Chereads / My Handsome Alpha / Chapter 8 - Bab 7

Chapter 8 - Bab 7

Ranya tersenyum kecil menatap tangan Cal yang tampak mungil di genggamannya. Hari ini tepat satu bulan setelah Ayah Cal menghilang. Tetapi tampaknya masih tidak ada perkembangan akan hal itu. Anak kecil itu juga perlahan mulai tenang--tidak lagi menangis terus-menerus setiap hari.

Dan sekarang mereka sedang berada di sebuah taman yang dipenuhi bunga matahari. Ia sudah meminta izin dengan Xander untuk membawa Cal pergi berkeliling agar anak kecil itu dapat lebih tenang. Yah, padahal sih sebenarnya alasannya bukan hanya itu. Ranya akui ... dirinya sangat bosan terus berada di dalam kamarnya. Parahnya lagi, sejak adegan ciuman itu Xander tidak datang menemuinya sekalipun. Ia saja meminta izin pada Xander melalui Onix. Cih ... semakin dipikir, ia semakin sebal.

Ranya menatap jauh ke arah taman bunga itu. Ia tersenyum lebar. "Indah," bisiknya lalu menoleh pada Cal yang juga menatapnya.

"Kenapa Cal?" tanyanya.

"Luna sangat cantik."

Ranya tersedak mendengar penuturan anak kecil di hadapannya lalu terkekeh kecil. "Untung saja kau masih kecil. Kalau kita seumuran, aku pasti sudah menyukaimu," gumam Ranya.

"Ingin berkeliling sayang?" Cal mengangguk semangat.

Baru saja mereka hendak melangkahkan kaki. Suara langkah kaki terdengar mendekat ke arah mereka membuat Ranya dan Cal kompak menoleh. Melihat siapa yang berada di sana, Cal langsung bersembunyi di belakang Ranya. Gadis itu terkekeh. "Kau membuatnya takut, Xander."

Lelaki tampan itu berdecak lalu mengerucutkan bibirnya kesal. "Entah apa salahku ..."

Ranya tertawa terbahak-bahak. Ia membalikkan tubuhnya hingga dirinya berhadapan dengan Cal. Ia mengacak rambut anak kecil itu. "Mengapa kau takut?"

Cal menggeleng. Sangat kentara bahwa anak itu takut. "Bolehkah aku berkeliling sendiri saja?"

Tawa Ranya pecah seketika. "Sebegitu takutnya kau dengan Xander?" tanya Ranya di sela tawanya.

Wajah Cal tampak pucat membuat Ranya sedikit merasa kasihan pada anak itu. "Baiklah, kau boleh pergi berkeliling sendiri. Tapi ingat, jangan pergi terlalu jauh dan kau harus kembali dalam satu jam. Aku akan menunggumu di pondok itu, paham?" pesan Ranya panjang lebar.

Cal hanya mengangguk. Ia menunduk sekilas--berpamitan-- lalu berlari terbirit-birit meninggalkan Ranya dan Xander. Sepeninggalnya Cal, tawa Ranya kembali menggelegar. Wajah Xander tampak masam.

"Apa saja yang kau lakukan hingga dia ketakutan seperti itu?"

Xander berdecak. Ia menarik tangan Ranya dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Ia menarik napas dalam-dalam. Mencium aroma tubuh Ranya yang telah menjadi candunya. Ranya yang awalnya tertawa terbahak-bahak kini terdiam kaku dalam pelukan Xander.

"Aku merindukanmu."

Ranya hanya diam. Jujur, ia juga merindukan lelaki itu. Tetapi kini otaknya seolah membeku, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Xander menjauhkan tubuhnya dari Ranya tetapi tangannya masih mengalungi pinggang gadis itu. "Kau tidak mau membalas pelukanku?" protesnya lalu mengerucutkan bibirnya.

"Ah? Oh iya." Ranya terkekeh kecil lalu membalas pelukan Xander.

