kembali menelan ludahnya kasar ketika menyadari bahwa salah satu dari 3 orang yang mengintimidasi itu adalah presdirnya yaitu Aldwin. Audrey tak ingin mempercayai penglihatannya tapi mau bagaimana lagi, nyatanya itu yang terlihat olehnya sekarang. Seorang presdir yang ramah dan baik berubah menjadi seorang pria keji tanpa ampun. Wajahnya 180 derajat berbeda dengan wajah yang ditunjukkan ketika di kantor.

"bunuh mereka!"

Audrey semakin menutup mulutnya rapat ketika mendengar sebuah suara serak yang memberi perintah dari dalam ruangan itu. Audrey tahu betul suara betul, ia begitu mengenal suara itu... suara Aldwin. Audrey tersadar dan mulai mengumpulkan kekuatan untuk kembali ke mobil. Ia takut keberadannya akan diketahui Aldwin. Ia berlari pelan dan berhasil tanpa menimbulkan suara mencolok. Beruntung ia sampai ke mobil dengan selamat. Audrey mendudukkan diri di kursi kemudi dengan nafas yang tersengal.

"apa itu tadi? Apa yang mereka lakukan? Apakah mereka akan membunuhnya?" racau Audrey pelan dengan keringat memenuhi wajahnya. Ia sedikit gemetar setelah melihat kejadian tadi. Pikirannya benar-benar kacau saat ini.

Audrey melirikkan matanya ke arah gedung dan melihat dua orang pria yaitu Aldwin dan seseorang yang tidak dikenalnya sedang berjalan keluar. Aldwin terlihat membisikkan sesuatu ke pria disebelahnya sebelum benar-benar berpisah dengan Aldwin yang berjalan ke arah mobil dan pria satunya kembali kedalam gedung.

Aldwin membuka pintu mobil bagian kemudi dan itu sukses membuat Audrey bingung dan juga takut. "Audrey.. pindahlah ke kursi sebelah. Aku yang akan mengemudi" perintah dingin Aldwin yang membuat Audrey langsung berpindah ke kursi di sebelah kemudi tanpa menjawab ucapan presdirnya itu. Ia masih menetralisir rasa gelisahnya sehingga tidak berani mengeluarkan kata apapun.

Aldwin mengemudikan mobil dengan cepat dan kasar tanpa berkata apapun. Itu membuat Audrey bergidik ngeri disebelahnya, apalagi setelah mengingat apa yang dilakukan Aldwin didalam gedung tadi. Mereka berdua hanya diam selama sekitar 15 menit karena kalut dalam pikiran masing-masing sampai Audrey menyadari jika mereka mulai menyadari kalau Aldwin mengemudikan mobil mereka ke dalam hutan dan itu membuat Audrey terpaksa harus membuka suaranya.

"Mr. Blake.. kita.. tidak kembali ke hotel?" tanya Audrey gugup namun tak mendengar jawaban apapun. Yang didapat hanyalah senyuman simpul dari Aldwin dan itu membuat Audrey merinding.

"Mr. Blake.. kita akan kemana?" tanya Audrey sekali lagi karena melihat mereka sudah semakin dalam masuk kedalam hutan yang gelap dan sepi itu. Aldwin hanya menatap Audrey sekilas kemudian kembali mengencangkan tangannya pada kemudi mobil. Mobil semakin kencang dan menegangkan apalagi ini didalam hutan sepi yang jalannya sedikit rusak. Audrey mengelap keringat cemas. Ia takut hal buruk akan menimpanya. Ia takut Aldwin akan melakukan sesuatu diluar dugaannya. Ia tak berhenti mengusap tangannya yang penuh keringat.

"Mr. Blake.. apa tidak sebaiknya kita kembali ke hotel? Ini sudah malam"

Aldwin hanya diam menatap lurus kearah jalanan gelap didepan. Audrey semakin gelisah dan takut sampai akhirnya ia berteriak keras ke arah Aldwin.

"ALDWIN!!! SEBENARNYA KAU MAU KEMANA?"

Aldwin menghentikan mobilnya bersamaan dengan teriakan Audrey. Aldwin menatap lekat ke arah Audrey sambil tersenyum penuh arti dan membuat Audrey merinding.

"akhirnya kau memanggilku seperti itu. Aku senang" ujar Aldwin tenang kemudian beranjak keluar dari mobil tanpa menghiraukan raut kebingungan yang ditunjukkan oleh Audrey. "Audrey.. keluarlah.. ikuti aku!" perintah Aldwin pelan. Kali ini suara Aldwin sudah kembali halus dan tidak terdengar dingin. Tapi hal itu tetap membuat Audrey takut yang tak bergeming sama sekali dari duduknya.

