Setelah pulang sekolah dan sampai di rumah. Ruang tamu berantakan, bahkan kamarku juga. Beberapa barang kaca berserakan, ayahku yang biasanya pulang malam, sore ini sudah ada di rumah entah kenapa, tapi masih pakai seragam kantor.
Ia terduduk lesu di pojok ruangan, merintih entah karena apa. tiba tiba dua polisi datang dari dapur dan tidak mengizinkan ku masuk. Aku bingung dan tak terima di usir dari rumahku sendiri, aku berusaha memahami situasi, tak terkendali. Aku berusaha tetap tenang, dan perlahan bertanya apa yang terjadi pada polisi itu, ia hanya menggeleng, menyuruhku pergi.
Tiba tiba ayah menyuruh dua polisi itu minggir dan membiarkanku masuk sebentar. Saat situasi masih terasa aneh, aku meyakinkan diri bertanya pada ayah.
"Kenapa? Ibu mana?" Ucapku sedikit was was, tapi masih berusaha tetap terkendali.
Lenggang, ayahku tetap merintih, tak menjawab
Aku bertanya lagi "ibu mana?" Ucapku dengan nada sedikit lebih tinggi. Berharap mendapat jawaban yang baik, karena perasaanku buruk. Sangat buruk.
setelah lnggang beberapa lama, akhirnya ayahku menjawab "ibu di rumah sakit" ucapnya datar.
"Kenapa? Ucapku tegang sekaligus heran
Tadi ada perampokan di sini, ibu berusaha mempertahankan laptop mu, computer ayah, TV dan koleksi sepatumu Rey... tapi perampok itu brutal!, menghajar habis ibu, pelipisnya robek, dagu, bahu, dahi, dan lenganya lebam. ibu tak kuat lagi, perampok itu berhasil... beberapa sepatumu hilang, dan computer ayah rusak. TV dan Laptopmu aman Rey, perampok itu keburu di kejar para tetangga karena sadar keadaan rumah ini berisik, dan dengar teriakan ibu. Beberapa jam lalu ayah di telfon tetangga lewat HP ibu yang tersembunyi di bawah bantalan sofa. Langsung pulang... saat di sini sudah ada beberapa polisi yang datang, meng evakuasi. Nanti jika ibu sudah oprasi pelipisnya, dan merasa lebih baik, baru bisa di interograsi. Sekarang ibu ada di RS dekat bunderan perempatan itu, di temani bu Rina dan bu Sarah. Ayah di sini saja... mencari bukti, jika kau mau kesana, setelah maghrib saja... bareng ayah." Ucap ayahku patah patah, sesenggukan.
Aku berlari ke kamar, melihat sepatuku. Memang iya, dia mencari merk merk laku untuk di curi, dan salah satunya sepatu kesayangan ku. Tapi sepatu itu tak berharga dibanding kesehatan ibu ku. Dengan harap cemas, aku menunggu maghrib tiba. Berdoa anyak banyak agar semuanya baik baik saja, terkondisi dan ibuku bisa menjalani oprasinya dengan lancar.
Di rumah sakit, aku menuju kamar setelah oprasi, saat masuk... ibuku masih terkena bius, tidur. Aku melihat banyak jahitan di sekitar kepala, wajah, dan tangan nya. Aku menangis sesenggukan. Tak mau semua ini terulang lagi.
Aku ke luar, menjauhi intrograsi polisi yang ikut, dan berharap saat kembali ibuku sudah sadar. Aku pergi ke kantin rumah sakit, membeli cemilan.
aku duduk di salah satu kursi dekat kantin, mengambil posisi dimana ada tempat duduk lagi di depanku. aku menghabiskan minuman dan makanan ringanku sambil melamun. hingga seseorang menyapa ku
"Hai!" Sapa seseorang, bergerak cepat, mengambil tempat duduk di depanku ku. Aku merasa mendengar suara yang familiar, suara yang selama ini amat ku suka, sangat ku rindukan. Aku menengok, tak ada wajah, hanya baju kaos dengan lengan panjang, dan tangan kanan yang memegang teh kotak yang terlihat. Aku mengangkat sedikit kepalaku, melihat wajah yang amat ku kenal. Teman SD ku. Cowok yang dulu paling cool, kalem, tulen nan cerdas ini memang tak begitu populer, apalagi hot boy. Tapi teman teman dekatku mengakui bahwa dia memang menawan. Aku menanggapi sapaan lelaki yang biasa di sapa Adit itu.
"eh... apa kabar dit? Kok rasanya udh lama banget gak ketemu ya?" Ucapku SKSD.
"iya Rey, gw loncat kelas, sekarang kuliah jurusan fisika semester 2. Masih menyesuaikan diri... kemaren kemaren banyak tugas, gak bisa nostalgia ikut reuni SD" Ucapnya santai
Aku terpaku tak percaya, aku tahu dia memang cerdas, tapi tak ku kira akan se cerdas itu.
