Chereads / AKHIRNYA CINTA / Chapter 2 - part 2

Chapter 2 - part 2

Adzan Subuh berkumandang, Alice bangun dan langsung menunaikan shalat Subuh. Setelah shalat Subuh, ia menuju ke dapur untuk membantu ibunya memasak. Sudah menjadi rutinitas Alice ketika di rumah ia pasti membantu ibunya memasak untuk menyiapkan sarapan. Karena sering membantu ibunya memasak jadi tidak mengherankan kalau Alice mempunyai bakat memasak. sama seperti ibunya juga ahli memasak makanan. Alice belajar memasak dengan ibunya karena ibunya selalu mengajarinya memasak bila berada di rumah.

Tepat jam 6 pagi menu sarapan telah siap semua dan tersaji di meja makan. Keluarga Alice langsung sarapan bersama. Di sela-sela sarapan, Alice menyempatkan untuk mengutarakan keinginannya membuka usaha restaurant. Dia ingin membuka usaha sendiri sama seperti ayahnya. Salim dan Zubaidah terkejut dengan keinginan anaknya yang terkesan mendadak dan mengejutkan, hanya bisa saling tatap menatap satu sama lain. Alice ingin membuka usaha tersebut karena ia tahu kalau dia suka yang berbau kuliner. Ditambah lagi dia yang memiliki latar belakang pendidikan management saat kuliah bisa dimanfaatkannya dalam dunia kerja nantinya.

"Gimana pah, mah?" Alice menatap orangtuanya memohon.

"Terserah kamu nak. Pesan papah, kamu nggak usah buru-buru. Lagian kamu juga baru lulus. Carilah pengalaman dulu diluaran sana." Saran Salim sambil meletakkan gelas yang berisi susu.

"Ya nak. Nggak usah buru-buru." Zubaidah juga sependapat dengan suaminya. Mereka pasti khawatir, Alice yang belum memiliki pengalaman dalam dunia kerja apalagi baru lulus kuliah malah langsung membuka usaha sendiri.

Alice terdiam menahan kecewa akan ketidaksetujuan orangtuanya namun kalau dipikir kembali memang apa yang diucapkan orangtuanya ada benarnya juga. Setidaknya dia mencari pengalaman bekerja dulu.

"Nanti kita bahas lagi ya sayang." Salim beranjak dari kursinya hendak berangkat karena jam sudah menunjukkan pukul 06.40.

"Mau berangakat sekarang Yah?" Zubaidah menatap mata suaminya.

"Ya. Ayah berangkat dulu ya."Pak Salim menyempatkan berpamitan dengan keluarganya.

Bisa dibilang Alice dari keluarga kecukupan. Usaha ayahnya lancar dan bahkan telah memiliki cabang di beberapa daerah. Kesuksesan bisnis ayahnya tidak lantas membuat Alice tumbuh dan berkembang menjadi anak yang manja dan berleha-leha saja. Malahan sebaliknya ALice justru menjadi anak yang mandiri dan pekerja keras. Itu dibuktikan ketika Alice masih kuliah sudah memiliki pekerjaan sampingan diluar jam kuliahnya. Ia pernah bekerja sebagai pengajar anak SD dan menjual jajanan hasil buatannya sendiri untuk dititipkan di warung-warung dekat tempat kuliahnya. Itu semua tidak lepas dari didikan orangtuanya untuk hidup seadanya dan mandiri.

Setelah sarapan, Alice dan ibunya bersantai-santai di ruang keluarga. Zubaidah sedang menjahit beberapa pakaian robek. Sedangkan Alice sedang memainkan laptopnya.

Ting tong

"Mah, biar aku aja yang buka pintunya. Mamah lanjutin aja menjahitnya."Alice menawarkan diri untuk membuka pintu rumah.

"Oh ya sudah kalau gitu mamah lanjutin jahitnya." Zubaidah melanjutkan jahitannya yang sempat tertunda.

Saat Alice membukakan pintu ternyata yang sedang bertamu adalah seorang laki-laki Pertama kali melihat laki-laki tersebut kesan pertama yang ada dipikiran Alice, tampan dan gagah sekali sepertinya laki-laki tersebut rajin berolahraga hingga dada bidang laki-laki itu tercetak jelas di dibalik kaos putih transparannya dan dipadukan dengan celana hitam selutut. Semakin lama, Alice merasa tidak asing pada laki-laki tersebut.

Alice buru-buru mengalihkan pikiran anehnya kemudian menatap laki-laki tersebut hingga keduanya saling adu pandangan,"Dengan siapa? Ada yang bisa saya bantu?" Alice membuka percakapan terlebih dahulu, penasaran siapa sosok laki-laki tersebut .Pria tersebut terlihat melamun saat memandang wajah Alice. Bahkan mengedipkan mata saja tidak.

