Chereads / AKHIRNYA CINTA / Chapter 23 - Part 23

Chapter 23 - Part 23

Alice duduk di kursi meja makan sambil menopang dagu, pandangannya tak bisa lepas menatap setiap gerakan sang suami yang nampak lihai di dapur. Tak menyangka ternyata sang suami bisa memasak. Ada perasaan kagum menyeruak dalam benaknya, bukankah selama ini seorang laki-laki tidak suka bertempur di dapur guna memasak. Umumnya hanya perempuan saja yang melakukan itu.

Merasa diperhatikan, Rama berbalik mendapati sang istri tercinta menatap kearahnya tanpa berkedip. Bahkan sang istri tak sadar jika dirinya menatapnya.

"Khmm." Rama sengaja berdehem berniat membuyarkan lamunan sang istri.

Dan benar saja seketika Alice gelagapan, pertanda kesadarannya kembali."Tidak baik melamun terus." Rama terkekeh melanjutkan masakannya yang sempat terhenti sebentar.

"Maaf Mas. Aku tadi …"

"Mas tahu suamimu ini memang tampan. Pandangilah hingga kamu puas." Ucap Rama dengan percaya diri sambil memindahkan piring yang diatasnya sudah terdapat tumis kangkung ke meja makan.

Alice diam saja namun dalam hatinya membenarkan apa yang diucapkan suaminya itu. Paras tampan yang melekat pada wajah Rama memang tidak bisa dibantah. Alice akui memang Rama tampan bahkan jauh lebih tampan daripada Panji. Namun hati tak bisa dipaksa, hatinya yang tidak bisa luluh begitu saja akan pesona tampan Rama dan justru perasaannya masih tertaut pada Panji.

Rama juga sadar akan ketampanan yang ia miliki melebihi dari standar. Terbukti dari seberapa antusiasnya beberapa wanita bila di dekatnya. Banyak memujinya Terutama di kantornya, terdapat desas desus beberapa karyawatinya menaruh hati dan berharap bisa memilikinya. Namun Rama tetaplah Rama yang tidak mudah langsung jatuh hati pada wanita, banyak kriteria yang ia pertimbangkan sebelum menjatuhkan hatinya pada seorang perempuan. Bisa dibilang selektif tapi itu wajar karena setiap orang boleh memilih dari yang terbaik dari beberapa yang baik, bukan.

Pantas Intan sampai mengejar-ngejarnya, batin Alice teringat akan perjuangan Intan untuk mendapatkan suaminya hingga tega menyakitinya.

Rama mencubit pelan pipi Alice,"Melamun apa lagi coba." Rama gemas melihat wajah lucu Alice ketika melamun.

"Nggak kok, Mas." Alice bersemu merah diam-diam mengagumi suaminya. Menunjukkan senyumnya memperlihatkan deretan gigi putih rapinya.

Rama terdiam meresapi semburat senyum manis istrinya yang menurutnya sangat manis hingga membuat hatinya berdesir hebat. Merasa beruntung bisa memiliki wanita yang sudah lama ia cintai yang sekarang telah menjadi istrinya, rasanya seperti mimpi. Lama berpisah namun bisa kembali bertemu apalagi sampai berumah tangga.

Perasaan sedih, terpuruk kecewa akan pengkhianatan mantan kekasih, yang sempat ditorehkan Intan padanya tak berlarut-larut ia rasakan. Bahkan kini sudah sembuh total dengan kehadiran Alice. Biarlah dia egois telah merebut Alice dari sang kekasih, bahkan dia rela melakukan apapun demi mendapatkan Alice termasuk menikahi wanita itu. Untungnya orangtua Alice menyetujui niat baiknya untuk segera menikahi Alice walau Alice telah memiliki kekasih. Ditambah nasib baik berpihak pada Rama, hubungan Alice dan sang kekasih tidak jelas memberi kesempatan dan peluang besar pada Rama untuk memiliki Alice.

"Aku nggak nyangka Mas bisa masak juga. Setahuku laki-laki paling nggak suka di dapur, apalagi buat masak."

Rama menyunggingkan senyum merasa terbang,di angkasa secara tidak langsung Alice terpesona dan memuji dirinya hanya. Memang dia akui dirinya bisa memasak karena semenjak kuliah di luar negeri. Dimana dirinya dituntut untuk mandiri, semua apa-apa dilakukannya seorang diri termasuk memasak.