"Hahaha, bohong ya kamu? Udah berani bohong sekarang! BTW reuni SD kemaren emang dibatalin, banyak yg gak bisa" Ucapku menanggapi
"Yehh... gak bohong! Kalau kamu g percaya, kamu boleh ke kampus tempat aku loncat kelas, jam setengah 10, waktu istirahat mahasiswa" ucapnya dengan suara khas, serak basah kalem yang amat unik.
"Masaaa?" Ucapku menahan malu
"Iya" ucapnya sambil meminum teh kotaknya.
"sejak kapan kamu berani nyapa cewek?" Ucapku curiga, mengingat saat SD dia orang paling kalem, dan pendiam.
"Enggak berani sampe sekarang juga" ucapnya santai
"Terus kenapa tadi kamu nyapa aku?" Ucapku mengangkat sebelah alisku
"Karena aku yakin kamu orangnya gak ge'eran, no baperan" ucapnya
"emang cewek di kampus kamu ge'eran?" Ucapku basa basi
"banget...! Baperan, sekali di sapa langsung ngira aku suka!" ucapnya bergidik
"Haaha... eh, lagian kata siapa aku gak ge'eran?" Ucapku menyelidik
"Ya... bisa tebak sendiri lah, kamu kan orang paling jual mahal sedunia, paling jutek sejagad raya" ucapnya sambil terkikik
Aku terdiam, iya sih... waktu SD aku emang agak jual mahal, judes... tapi gak sejudes itu juga.
"Kalau aku judes dan jual mahal, gak mungkin aku ngajak ngobrol kamu. Paling langsung aku tinggal" ucapku menjelaskan.
"iya sih... tapi g tahu kenapa aku rasa suara kamu tuh moodboster banget" ucapnya.
"Maksudnya? Suara aku ngebass gini! Jadi kamu ngetawain suara aku!!!!???" Ucapku sambil melotot
"Ehhh... enggak kok! Malah unik! Jarang banget aku denger suara cewek ngebass" ucapnya terkendali.
lenggang sejenak
"kamu pacaran ya?" ucapku menyadari dari tadi wajahnya seperti orang baru jadian, ber seri seri.
"ENGGAK!!!!!!! AKU GAK MAU PACARAN!!!" ucapnya membentak, melawan tuduhanku
"kenapa ga mau pacaran? Kebanyakan mahasiswa cari pelarian dengan pacaran kan?" Ucapku heran
"Tapi aku gak gitu!! Come on, aku seumuran sm kamu, pola fikir kitab jauh jauh amat kok. Dan aku yakin kamu gak mau pacaran. " ucapnya memberi kepastian
"Tahu dari mana aku gak mau pacaran?" Ucapku
Dia memasang mata menyelidik, sedikit mengerenyitkan dahi "aku tau kamu trauma sama yang namanya laki!" Ucapnya sedikit berbisik.
aku terdiam, teringat kejadian paling buruk dalam hidupku. Waktu kelas 8, aku sempat suka sama salah satu cowok sekelas. Orangnya diem, tpi tak ku sangka ternyata dia sangat kejam!, diam diam dia bilang sayang ke sahabatku, rayu ini itu, sahabatku ketakutan. Mengadu padaku, wanita yang paling galak saat itu, memang iya sih.. entah kenapa dari dulu sampai sekarang aku selalu kesal mendengar kata naksir, amat sensitif.
Aku memarahi laki laki itu habis habisan, beraninya ia menggoda sahabatku. Masih SMP kok udah kayak gitu! Lama lama, aksinya semakin rumit, ia menyerah menggoda sahabatku. Tapi teman dekatku yang berikutnya jadi sasaran, mengajaknya ketemu di belakang sekolah saat ashar, hanya berdua.
Kebetulan, saat itu aku sedang menuju belakang sekolah, aku memang suka ke belakang sekolah untuk menggambar pemandangan, sesekali mengingat kesalahanku. Saat sampai di belakang sekolah aku melihat teman dekatku sedang menutupi wajahnya, menangis sangat kencang. Agak jauh di depan nya, laki laki itu berdiri, terlihat menggebu gebu emosinya, entah karena apa.
saat aku memeluk teman wanitaku itu, dia langsung balas memeluk ku erat, merintih ketakutan. Aku bertanya kenapa, tapi ia hanya menggeleng, menangis. Laki laki itu lari, setelah dia menyadari kehadiranku. Setelah di interograsi, ternyata teman wanita ku itu dipaksa menjadi pacarnya, sangat tidak layak! Temanku itu takut, berlari. Tapi laki laki itu menarik tangan nya, melemparnya ke dekat pohon. Bodohnya aku menyukai laki laki itu!!!!!!! Sangat sangat menyesal. Sejak itulah aku takut sekali untuk sekedar naksir, apalagi jatuh cinta.
Adit menjentikan jarinya di depan mataku. "Hei! Jangan nangis. Kenapa?" Ucapnya menyadarkan ku.
Author: "Terima kasih banyak buat kalian yang sudah baca dan vote part ini. semoga kalian suka!. dan kalau mau kasih masukan dan saran boleh banget! untuk memperbaiki cerita2 kedepan nya. aku juga butuh dukungan dan pendapat kalian dengan cerita ini. sekian, terima kasih..."