"Aku juga merindukanmu ...," bisik Ranya pelan.

~~~

"Aku tidak ingin mendengar kabar buruk lagi, Althous." Xander memperingatkan orang yang baru saja memasuki ruang kerjanya.

"Kali ini saya membawa kabar baik. Kami menemukan ini."

Xander mengernyit melihat sebuah kalung arloji kuno di tangan Althous. Ia menatap Beta-nya bingung. "Apa yang kau maksud dengan kabar baik?"

"Apakah Alpha tidak mencium aro--" Mendapat tatapan tajam dari Xander, Althous langsung membungkukkan tubuhnya cepat. "Maafkan saya, Alpha."

Xander berdecak. "Aroma siapa yang kau maksud?"

"Davidson."

Xander sontak menatap Althous serius. Sudah satu bulan, tetapi baru kali ini ia mendengar kabar terbaru dari pencarian Davidson. Ia mendengarkan kata demi kata yang keluar dari bibir Althous dengan fokus.

"Aku akan pergi ke sana untuk menyelidiki lebih dalam lagi," putus Xander setelah berpikir sejenak.

"Baiklah, saya akan menyiapkan warr--"

"Tidak usah," potong Xander, "aku akan pergi sendiri."

"Tapi, Alpha ... Berbahaya untuk pergi ke sana sendiri. Tolong jangan lupakan kata peramal tentang ...."

Xander berdecak membuat Althous langsung menutup bibirnya. "Jangan terlalu peduli dengan perkataan nenek tua itu. Dan jangan meremehkanku, Beta. Aku adalah Alpha di pack ini."

Althous hanya dapat mengangguk pasrah. "Baik, kalau begitu, saya akan menyiapkan bekal dan beberapa senjata untuk Anda."

Xander menghela napas berat setelah Althous meninggalkan ruangannya. Ia menatap lekat arloji yang berada di tangannya. Entah apa yang terjadi, tapi yang pasti, Xander memiliki firasat buruk akan hal itu.

~~

Ranya memekik tertahan kala sebuah tangan memeluk pinggangnya dari belakang dengan erat. Bahu Ranya perlahan menurun saat menyadari Xander lah yang memeluknya. Lelaki itu menaruh kepalanya di ceruk leher Ranya dan menghirup rakus aroma milik gadisnya.

"Aku merindukanmu," bisik Xander.

Ranya terbatuk. Ia merasa pipinya memanas. "A-apa yang kau lakukan?"

"Tidak ada."

Xander mengecup sekilas leher Ranya sebelum menjauhkan wajahnya dari leher gadis itu. Ia membalikkan tubuh Ranya tanpa melepaskan tangannya di pinggang Ranya sehingga kini mereka dalam posisi berpelukan.

"Di mana Cal?" tanya Xander. Matanya menatap wajah Ranya lekat. Ia baru menyadari mate-nya secantik ini. Bukan, maksudnya, ia sadar Ranya memiliki wajah yang cantik sejak pertama kali bertemu. Tetapi semakin lama, ia merasa gadisnya itu semakin cantik.

Gadis itu memiliki bola mata berwarna hazel, bibir mungil berwarna pink alami, bulu mata yang lentik, dan jangan lupakan pipinya yang tembam hingga membuat Xander terus menahan diri untuk tidak menggigit bakpao satu itu.

"Hei, kau dengar aku?" tanya Ranya menyentak Xander dari lamunannya.

"Oh ya, apa yang kau bilang?"

Ranya mendengus. "Cal sedang berjalan-jalan di taman," ulang Ranya, tetapi kemudian ia mengernyit, seolah baru menyadari sesuatu.

"Kenapa?" tanya Xander melihat kerutan di dahi Ranya.

"Sudah lama sejak ia pergi, kenapa Cal belum kembali?"

"Tenanglah. Mungkin ia terlalu senang berada di sana hingga lupa waktu," ucap Xander mencoba menenangkan Ranya yang terlihat mulai panik.

"Tidak. Ini sudah lama sekali sejak ia pergi. Cal meminta izin padaku tadi subuh dan ini ...," Ranya menjeda ucapannya untuk melihat jam, "oh ... lihatlah, ini sudah lewat tengah malam!" pekiknya histeris.

"Tenanglah, tenang ...."

"Bagaimana aku bisa tenang?" tanya Ranya dengan nada sedikit membentak, "bagaimana kau bisa menyuruhku tenang saat anak kecil itu menghilang?"