"Kak..?" Alice mengibaskan tangannya di depan wajah laki-laki tersebut agar tersadar dari lamunannya.

"Ini Alice? Masih kenal aku?" Laki-laki tersadar dan mengulurkan tangan kepada Alice. Alice langsung menjabata tangannya dan menganggukan kepala walau masih penasaran dan heran, sebenarnya siapa laki-laki di hadapannya ini.

Alice memperhatikan lekat wajah laki-laki tersebut untuk diingat kembali apakah dia mengenalinya.

"Kak Rama ya?" Alice memastikan, mulai ingat siapa laki-laki itu lewat suaranya saat berbicara. tapi kalau dilihat dari paras wajahnya dan postur tubuhnya dia tidak bisa mengenalinya.

"Ya aku Rama. Pulang kuliah ya?" Tanya Rama sambil menatap wajah manis Alice. Diam-diam Rama terpesona akan kecantikan yang ada pada paras wajah Alice. Tangan mereka mulai melepas.

Alice mengangguk pelan,"Aku sudah wisuda kak. Baru saja kemarin."Alice menjawab dengan sedikit canggung karena baru kali ini ia bertemu dan berbicara dengan Rama setelah hampir 8 tahun lebih tidak pernah bertemu. Rama dan ALice terpaut usia dua tahun.

"Tante Zubaidah, dimana?" Rama mengalihkan pembicaraan dan sekarang mulai cinglak cingluk mencari keberadaan mamahnya Alice dari balik pintu. Bisa parah kalau dia terus mengagumi pesona Alice nanti, walau dia masih ingin menatap Alice lebih lama lagi.

"Mamah ada di dalam. Silahkan masuk kak." Alice mempersilahkan Rama untuk masuk.

"Lain kali aja. Ini aku hanya sebentar saja mau memberikan buah tangan dari mamahku yang baru pulang dari Yogyakarta." Rama terlihat tergesa-gesa.

"Beneran nggak mampir dulu ini kak?" Alice memastikan sekali lagi pada Rama sambil tersenyum.

"Lain kali saja. Soalnya di rumah ada saudara takut dicariin." Rama mendengar ada suara keponakannya memanggil namanya.

"Oh ya sudah makasih ya."Alice memasang senyum manisnya.

"Aduh senyumnya. Nggak nyangka dia sudah sebesar ini dan semakin cantik saja." puji Rama dalam hati.

"Aku pamit dulu." Rama menyempatkan menatap Alice dulu sebelum meninggalkan rumah wanita itu.

Setelah ditinggal Rama pulang Alice langsung masuk rumah menuju ruang makan untuk meletakkan makanan tersebut. Dia tidak menyangka kalau ini adalah awal pertemuannya dengan Rama setelah 8 tahun lebih tidak berjumpa karena kesibukan masing-masing. Semenjak mereka menempuh bangku SMP waktu bermain mereka semakin berkurang bahkan hampir tidak ada. Berbeda ketika mereka ketika masih duduk di bangku SD, mereka selalu menyempatkan untuk bermain bersama karena kebetulan mereka adalah tetanggaan satu kompleks. Dulu Rama tidak setampan dan setinggi sekarang. Maka dari itu saat tadi bertemu, ALice sampai-sampai tidak mengenalinya.

"Mah ini ada bingkisan dari Bu Almira, mamah Kak Rama baru pulang dari Yogyakarta." Alice meninggalkan dapur, mengahampiri mamahnya yang sedang menjahit.

Sekarang umur Rama menginjak usia 23 tahun, sudah bisa hidup mandiri dan bahkan dia sudah bisa dibilang sukses. Dia sudah memiliki usaha restaurant dan konveksi di Bandung, Jakarta dan Semarang. Kesuksesan tersebut didapatnya dengan usaha kerja kerasnya sendiri tanpa campur tangan dari orangtuanya. Ayahnya adalah seorang pengusaha tekstil di Jakarta dan ibunya sebagai ibu rumah tangga. Walau ayahnya menjadi pengusaha dengan beberapa bisnisnya tidak membuat Rama berpangku tangan dengan meminta bantuan sang ayah dalam bekerja. Cita-citanya dari kecil adalah menjadi pengusaha seperti ayahnya, namun dia berjani tidak akan meminta bantuan sang ayah. Baginya kesuksesan itu harus ia capai sendiri walau harus memulai dari nol dan segala konsekuensi harus ia terima nantinya.