Kekayaan melimpah yang dimiliki kedua orangtuanya tidak membuat dirinya berleha-leha hidup boros, justru dirinya malah memilih hidup hemat. Memang kedua orangtuanya mengirimkan uang yang lebih untuk biaya hidup dan kuliah selama di luar negeri, dan dia benar-benar memanfaatkannya untuk kebutuhan yang pasti saja. Sekalipun teman-temannya telah mengajaknya untuk mencari hiburan selagi hidup di luar negeri yang dikenal bebas, namun Rama tidak mengindahkannya. Dia hanya fokus belajar, kuliah dan selepas kuliah ingin segera pulang untuk merintis usahanya sendiri.

"Mas bisa masak sejak kapan?" lanjutnya penasaran.

Rama menggeser kursinya mendekat kea rah kursi Alice,"Tanyalah apa yang ingin kamu ketahui tentang suamimu ini." Rama mengelus pucuk kepala sang istri dengan mesra.

Alice terdiam. Dia sadar kalau dirinya mulai penasaran dengan kehidupan sang suami. Dia jadi merasa canggung dan serba salah sendiri.

"Mas, suka kalau kamu tanya tentang kehidupan Mas.. Memang seharusnya kita saling mengetahui kehidupan masing-masing. Bukankah kita sudah terpisah cukup lama … banyak yang telah kita lewati setelah kita terpisah dulu." Rama menggenggam tangan Alice yang sedikit menegang ketika awal disentuh. Alice sempat menolak hendak melepas tangannya namun ditahan Rama.

Tanpa Rama sadari dirinya terhanyut untuk terus mengobrol hangat dengan Alice membiarkan masakannya yang dibiarkan begitu saja yang bisa saja dingin.

"Mas, bisa masak semenjak kuliah di luar negeri. Hidup mandiri, apa-apa melakukan sendiri termasuk memasak, mencuci dan menyapu." Alice membelalak tidak percaya. Kedua matanya menatap lekat mimik suaminya mencari kebohongan yang bisa saja dilakukan Rama untuk menarik perhatiannya untuk kagum. Namun tak satupun ia menemukan gelagat aneh yang menunjukkan akan kebohongan.

"Kalau kamu dulu selama kuliah gimana?"

Krukkk krukk

Suara aneh tiba-tiba masuk mengganggu percakapan hangat mereka. Pandangan mereka tertuju mencari sumber suara yang tidaklain berasal dari perut Alice.

Krukk

Alice malu kedua pipinya merona, mengapa perutnya tidak bisa berkompromi untuk menjaga imagenya. Ah kalau begitu pasti dirinya akan dikira kelaparan. Maklum memang dari tadi dia lapar dan ingin segera makan namun malah diajak berbicara Rama. Sayangnya dia malah terhanyut.

"Astaga, maaf udah menunda waktu makanmu." Alice hanya menunduk malu.

"Kita makan dulu ya Mas. Aku sudah lapar."

Rama mengangguk terkekeh,"Makan seadanya saja ya. Mas hanya masak ini saja."

"Nggak papa. Aku suka sama tumis kangkung, walau sudah malam-malam begini. Makasih Mas." Alice memasang senyum manis.

Perut lapar membutuhkan asupan makanan membuat Alice fokus pada makanannya. Tanpa ia sadari Rama justru menyoroti Alice yang tengah asyik makan Melihat Alice makan dengan lahapnya justru malah membuatnya kenyang sendiri.

Alice mengganti pakaiannya sebelum tidur. Malam ini dia memilih dress selutut berwarna merah muda. Lain dari sebelumnya, biasanya dia memakai piyama celana panjang dan kaos. Entahlah dia ingin memakai itu malam ini.

Bersamaan dirinya menuju ranjang, tidak sengaja dirinya berpas-pasan dengan Rama yang baru keluar dari kamar mandi. Rama memakai kaos putih polos dan boxer hitam. Keduanya sempat beradu pandang sebentar, Namun buru-buru Alice memutus kontak terlebih dulu, menunduk sembari melanjutkan langkahnya menuju ranjang.

Sedangkan Rama masih diam memaku di tempat dengan sorot mata tak bisa lepas dari penampilan Alice yang menurutnya seksi menggoda. Meskipun Alice hanya memakai pakaian sederhana dan tak ada riasan sedikitpun yang bertujuan untuk menarik perhatian. Tapi entahlah Rama justru malah tertarik hanya dengan dress selutut Alice yang menampakkan kaki mulus istrinya itu. Sedangkan Alice tidak sadar kalau penampilannya itu memancing hasrat Rama.

"Khmm." Rama berdehem berusaha menepis pikiran mesumnya dengan susah payah.

"Ada apa Mas?" Alice menoleh menatap sang suami sambil duduk menyenderkan punggung ke kepala ranjang.

Rama menarik nafas dalam kemudian dihembuskan kasar,"Nggak papa." Rama berjalan menuju ranjang hendak membaringkan tubuhnya disana bersama sang istri. Alice manggut-manggut, percaya saja.

