Chereads / My Handsome Alpha / Chapter 9 - Bab 8

Chapter 9 - Bab 8

"Kau yakin untuk pergi sendiri?" tanya Ranya setelah mendengar bahwa lelaki itu akan pergi untuk menyelidiki perihal Ayah Cal.

Kini mereka tengah berada di kamar milik Xander dikarenakan tidak ingin mengganggu Cal yang tertidur pulas. Ranya mendengus geli mengingatnya, padahal bocah itu berkata bahwa dirinya tidak bisa tidur lagi malam ini, tetapi nyatanya malah tertidur sangat nyenyak.

Ranya melemparkan tatapannya pada sekeliling kamar Xander. Menenangkan. Itu yang terlintas dalam benaknya. Kamar Xander memang tidak dihiasi banyak perabotan mahal dan terbilang cukup polos. Ranjang berwarna putih yang senada dengan warna dindingnya lalu lampu yang sedikit redup memberikan efek menenangkan baginya. Simple tapi elegan.

"Kau meremehkanku?"

"Aku khawatir bodoh!" Ranya bergumam kecil.

Xander mendengus geli. Werewolf yang umumnya memiliki pendengaran lebih tajam dari pada manusia biasa tentu mendengar gumaman Ranya.

"Berapa lama?" tanya Ranya lagi.

"Satu minggu," jawab Xander lalu menghela napas lelah, "tapi bisa juga lebih lama."

"Satu minggu itu sudah lama banget tahu!" Ranya kembali bergumam.

Xander mengembuskan napas, berusaha menahan diri melihat betapa gemasnya mate-nya.

"Kemarilah." Xander menunjuk sebelahnya dengan dagu.

Ranya tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya memilih menuruti perintah Xander. Begitu Ranya mendudukkan dirinya di kasur, Xander langsung merubah posisinya menjadi berbaring. Ia menenggelamkan wajahnya ke dalam perut Ranya. Lelaki itu menghirup rakus aroma milik gadisnya.

Ranya yang sudah terbiasa atas tingkah Xander hanya menyandarkan tubuhnya seraya mengelus rambut lelaki itu.

"Apa kau percaya dengan mitologi Yunani Kuno?" tanya Xander, ia menjauhkan kepalanya lalu mendongak menatap Ranya yang menoleh padanya.

"Tidak," jawab Ranya cepat, "ya sebelumnya begitu. Tetapi setelah kupikir-pikir, bahkan awalnya aku juga tidak percaya kalian itu ada dan ... di sinilah aku."

Xander terkekeh. "Mau kuceritakan sesuatu?" tawarnya.

Ranya mengangkat sebelah alisnya lalu mengangguk ragu. Tangannya masih setia mengelus rambut lelaki yang berada di pangkuannya.

"Saat aku berumur dua tahun, pack kami diserang oleh pasukan rogue." Xander mulai bercerita. Melihat wajah kebingungan Ranya, ia menjelaskan, "Rogue adalah werewolf yang tidak memiliki pack. Ternyata mereka bersatu dan membuat suatu perkumpulan."

"Ayahku, Alpha Hanes kebetulan sedang tidak berada di dalam pack saat itu. Seluruh orang di pack ini dilanda panik. Ibuku bahkan harus ikut berperang. Ia menyembunyikanku di dalam ruangan rahasia yang entahlah, aku tidak tahu di mana. Mungkin sudah dihancurkan."

Ranya tampak fokus mendengar kata demi kata yang keluar dari bibir Xander.

"Ternyata itu semua hanyalah akal-akalan Medeia."

"Medeia?" celetuk Ranya, "penyihir dalam mitologi Yunani?" Mata Ranya membulat. Sudah ia katakan bukan, ia sering mengambil kuliah umum Mitologi. Jadi ia kurang lebih tahu akan hal itu.

Xander mengangguk. "Medeia merancang semuanya. Ia membuat para rogue menyerang pack kami dan menyelusup saat kami lengah."

"Apa tujuannya?"

"Aku."

Ranya melebarkan matanya kaget. "Maksudmu?"

"Ya, tujuannya adalah membunuhku. Sejujurnya aku juga tidak tahu alasan ia ingin membunuhku. Kedua orang tuaku tidak mau memberitahuku. Bahkan seluruh penghuni pack ini mengunci mulutnya rapat-rapat."

Ranya mengelus pipi Xander membuat lelaki itu menoleh padanya. "Lalu apa yang terjadi dengan Xander kecil?"

"Ia ingin mengambil jiwaku."

Gerakan tangan Ranya terhenti. Ia terdiam menatap Xander yang menatap keluar jendela.

"Beruntungnya seorang Alpha sekaligus teman Ayah datang dan menolongku. Alih-alih kehilangan jiwa, aku hanya harus kehilangan indra penciuman."

"Indra penciuman?" gumam Ranya, merasa sedikit aneh. Bukankah lelaki itu sering mengendus aromanya?

"Berbeda denganmu," ujar Xander seolah mengetahui pikiran Ranya, "saat bersamamu, aku bisa mencium aromamu dengan jelas."

"Mungkin itu ikatan mate," lanjutnya pelan.

"Tetapi bukan itu yang paling penting. Teman Ayah harus kehilangan nyawa karena telah menolongku. Penyihir sialan itu memberikan kutukan padanya. A-aku ...."

"Sstt ..." Ranya menarik kepala Xander dan memeluknya. Ia mengelus bagian belakang kepala Xander dengan lembut. "Itu bukan salahmu."

"Jika Medeia sungguh ada, maka aku yakin dewi takdir juga ada. Semua itu adalah takdir. Jangan terlalu menyalahkan dirimu."

