"Apa yang kalian lakukan disini!"
Bentak seseorang dengan suara keras membuat Dila dan Mesi tersentak kaget, kedua gadis itu langsung berbalik dan mendapati seorang pria yang sedang menatap mereka dengan wajah merah padam dan tatapan seperti tombak tajam.
"P... Pak Retno..." pekik Mesi. "Ka... Kami... Kami..." Mesi bingung mau menjawab apa. Ia mengalihkan pandangannya ke Dila sejenak kemudian menunduk.
Bagaimana bisa pak Retno tiba-tiba muncul! Sekarang apa yang harus mereka jelaskan? Mesi dan Dila ketahuan berbohong, mereka minta ijin cuti untuk urusan keluarga dan yang satunya dengan alasan lainnya tapi, sekarang mereka ketahuan sedang bersama-sama di dalam hutan terlarang.
Pak Retno mendekati kedua gadis yang sedang tertunduk dan mulai gemetar. "Apa kalian tidak mendengar pertanyaanku barusan?" tanya pak Retno tegas dan dingin.
Mesi memberikan syarat kepada Dila supaya dia saja yang menjawab pertanyaan atasannya itu. Apa boleh buat, mereka harus menjawab dengan jujur saja. Daripada ketahuan bohong lagi.
"Kami... Kami sedang mencari Kirana Pak" jawab Dila melihat ke pak Retno kemudian tertunduk lagi.
"Apa kalian berdua sudah kehilangan akal? Polisi dan tim SAR saja yang sudah berhari-hari mencari Kirana, mereka sedikitpun tidak menemukan titik terang. Apalagi cuma kalian?"
"Tapi pak, kami sudah menemukan portalnya. Pak, Kirana sedang terjebak di dunia lain, dunia yang bersebelahan dengan kita. Tadi kami juga sudah mendengar jawaban dari Kirana, kami mendengar Kirana membalas panggilan kami!" sahut Messi dengan penuh keyakinan.
Pak Retno terdiam menatap semakin marah, apa yang dijelaskan Mesi sangat tidak masuk akal untuknya.
"Lihat, pak kami juga sudah menemukan makam kuno itu berada"
Mesi menarik tangan Retno, kemudian ia membawanya ke makam keramat tempat ia mendengar Kirana tadi. Namun, pada saat Mesi ingin menunjukkannya pada pak Retno, tiba-tiba makam itu sudah menghilang. Pohon besar dan batu nisan itu kini sudah berubah menjadi semak belukar yang tinggi dan rindang.
Dila juga ikut terkejut mengetahui makam itu sudah tiada. "Loh Dil, k... Kok ilang" ucap misi kemudian sambil terus mencari makam di sekitarnya.
Sedangkan Pak Retno sudah benar-benar terlihat merah padam melihat tingkah kedua gadis itu. "Pak... Saya berani bersumpah kalau..."
"Cukup!" bentak Retno membuat Mesi langsung bungkam dan menunduk. "Dari awal kalian mengambil cuti secara bersamaan saya sudah curiga, kalau kalian pasti sudah merencanakan sesuatu. Kalian pikir saya tidak mengawasi kalian dengan baik?" ujar Pak Ratno dengan nada tegas.
Dila dan Messi tertunduk, mereka hanya bisa mendengar omelannya Pak Retno. Meskipun mereka melihatnya sendiri dan memiliki bukti, tapi sepertinya untuk sekarang ini bukan waktu yang tepat. Dan mereka lebih memilih diam, menunggu waktu untuk menjelaskan semuanya dan menunjukkan barang bukti itu.
"Aku sudah menemukan dua kucing yang menyelinap diam-diam, kalian boleh mulai untuk memasang pagar pembatas. Supaya tidak ada kucing-kucing lain yang melanggar peraturan" ucap Retno kepada segerombolan orang yang ada di belakangnya.
Dila dan Messi terkejut mendengar perintah dari Pak Retno, tinggal sedikit lagi mereka bisa menemukan Kirana. "Tapi pak..." Mesi mencoba meminta kesempatan.
"Dan kalian! Besok datang ke kantor dan datang ke ruangan saya!" ucapan Retno dengan tatapan dingin dan suara yang tegas. Membuat Messi dan Dila yang ingin berontak, jadi menciut.
Pak Retno beranjak dari hadapan mereka berdua, tanpa menoleh lagi ke belakang sedikitpun. Sedangkan bodyguardnya menghampiri Dila dan Messi, kemudian menyuruh mereka untuk pulang.
Kaki melangkah dengan berat hati, Dila dan Messi kembali menoleh ke belakang tampat dimana makam itu tadi. Tapi ternyata memang sudah tidak ada apa-apa lagi disana, kesempatan satu-satunya untuk menemukan Kirana pupus sudah. Dan sekarang mereka ketahuan oleh atasannya, entah apa yang akan mereka hadapi besok, dimarahi habis-habisan, atau bahkan dipecat.
*****
Keesokan Harinya....
Tok... Tok... Tok...
Suara ketukan pintu.
"Masuk" ucap Retno dari dalam.
Pintu terbuka, dua gadis berwajah tegang muncul di hadapannya. Retno menatap seperti seekor harimau yang sedang ingin mengesekusi mangsanya, jari telunjuknya mengetuk kaca meja seiring dengan detak jantung Dila dan Mesi pada saat itu.