Kini Rama sudah tidur seranjang dengan Alice semenjak istrinya membuka diri membolehkannya tidur disana juga. Rama menyambutnya dengan penuh bahagia tentunya. Dia yakin dengan seiring berjalannya waktu Alice bisa takluk padanya. Harus sabar menjalani setiap proses yang ada di depan mata untuk bisa mengambil sepenuh hati Alice. Dia ingin Alice nyaman ketika berada disampingnya dan tidak ada paksaan sedikitpun yang justru membuat Alice tidak bisa menerimanya.

"Jadi begini rasanya tidur berdua, sama suami." Alice berusaha tenang.

"Gimana ceritanya, mau dengar cerita Mas?"

Alice menoleh, bingung dengan maksud suaminya itu. Memang apa yang akan dibicarakan, bukankah ini sudah malam dan waktunya tidur. Lagipula besok Rama harus bekerja jadi tidak boleh tidur larut malam bukan, pikirnya.

Rama mencubit pucuk hidung Alice dengan gemas, sepertinya dilihat dari mimik Alice yang terdiam dengan dahi mengkerut pertanda kalau gadis itu lupa akan percakapan yang tertunda di meja makan tadi. Rama tidak bisa menahan tangannya yang jahil menuntut untuk mencubit istri yang sangat ia cintai itu.

"Eh kok di cubit Mas?"

Rama heran kenapa istrinya mendadak sering melamun hari ini,"Kamu lupa pasti pertanyaanmu tadi di meja makan. sejak kapan Mas bisa masak." Rama terkekeh sembari menaikkan selimut menutupi sebagian tubuhnya dan Alice.

Alice mengingat kembali kemudian tak berselang lama bibirnya nyengir pertanda ingat,"Oh ya Mas."

"Gimana mau dengar?" Alice mengangguk walau ini sudah malam waktunya tidur. Tak apa juga, lagipula suaminya itu yang menawarkan diri untuk bercerita. Sekaligus dia ingin tahu akan kehidupan Rama dulu sebelum bertemu dengannya kembali.

Rama menarik tubuh Alice untuk mendekat agar bisa mendengar dengan baik. Dia tahu Alice masih memberi jarak ketika tidur dengannya, walau mereka sudah tidur seranjang. Namun tak apa, Rama memaklumi mungkin Alice butuh penyesuaian.

"Kalau mau dengar cerita mas ya jangan jauh-jauh seperti tadi. Nggak dengar lah sayang nanti." Alice terkejut mendengar nama panggilan Rama untuknya yang terdengar aneh di telinga namun mampu membuat kedua pipinya merona.

Dret dret

Atensi Rama teralihkan pada dering ponselnya yang memecah keheningan di kamarnya. Dengan amat terpaksa Rama menghentikan percakapan hangat dengan Alice.

"Sebentar ada pengganggu." Rama beranjak guna meraih ponselnya.

Alice terkekeh sembari mengangguk saja. Sungguh lucu ekspresi Rama ketika merasa terganggu, pikir Alice.

"Halo," ketus Rama ketika mengangkat panggilan masuk.

"Hadehh bro, suaranya nggak enakin aja."

"Udah malam, ganggu aja kamu, Za!"

"Ya sorry bro udah ganggu waktu pasutri baru nih, ini aku mau ngasih tahu kalau besok ada meeting dadakan pagi ada …"

"Ada masalah?"

"Sedikit, tapi aku yakin kamu bisa nyelesaiin. Makanya aku ngasih tahu supaya bisa segera kamu atasi besok."

"OK." Rama memutus panggilan sepihak meninggalkan Reza yang mengumpat di seberang sana karena belum selesai bicara.

Rama meletakkan ponselnya di atas nakas kemudian menoleh ke belakang menatap sang istri yang sudah tertidur pulas.

Perasaan dirinya hanya sebentar berteleponan dengan Reza tapi Alice malah sudah keburu tidur duluan. Rama berdecak kesal menggelengkan kepala tidak percaya. Kemudian Rama ikut berbaring di sebelah Alice yang sudah nampak terlepap di bawah alam mimpi.

"Cantik." Rama tak berhenti menatap wajah damai sang istri yang sudah terlelap tidur.

Rama menarik Alice mendekat ke arahnya kemudian di dekapnya dengan erat. Dia tidak peduli Alice nanti marah, yang penting istrinya itu sudah tertidur jadi dia bisa melakukan apapun.

Hingga tidak sadar rasa kantuk menular pada Rama. kedua mata elang itu mulai menutup seiring deru nafas teratur Alice bagai alunan alami pengiring sekaligus penghantar tidur Rama.

.