"Audrey.. kau ingin ikut denganku atau duduk sendiri disini menunggu diculik lelaki hidung belang?" tawar Aldwin yang terdengar lebih seperti ancaman bukan tawaran. Tanpa berpikir panjang Audrey beranjak dan berjalan mengikuti Aldwin dari belakang. Ini sangat gelap dan Aldwin menyuruh untuk berjalan melewati hutan yang penuh dengan bebatuan, itu membuat Audrey sedikit kesusahan untuk berjalan.

"gunakan ponselmu jika kau merasa ini gelap" ujar Aldwin singkat seakan paham dengan kesusahan yang dialami Audrey. Tanpa banyak omong Audrey langsung mengeluarkan ponsel dan menyalak senter untuk menerangi jalannya. Sedangkan Aldwin dengan santai berjalan didepannya tetap tanpa penerangan, seolah-olah sudah sangat hafal dengan jalanannya.

Aldwin menghentikan langkahnya ketika mereka sampai disebuah gubuk kecil yang sepertinya tidak berpenghuni. Gubuk yang terlihat seram bagi Audrey tentu saja. Aldwin melangkahkan kakinya masuk ke gubuk sedangkan Audrey hanya berdiri diam tanpa mengikuti langkah Aldwin untuk masuk meskipun sebenarnya ia penasaran dengan isi gubuk itu. Audrey merasa sangat aneh ada gubuk ditengah hutan lebat seperti ini.

"kau bisa masuk kalau memang penasaran" teriak Aldwin dari dalam dan itu membuat Audrey sadar dari pikirannya kemudian menatap Aldwin ragu namun dibalas dengan senyuman singkat yang Audrey sendiri tak tahu maksud senyuman itu apa. Karena rasa penasaran mengalahkan rasa takut, Audrey pun melangkah masuk ke dalam gubuk dan langsung terduduk lemas sambil menutup mulutnya kaget.

"i...iiini.. ini ssemua apa?" tanya Audrey gugup ketika melihat seisi ruangan gubuk itu dipenuhi dengan persenjataan lengkap seperti pistol dari banyak jenis, pisau, panah dan hal lainnya yang sangat asing di mata Audrey.

Aldwin mengambil salah satu pistol dan mengambil beberapa peluru untuk dimasukkan ke pistol tersebut. Aldwin berjalan mendekat dan mengunci pergerakan Audrey dengan memegang pundaknya. Aldwin menatap lekat mata Audrey yang sangat jelas menunjukkan ketakutan yang amat besar. Mata mereka berdua bertemu cukup lama.

"aku tahu kau tadi melihatnya" ucap Aldwin memecah keheningan dengan tetap pada posisi tadi yaitu mengunci pergerakan Audrey dengan lengan kekarnya. Audrey menelan ludah kasar dan menundukkan kepalanya takut. Sedangkan Aldwin yang melihat itu mulai melepaskan genggaman tangannya di pundak Audrey kemudian berjalan menjauh.

"karena kau sudah melihatnya, jadi aku tak perlu berpura-pura jika didepanmu" lanjut Aldwin lagi dengan memasukkan pistol ke balik jas hitamnya. Kemudian Aldwin mulai melangkahkan kakinya keluar gubuk dan menoleh ke arah Audrey.

"kau tidak ikut? Ayo kembali ke hotel" ajak Aldwin yang kemudian dijawab anggukan oleh Audrey. Mereka pun berjalan menuju tempat mobil mereka diparkir tadi.

Aldwin kembali mengemudikan mobil karena melihat Audrey yang tubuhnya masih gemetar pelan terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Berbeda dengan tadi. kali ini Aldwin mengemudikan mobil dengan tenang dan santai sambil sesekali melirik ke arah Audrey yang masih terdiam.

"Audrey.. kau takut?" tanya Aldwin memecah keheningan. Sungguh bodoh dengan melontarkan pertanyaan itu. Tanpa perlu ditanya pun sudah pasti Audrey takut dan terkejut melihat hal tabu itu. Aldwin menghembuskan napas pelan lalu mulai berucap lirih "maaf.. maaf jika membuatmu terkejut".

Setelah sampai di hotel, mereka berdua berpisah tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aldwin paham dengan kondisi Audrey dan memakluminya. Audrey pun hanya diam sepanjang malam sampai-sampai Clara sangat bingung dengan perubahan sikap itu.