Chereads / AKHIRNYA CINTA / Chapter 25 - Part 25

Chapter 25 - Part 25

Alice berkutat di halaman belakang rumah seorang diri untuk mengisi waktunya yang kosong. Tangan mungil putih mulusnya begitu terampil bercocok tanam menaman aneka tanaman hias. Tak peduli tangannya belepotan kotor dilumuri tanah basah. Diam-diam gadis itu memiliki hobi berkebun.

"Wah cantik banget. Adem lihatnya kalau gini." Alice berdecak puas melihat hasil cocok tanamnya begitu indah menyejukkan hati berdiri disana.

Betapa indahnya halaman rumah Rama yang tadinya gersang kini telah disulap Alice menjadi lebih berwarna dengan kehadiran tanaman aneka bunga disana. Bunga mawar, tanaman pucuk merah, bunga kamboja putih dan tanaman Lee Kwan. Kebetulan jauh-jauh hari Alice telah memesan beberapa tanaman hias untuk ditanamnya di halaman belakang rumah tentunya tanpa sepengetahuan Rama.

Rasa lelah dan capek Alice terbayarkan kala hasil mahakaryanya nampak begitu indah dan mempesona,"Kalau begini, bisa dijadikan tempat istirahat." Alice menyeka keringat yang berjatuhan di pelipisnya sembari duduk di gazebo. Alice duduk berteduh di gazebo menghindari dari teriknya sinar matahari. Halaman belakang Rama terdapat kolam renang, gazebo dan jalan setapak ditaburi bebatuan kecil.

Semilir angin dan iringan music dari ponselnya menemani kesendiriannya dalam meregangkan otot. "Dulu kamu pernah ngasih bunga di telingaku." Alice menatap bunga kamboja berwarna putih yang mekar dengan indahnya. Bunga itu mengingatkannya pada Panji, orang yang dikasihnya.

Tak terasa waktu istirahat di kantor telah tiba, beberapa karyawan berhamburan keluar hendak istirahat ada yang pergi ke kantin kantor dan ada sebagian pulang ke rumah bagi karyawan yang memiliki rumah dekat kantor. Salah satunya Rama memilih pulang ke rumah.

Kepulangannya itu tak ia beritahukan pada sang istri karena ingin memberikan kejutan sekaligus ingin melihat apa saja yang dilakukan Alice di rumah selama dirinya tidak ada di rumah. Tidak lupa Rama juga membeli makanan untuk ia bawa pulang.

Setibanya di rumah, tampak pintu dan gerbang tertutup rapat. Rama membuka pintu rumahnya sendiri dengan bantuan kunci cadangan yang telah ia miliki.

Ditatapnya seisi rumahnya yang nampak sepi dan hening. Tak ada tanda Alice disana. Kakinya terus melangkah mencari keberadaan sang istri. Rasa penat yang menempel pada tubuhnya membuatnya ingin segera merebahkan tubuh di sofa. Namun karena rasa penasaran, ingin melihat Alice membuatnya harus mengalahkan egonya.

Seisi rumah yang sepi dan kamarnya kosong, hanya halaman belakang yang belum ia datangi. Rama tersentak kaget mendapati seorang perempuan berdiri di halaman belakang rumah seorang diri. Dilihat dari postur tubuh dan tidak ada lagi selain dirinya dan Alice yang tinggal di rumah itu, sudah pasti kalau perempuan yang tengah membelakangi Rama tidak lain adalah Alice, istrinya.

Pandangannya yang hanya tertuju pada Alice seketika teralihkan pada pemandangan baru yang membuat decak kagum di hatinya. Halaman yang dulunya gersang sepi akan keindahan tanaman mendadak berubah total kini mulai ramai dipenuhi beberapa tanaman hias. Kesan berwarna nan elok di pandang mata membuat hati tenang kala sejauh mata memandang.

"Indah." Lirih Rama sambil berjalan mendekat.

Alice mendengar ada suara langkah kaki di belakangnya membuatnya terkejut reflek membalikkan badan.

"Mas Rama, udah pulang …" Kedua matanya membola mendapati Rama menghampirinya, setelan kemeja kantor berwarna putih dengan kancingnya dibiarkan terbuka bagian atas. Ini jam berapa, suaminya sudah pulang kerja, pikir Alice.

"Ini kamu yang menamnya?" Alice mengikuti netra Rama yang tertuju pada tanaman yang telah ia tanam sedari pagi.

