Chereads / AKHIRNYA CINTA / Chapter 29 - Part 29

Chapter 29 - Part 29

Setelah menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, Alice beranjak keluar kamar. Dia menjalankan tugasnya sebagai istri yaitu menyiapkan sarapan suaminya.

"Semalam Mas Rama tidur di kamar sebelah." Alice cemberut melihat kamar sebelah yang tertutup rapat dimana semalam selepas perdebatan itu Rama memilih tidur disana. Mungkin suaminya itu butuh sendiri dan dia tidak mau diganggu.

Tidak mau membuang waktu, Alice beranjak menuju dapur untuk menjalankan tugasnya yaitu menyiapkan sarapan suaminya. Hubungannya dengan Rama yang sedang tidak baik tidak menjadi alasannya untuk tidak menjalankan tugas sebagai istri bukan.

Kini Alice baru tahu rasanya hidup berumah tangga yang tidak mungkin mulus-mulus saja namun pasti ada konflik menghampiri mereka. Seperti sekarang saja disaat hangat-hangatnya masa-masa di awal pernikahan mereka sudah dihadapkan masalah.

"Sebagai gantinya atas kejadian semalam, aku membuatkan nasi goreng special." Alice meracik bumbu nasi goreng dan orek tempe. Memang menunya sederhana namun racikan bumbunya ia buat lebih dari biasanya. Mengingat Rama sedang tidak dalam keadaan baik padanya. Jadi butuh asupan atau obat untuk meluluhkannya.

Tidak terasa langit yang tadinya gelap kini sudah terang pertanda aktivitas pagi hari tiba. Diliriknya meja makan yang sudah tertata rapi menu sarapan yang menggugah selera. Tentunya itu semua dihidangkan untuk Rama.

Ceklek

Alice menoleh kearah pintu kamar yang terbuka menampakkan Rama sudah terlihat rapi dengan kemeja kantornya berwarna putih. Masih berdiri, bersiap menunggu Rama di meja makan, Alice sudah bersiap mengambilkan makanan suaminya.

Tap tap

Alice mendengar langkah kaki yang telah melewati meja makan. Netranya seketika menatap kearah Rama yang ternyata sudah berlalu pergi begitu saja tak menghiraukan keberadaannya di meja makan disertai menu sarapan pagi yang sudah siap namun nyatanya hanya dibiarkan Rama begitu saja.

"Mas …" Alice memanggil dengan lirih. Masih ada perasaan yang mengganjal belum siap untuk mengajak bicara terlebih dulu pada suaminya, perasaan takut, malu, dan canggung menjadi satu.

Alice beranjak dari meja makan berniat menyusul Rama namun sayang suaminya sudah terlanjur masuk kedalam mobil. Terlambat sudah Rama telah melanjukan mobilnya meninggalkan rumah. Alice menghela nafas, percuma dia sudah menyiapkan sarapan special untuk Rama.

"Semakin kesini hubunganku dengan Mas Rama semakin menjauh saja, berbeda sebelum menikah."

Setibanya di kantor, semua karyawan terlihat terkejut akan kedatangan sang direktur yang tidak biasanya berangkat kerja terlalu pagi. Ya, biasanya Rama tiba di kantor tepat saat jam masuk kantor nah sekarang masih terlalu pagi untuk laki-laki itu datang.

"Eh Pak Rama sudah datang. Tumben."

"Ya. biasanya datangnya tepat saat jam 8. Eh tapi kalau dilihat-lihat auranya kok terlihat beda dari biasanya. Cemberut gitu."

"Cemberut-cemberut gitu tetap tampan. Aneh nggak kuat gue lihatnya."

"Ya benar. Nasib-nasib punya direktur yang tampannya tingkat dewa. Gue apalah hanya karyawan biasa yang berharap bisa bersanding disampingnya apalagi menjadi belahan jiwanya."

"Euhhhh. Sadar! Selera Pak Rama itu model cantik dan seksi, bak gitar spanyol, nah loe?"

"Ya bener. Kayak Intan, model itu. Tapi aneh ya beberapa hari terakhir ini mereka nggak terlihat bersama."

Rama melihat beberapa karyawannya mencuri pandang kearahnya. Kesal jelas sudah pasti bahkan rasanya sampai sudah di ubun-ubun menuntut untuk dilampiaskan. Masalahnya dengan Alice belum kelar kini ditambahi lagi dengan masalah di karyawannya.

"Kalian! Apa tidak ada kerjaan untuk dikerjakan. Kalau tidak ada,keluar dari perusahaan ini." teriak Rama menggelegar membuat semuanya menunduk ketakutan.Rama tidak tahu pasti apa yang dibahas oleh karyawannya tersebut namun dia yakin dari cara pandang mereka membuat Rama tidak nyaman. Walau dia akui dirinya tampan hingga banyak para wanita mengidolakannnya namun saat ini dia tidak butuh itu karena moodnya sedang jelek. Dan itu semua karena Alice.