"Duduk" ucap Retno tanpa mengalihkan pandangannya ke arah mereka berdua.
Dila dan Mesi duduk di hadapan pak Retno dengan wajah yang tegang, jari jemari saling bergulat satu sama lain.
"Tau apa kesalahan kalian?" tanya pak Retno lagi memecah keheningan. Ruangan ber-AC semakin dingin saja rasanya.
"Kami... Sudah berbohong pak, bohong atas alasan cuti" jawab Dila.
"Hanya itu yang kalian sadari? Sedangkan disini kalian berbohong 3 perkara dan satu pelanggaran" ujar Retno dengan nada dingin.
Dila dan Mesi saling lempar pandang, bagaimana bisa mereka dibilang berbohong 3 perkara dan satu kesalahan!
"Yang pertama. Bohong atas alasan cuti, yang kedua melihat makam, dan yang ketiga..." Retno beranjak dari tempat duduknya kemudian berjalan pelan melintas dibelakang bangku yang sedang di duduki Dila dan Mesi kemudian merangkul sandarannya.
"Kalian berbohong telah mendengar suara Kirana" ucap Retno agak berbisik namun terdengar mengerikan.
"Tapi pak, kami berani bersumpah kalau kami nggak bohong, saya dan Dila benar-benar mendengar suara Kirana! Saya juga punya bukti lain!" ucap Mesi dengan nada tegas.
Melihat ia berbicara, sepertinya karyawan wanita itu tidak main-main. Retno terdiam, ia kembali beranjak menuju depan meja menunggu bukti yang akan diperlihatkan oleh Mesi.
"Ini pak, disini ada foto-foto dan makam kuno itu" ucap Mesi sembari menyodorkan sebuah flashdisk.
Retno menerima flashdisk dan kemudian bergerak menuju laptopnya, ia ingin membuktikan apa yang di ucapkan Mesi dengan begitu yakin itu apa adanya.
Mesi dan Dila menatap ke arah Retno yang sangat serius di depan layar laptopnya, sesekali kedua alis pria tampan dan dingin itu terlihat mengkerut.
"Benar kan pak? Memang ada makam di sana" sahut Dila dengan penuh percaya diri.
"Ya...." Retno menganggukkan kepalanya. "Bukti ini menunjukkan kalau benar kalian hanya berhalusinasi" Retno tersenyum simpul dan sinis.
"Apa???" ucap keduanya serempak.
Kemudian Retno memutar laptop ke hadapan keduanya, di layar itu hanya menunjuk foto semak-semak, gambar blur pecah penuh warna, sedangkan videonya... Hasilnya seperti kamera yang sedang menyoroti matahari. Silau.
"Ke... Kenapa bisa begini. Padahal semalam pas saya buka, foto dan video ini masih terlihat dengan jelas" ucap Mesi mencoba untuk meyakinkan.
"Pak saya mohon, percaya sama kami. Kami tidak..."
Telapak tangan Retno terangkat, memberi isyarat kepada Mesi untuk tidak berbicara lagi. Kemudian, Retno menjentikkan jarinya beberapa kali setelah itu dua orang bertubuh besar datang ke dalam ruangan dan berdiri tegap di belakang Dila dan Mesi, membuat kedua gadis itu semakin ketakutan.
"Kalian masih terikat kontrak bekerja sebagai karyawan disini, kali ini aku memberikan peringatan pertama kepada kalian. Jika kalian berani melanggar lagi, maka lihat saja hukuman apa yang akan kalian dapatkan nanti" ucap Retno menatap tajam.
"Awasi mereka, laporkan apa saja yang mereka lakukan selama dalam pengawasan. Tidak perlu segan jika memang harus menggunakan sedikit kekerasan. Sekarang kalian boleh keluar dari ruangan ini dan bekerjalah dengan baik" ucap pria itu lagi.
"Pak, saya punya bukti satu ini" lagi-lagi Mesi dan Dila meminta kesembuhan. Ia langsung mengambil ponsel yang mereka temukan di dekat makam misterius itu.
"Ini pak... Ini" tangan Mesi gemetar memperlihatkan ponsel Kirana. "Ini adalah ponsel Kirana yang kami temukan di makam itu, mohon percayalah pak!" ucap Mesi sambil menangis.
Namun sepertinya Retno tidak peduli, tanpa memberikan kesempatan kepada keduanya. Ia memberikan isyarat kepada bodyguardnya untuk membawa mereka keluar dari ruangannya.
"Pak... Pak Retno saya mohon percayalah!" ucap Dila ketika mereka digiring paksa keluar. Sampai di depan pintu, bodyguard itu mendorong Dila dan Messi keluar, ketika mereka hendak mendekati pintu lagi, para bodyguard langsung berdiri menutupi dengan tubuh kekarnya. Membuat Dila dan Mesi mengurungkan niatnya.
Sedangkan di sisi lain, dalam ruangan itu Retno terdiam sambil memegang ponsel Kirana yang ditemukan oleh kedua gadis itu. "Kirana..." gumam Retno kemudian menggenggam ponsel dalam kepalan tangannya.