Xander membawa Ranya ke dalam pelukannya. Ia mengelus punggung gadis itu mencoba memberikan ketenangan. "Tenanglah. Cal sedang dalam perjalanan pulang ke sini."

"Dari mana kau tahu?" tanya Ranya bingung sekaligus tak percaya.

"Althous memberitahuku," jawab Xander, tangannya masih mengelus punggung Ranya, "mindlink. Kemampuan yang dimiliki werewolf. Kami dapat berbicara melalui pikiran."

"Apa kau yakin?" tanya Ranya memastikan.

Xander mengangguk. "Jadi tenanglah."

Bahu Ranya perlahan menurun. Gadis itu menghirup napas lega. Untuk beberapa menit, mereka tetap berada dalam posisi itu hingga Ranya menjauhkan tubuh mereka.

"M-maafkan aku tentang tadi. Aku benar-benar tid-"

"Tidak apa-apa," potong Xander cepat.

"Sungguh, aku benar-benar minta maaf. Aku hanya pan-"

Lagi-lagi ucapan Ranya terhenti kala Xander menempelkan bibirnya pada bibir milik gadis itu. Mata Ranya membulat kaget. Tubuhnya refleks menegang kaku. Tetapi ciuman itu hanya bertahan beberapa detik karena setelah itu Ranya spontan mendorong tubuh Xander saat pintu kamar terbuka dan menampilkan wajah Cal yang tampak kaget.

"Oh ... m-maafkan aku. Apa aku mengganggu?"

"Tidak. Tentu ti-"

Xander berdecak membuat ucapan Ranya kembali terpotong. "Untuk apa bertanya jika sudah tahu?" ketus lelaki itu.

Ranya mencubit perut Xander kesal membuat lelaki itu meringis pelan. "Diamlah!" perintah gadis itu lalu berjalan mendekati Cal.

Matanya melembut menatap Cal. "Kenapa baru kembali? Bukankah kau berjanji hanya tiga jam?"

Cal menunduk. "Maaf ... aku tanpa sengaja tertidur di sana."

Ranya tampak kaget. "Apa kau sangat nyaman berada di sana hingga tidur di sana?"

Cal meringis lalu mengangguk pelan. "Aku suka melihat matahari secara langsung."

Ranya terkekeh. Ia mengacak rambut Cal gemas. "Mandi sana lalu tidur."

Cal hanya mengangguk pasrah. Ia berjalan menuju kamar mandi sambil bergumam, "Aku tidak yakin apakah aku bisa tidur lagi malam ini."

Ranya tertawa mendengar gumaman Cal. Tepat setelah Cal menutup pintu kamar mandi, tubuh Ranya ditarik membuat sang empunya tubuh berteriak kaget. Xander kembali mengalungkan tangannya di pinggang Ranya. Ia tersenyum kecil melihat Ranya yang menatapnya tajam.

"Jangan menatapku seperti itu, Luna."

Ranya berdecak. "Hampir saja aku lupa. Aku selalu ingin bertanya tentang hal ini padamu, tetapi aku selalu lupa. Mengapa semua orang memanggilku dengan sebutan Luna?"

Xander tersenyum miring mendengar pertanyaan Ranya. "Karena memang kau adalah Luna."

"Tapi Ayahmu sudah memiliki mate bukan? Lagipula aku tidak ingin menjadi perebut suami orang."

Xander mengernyit. "Apa maksudmu?"

Ranya menatap Xander dengan matanya yang bulat. "Bukankah Luna adalah mate dari Alpha?"

Xander mengangguk.

"Tetapi bukankah Alpha Hanes telah memiliki mate yaitu Luna Fiara? Lalu mengapa semua orang memanggilku Luna? Apakah ibumu itu tidak marah?" tanya Ranya polos.

Xander mendengus geli. Ia mengecup sekilas bibir Ranya. Ia sangat tidak tahan mendengar pertanyaan polos itu keluar dari bibir Ranya.

"Apa yang kau lakukan? Jawablah pertanyaanku!"

Xander mendengus. "Di sini, orang-orang memanggilku apa?"

Ranya tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Alpha."

"Lalu?" Xander mengangkat sebelah alisnya. Senyuman miring tercetak jelas di bibirnya.

"Lalu apa?" tanya Ranya bingung, "jawablah yang jelas!"

Xander berdecak sebal. "Itu artinya kau mate-ku, bodoh!"

.

.

.

To be continue~

-Thanks, God:)