Xander mengembuskan napas berat. Ia mengalungkan tangannya ke pinggang Ranya.

"Aku sangat beruntung mendapatkanmu sebagai Luna-ku."

"Dan aku sangat beruntung mendapatkanmu sebagai Alpha-ku."

~~~

Xander menatap teduh wajah Ranya yang sedang tertidur pulas. Ia pasti akan merindukan gadis itu. Xander mengelus pipi Ranya pelan membuat sang empunya menggeliat kecil. Ia mengecup dahi Ranya sekilas sebelum berjalan keluar dari kamar.

"Anda sudah siap, Alpha?"

Suara Althous langsung menyambutnya saat baru membuka pintu. Alih-alih menjawab, Xander berujar, "Jaga dia selama aku pergi. Jangan biarkan dia terluka bahkan segorespun. Karena dia ... adalah Luna dari pack kita."

~~

Xander menutup matanya, merasakan semilir angin yang mengelus lembut wajahnya. Kini ia sedang berada di sebuah lapangan luas, bersiap untuk pergi menyelidiki kasus Davidson.

Tak lama kemudian, bunyi patahan tulang terdengar. Manusia Xander telah hilang, digantikan Leo dengan wujud serigalanya. Bulunya lebat berwarna abu-abu yang sangat indah. Mata tajamnya memiliki warna yang berbeda, amber di kanan dan violet di kiri. Wujudnya berkali lipat lebih besar dari pada ukuran serigala pada umumnya.

"Mari cepat selesaikan masalah ini dan kembali bertemu mate kita, Leo," Xander berujar dari dalam.

~~

Ranya mengernyit pelan saat merasakan sinar matahari menusuk mata. Dibukanya kedua mata itu perlahan dan menatap sekelilingnya. Bahunya merosot ke bawah saat menyadari bahwa Xander telah pergi. Ranya mengembuskan napas panjang. Ia mengikat rambutnya asal-asalan lalu keluar dari kamar.

Beberapa pelayan yang bertemu dengannya langsung membungkuk 90°, entahlah ... Ranya kurang suka diperlakukan seperti ini. Ia berhenti di depan pintu kamarnya yang terbuka lebar. Ia mengernyit melihat seorang perempuan terlihat sedang memarahi Cal serta beberapa pelayan yang sering membantunya.

"Ada apa ini?" tanya Ranya membuat mereka langsung kompak menghentikan aktivitasnya dan menoleh pada Ranya.

Menyadari kedatangan Ranya, Cal langsung berlari ke hadapan Ranya dan merentangkan tangannya seolah sedang melindungi Ranya. Tentu hal itu membuat Ranya semakin bingung. Ia menurunkan tangan Cal dan memeluk bocah kecil itu.

"Siapa kau?" tanya Ranya lagi saat tidak mendengar jawaban.

"Kau yang siapa?" Perempuan itu bertanya balik dengan suara tinggi.

Mendadak Ranya teringat dengan Audrey, kira-kira apa kabarnya ya? Pasti ia sangat bingung kehilangan mangsanya. Alih-alih menjawab pertanyaan perempuan itu, Ranya menatap salah satu pelayannya.

"Siapa dia, Vera?"

"P-putri dari Orbit Pack, Luna ...," jawab Vera gugup.

Tepat setelah Vera menyelesaikan kalimatnya, Ranya dapat mendengar decakan dari bibir perempuan itu.

"Lebih tepatnya Greysia, calon Luna dari Redlow Pack," ujarnya membenarkan Vera, "lalu siapa nona kecil yang kalian panggil Luna ini?" tanyanya dengan senyuman miring.

Ranya menghela napas jengah. "Benar-benar sangat mirip dengan Audrey." Batinnya. Ia merasakan pelukan Cal semakin erat. Entah apa yang terjadi dengan bocah itu.

"Baiklah, Nona Greysia. Aku tidak peduli siapa kau, tetapi bukankah tidak sopan masuk ke dalam kamar seseorang tanpa izin?"

Greysia melebarkan senyumnya. "Jadi kau yang menempati kamar ini?" Ia berjalan mendekati Ranya. "Asal kau tahu. Jauh sebelum kau datang, kamar ini adalah milikku."

"Apapun yang telah menjadi milikku, akan selalu menjadi milikku. Kamar ini ...," jeda Greysia seraya mendekatkan bibirnya pada telinga Ranya, "ataupun Xander."

Ranya terdiam. Ia mencoba mencerna perkataan Putri dari Orbit Pack itu, tetapi entahlah otaknya seperti sedang membeku. Ia tidak bisa memikirkan hal lain kecuali ... Greysia adalah mantan pacar Xander atau mungkin masih berpacaran?

"Nona Greysia ...."

Ranya tersentak dari lamunannya saat Althous masuk ke dalam kamar secara tergesa-gesa.

"Maafkan saya baru mengetahui kedatangan Anda."

Senyum manis tercetak di bibir Greysia seolah menujukkan bahwa apa yang ia katakan tadi benar. "Apa yang terjadi, Althous? Mengapa kamarku dipakai gadis kecil ini?"

"Maaf, Nona. Itu adalah perintah Alpha. Kami akan mempersiapkan kamar lain untuk Anda."

Greysia berdecak seolah tidak setuju dengan usulan Althous. Tetapi kemudian sebuah senyuman kecil muncul di bibirnya. "Tidak usah!" tolaknya seraya melirik Ranya lalu melebarkan senyumnya. Ranya memiliki perasaan yang buruk akan senyuman itu.

"Aku akan tidur di kamar Xander."

To be continue~

.

.

.

-Thanks, God:)