"Maaf Pak. Maafkan kami." Beberapa karyawan tersebut ngacir kembali ke tempatnya masing-masing.

Rama tidak peduli memilih beranjak begitu saja meninggalkan dan berjalan dengan perasaan dongkol menuju ruang kerjanya. Sungguh dia badmood sekali sekarang.

Dihempaskannya tubuh gagahnya begitu saja ke kursi singgasananya. Kedua matanya terpejam, sungguh dia teringat jelas akan aroma harum nan sedap yang sempat ia sesap yang berasal dari masakan Alice tadi pagi. Selama ini Alice selalu menghidangkan menu sarapan untuknya. Tapi entah kenapa masakan tadi pagi begitu tajam hingga membuat hidungnya kembang kempis. Namun ego tetap sama tidak mau mengalah hingga dia memilih untuk pergi meninggalkan Alice di meja makan yang sudah menunggunya.

"Arghhh." Rama frustasi berusaha mengusir perasaan bersalah bercampur puas karena telah menuruti kata hatinya yang masih dongkol dengan Alice.

Malam telah tiba Rama tidak peduli hanya dirinya saja yang masih berada di kantornya. Akibat pikirannya yang tidak bisa konsentrasi bekerja dengan baik hari ini, alhasil dirinya jadi larut mengerjakan berkas yang harus ia tangani.

Mata lelah disertai tubuhnya yang sudah tidak bisa diajak kompromi untuk bekerja lagi akhirnya Rama memutuskan untuk pulang. Lagipula pekerjaan di kantornya sudah selesai dan itu membuatnya lega.

Rama melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 10 malam,"Sudah malam sekali."

Rama tidak sengaja pulang larut malam tapi tak apa dia juga bisa menghindar dari Alice, belum mau bertemu. Dia masih marah dan kecewa tentunya pada istrinya itu yang jelas-jelas masih mengingat masa lalunya bersama sang kekasih sedangkan dia sudah berjanji untuk belajar mencintainya.

"Pak baru pulang?" security kantor terkejut melihat Rama yang baru pulang.

"Hmm. Saya pulang dulu." Rama menuju parkiran dimana mobilnya berada.

"Ya Pak, hati-hati." Rama mengangguk berlalu dengan segudang rasa lelah menggerogoti tubuhnya.

Setibanya di rumah, Rama melihat rumahnya tampak sepi dan gelap, Itu artinya Alice sudah tidur. Rama membuka pintu dengan kunci cadangan. Tanpa pikir panjang Rama menuju kamarnya tanpa melihat meja makan yang sudah tertata rapi guna menyambutnya.

Di tempat yang berbeda Alice sudah tertidur pulas. Awalnya tadi berniat menunggu Rama pulang. Namun lama ditunggu tak kunjung pulang hanya membuat Alice mengantuk dan tidak bisa ia tahan. Alhasil dirinya memilih untuk tidur, lagipula makan malamnya telah ia siapkan.

Pagi kembali menyambut, Alice seperti biasa bangun pagi untuk bersiap memasak. Dengan tubuh yang segar dirinya bersiap bertempur di dapur. Lagi-dan lagi dirinya menghela nafas melihat Rama yang tidak tidur seranjang dengannya. Jujur semakin kesini dirinya merasa bersalah.

"Astaga makan malamnya tak dimakan sama sekali." Alice menatap makan malamnya yang tertutup tudung saji tak tersentuh dan masih sama persis saat ditinggalnya.

Alice kecewa namun tak bisa menyalahkan Rama karena tak menghargai masakannya. Laki-laki itu benar-benar marah padanya buktinya tidak hanya diam dan tidur sekamar namun juga tak mau memakan masakan yang telah ia masakkan khusus untuk Rama.

Disaat Alice masih berkutat ddengan masakannya yang belum jadi tiba-tiba Rama keluar dari kamar dengan setelan rapi siap berangkat kantor. Alice menoleh tidak percaya suaminya bangun sepagi ini dan bahkan sudah siap berangkat bekerja disaat makanannya belum terhidang semua.

"Mas …" cegah Alice reflek membuat langkah Rama terhenti tanpa membalikkan badannya.

"Mas mau berangkat sekarang, sarapannya belum siap."

Rama tidak menggubris dan memilih membuang kasar nafas kemudian berlalu pergi tanpa pamit. Hatinya masih bercokol dongkol disana hingga tidak mau melihat Alice sedikitpun.

"Mas." Alice meraih tangan Rama susah payah.

Rama reflek membalikkan badan dengan tatapan tajamnya seolah hendak menusuk Alice. Sedangkan yang ditatap seperti hilang ditelan bumi karena takut akan netra tajam Rama. Tanpa disadarinya cengkraman tangan Alice mulai mengendor, membuat Rama bermuka datar nan dingin itu berbalik badan untuk meninggalkan Alice.

"Maafkan aku, Mas." lirih Alice seiring kepergian Rama. Hatinya berdenyut nyeri melihat kemarahan Rama.