Alice mengangguk. "Sendirian?" Alice lagi dan lagi mengangguk. Bukankah di rumah itu hanya dirinya saja jadi siapa lagi yang akan membantunya sedangkan suaminya sendiri sedang bekerja.

Rama menatap Alice tidak percaya bercampur perasaan kagum. Kreatif dan rajin itulah penilaian yang disematkan Rama pada istrinya. Tidak menyangka istrinya itu memiliki hobi berkebun. Ada kebanggaan tersendiri dalam hatinya melihat sang istri yang bisa mendekor rumahnya menjadi lebih berwarna. Ya, rumsahnya sama saja rumah Alice bukan.

"Mas kok udah pulang?" heran Alice mengalihkan perhatian Rama yang masih berdecak kagum.

"Sudah waktunya istirahat. Sengaja Mas pulang, istirahat di rumah sekalian temu kangen sama istri." Rama melempar senyum menggoda pada Alice.

Alice mengangkat kedua bahunya,"Ya terserah kamu Mas. Tapi aku belum masak. Bentar aku masakain dul …"

Rama menarik tangan Alice menuju gazebo kemudian didudukkannya disana. Disusul dengan Rama duduk juga, tepat disebelah Alice.

"Pizza?" Alice menatap apa yang dibawa dan sedang dibuka Rama. Ya, Rama tadi menyempatkan membeli pizza untuk dimakan di rumah.

"Aku beli di jalan. Jadi nggak usah masak, makan ini saja." Rama membuka bungkus pizza terpampanglah makanan yang lezat menggugah selera.

Alice mengangguk, memaklumi mungkin Rama sedang ingin makan pizza makanya beli itu. Rama mengambil satu potong pizza dan diarahkannya ke mulut Alice.

Alice melongo bingung akan apa yang dilakukan Rama. "Buka mulutnya, dimakan." Titah Rama yang langsung dituruti Alice dengan membuka mulutnya. Rama menyeringai puas kemudian menyuapi Alice.

Netra Rama tak berhenti menatap Alice yang tengah mengunyah pizza yang terlihat menggemaskan, pipi chubby mengembung ditambah bibir manyun berwarna merah muda bercampur saus pizza menyita perhatiannya. Diam-diam hasrat Rama mulai terpancing akan pemandangan itu.

"Mas nggak makan?" Alice menatap heran suaminya yang malah tidak makan malah terus menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Alice tidak tahu kalau Rama tengah terhipnotis akan bibir seksinya itu.

"Suapi!"

Alice mendengarnya tentu terkejut. Sadar akan apapun permintaan dan perintah Rama adalah kewajiban yang harus ia turuti dan patuhi, Alice langsung menurutinya. Tangan mungilnya kaku bercampur gemetar kala mengarahkan sepotong pizza ke mulut Rama yang sudah menganga.

"Ini pertamanya aku menyuapi Mas Rama,"

Entah kenapa tiba-tiba secuil kenangan bersama Panji kembali terlintas. Dulu dia pernah menyuapi sang kekasih kala masih bersama di bangku kuliah. Teringat akan hal itu Alice tersenyum miris. Tidak menyangka sekarang hubungannya dengan sang kekasih kandas di tengah jalan. Mantan kekasih? Tentu tidak karena hubungan mereka belum terputus secara resmi namun hanya hilang komunikasi saja.

"Kamu kenapa? Aku sudah lapar." Alice gelagapan kemudian fokus menyuapi Rama lagi.

"Maaf, Mas."

"Kenapa?" Alice menggeleng tidak mau mengungkapkan apa yang sedang dipikirkannya tadi. Menjaga perasaan Rama tentunya.

Rama tahu gelagat aneh Alice sepertinya tengah menutupi sesuatu darinya. "Maaf nggak sempat masak tadi. Nggak tahu kalau Mas pulang ke rumah." Alice mengalihkan pembicaraan.

"Nggak papa. Yang penting suapi aku sebagai gantinya."

Alice mengangguk dan kembali menyuapi Rama dengan sabar dan telaten. Tak terasa keduanya larut dalam makan bersama diikuti obrolan hangat. Bahkan Rama juga balik menyuapi Alice. Alice sempat menolak namun dipaksa Rama. Tidak terasa pizza telah habis dimakan keduanya.

"Aku tahu hatimu belum kumiliki sekarang, matamu dan caramu bersikap membuatku tahu kalau hatimu masih tertaut pada kekasihmu." Rama sendu menangkap gelagat aneh Alice ketika berbicara padanya.