Melihat kesuksesannya banyak membuat kaum wanita yang mengidolakan Rama, selain tampan dia itu juga baik hati dan telah mapan. Sehingga cocok dijadikan suami dan menantu idaman walaupun umurnya masih terbilang muda untuk menjadi seorang suami. Itu semua cerita dari Bu Zubaidah. Alice yang mendengarnya hanya bisa melongo sambil menatap dengan tidak percaya pada posisi Rama sekarang.

"Masak kak Rama sesukses itu ?"Alice masih tidak percaya.

"Ya bener." Zubaidah menjawab sambil menjahit. Alice langsung percaya karena menurutnya mamahnya tidak mungkin juga bohong padanya.

"Mah Kak Rama kok terlihat beda sekali ya."Alice mengingat kembali penampilan Rama yang sekarang jauh berbeda ketika masih kecil. Zubaidah seketika terkejut mendengar pengakuan anaknya barusan hingga jahitannya lepas dari tangannya/

"Beda gimana nih? Tambah ganteng ya?" Zubaidah terlihat mulai menggoda Alice.

"Ya. Tambah tampan, tinggi, badannya berotot."Alice menjawab dengan polos dan jujur.

"Kamu suka ya?" Goda Zubaidah. Alice langsung menyangkalnya lagian dia sudah punya pacar. mana mungkin suka sama orang lain.

"Apaan sih mamah. Kan aku cuma ngasih tahu aja tadi."Alice merasa malu sendiri karena mamahnya mencoba menggoda anaknya.

"Iya ya mamah hanya bercanda. Lagian kamu udah punya pacar kok ya." Zubaidah melanjutkan menjahit lagi.

"Udah-udah mamah mau nyelesaiin jahitan mamah. Bicara sama kamu terus nggak selesai-selesai nanti jahitannya." Zubaidah mulai fokus menyelesaikan jahitannya kembali.

"Uhhh mamah,"jawab Alice dengan tertawa.

Melihat mamahnya sedang fokus menjahit dan tidak bisa diajak berbicara lagi, membuat Alice melamun memikirkan Rama. Penampilan Rama tadi sangat berbeda dengan penampilannya dulu sehingga membuat Alice bertanya-tanya sendiri kenapa dia bisa berubah secepat itu. Sekarang Rama terlihat lebih dewasa.

Ketika masih kecil, penampilan Rama sangatlah kurus dan tinggi. Mungkin orang lain melihat penampilan Rama saat itu menganggapnya kurang gizi padahal dia berasal dari keluarga berada bahkan terbilang kaya. Yang pastinya gizi dalam makanannya sudah dijamin ada.

Tok tok

Alice langsung beranjak dari kursi tempat ia duduk. Setelah dibuka pintunya ternyata ayahnya sudah pulang. Ini memang sudah waktunya pulang kerja.

"Ayah. Ayah udah pulang." Alice membuka pintu.

Alice dan Salim sudah ke meja makan. Ayahnya yang sudah biasa ketika sepulang kerja pasti langsung makan. Melihat suami dan anaknya sedang sibuk ngobrol di meja makan, Zubaidah langsung menghampiri dan meninggalkan jahitannya sebentar.

"Apaan sih ini rame banget." Zubaidah mulai ikut nimbrung pembicaran diantara Alice dan suaminya.

"Ini mah, kata ayah tadi bawa makanan." Alice menatap mamahnya yang baru datang.

"Bawa apa yah?" Zubaidah ikut penasaran sama seperti Alice juga.

"Baunya kok kayak gado gado ya pah." Alice berusaha menebak apa makanan yang dibawa ayahnya.

"Nih makanan kesukaan Alice. Gado gado." Salim menatap dan tersenyum ke arah Alice.

"Wah seneng nih dia. Makanan kesukaannya ada di depannya." Seketika Zubaidah langsung menatap Alice karena makanan gado gado adalah makanan favorit Alice.

"Ayo kita makan bareng-bareng." Alice langsung mengambilkan 3 piring di dapur dan meletakkannya di meja makan.

"Semangat banget nih anak." Salim menatap anaknya yang cekatan langsung mengambilkan piring untuk kedua orangtuanya dari dapur.Mereka bertiga langsung menikmati makanan gado-gado yang telah dibeli Salim. Sejak kecil Alice memang suka dengan gado-gado. Makan bersama terasa nikmat dengan selingan obrolan hangat tentunya.

Setelah makan, Alice kembali ke kamar. Sudah semalam ini tapi Panji belum mengabarinya. Alice merasa kepikiran sama Panji. Tumben seharian ini dia tidak menghubunginya. Sekilas dalam pikirannya ingin mengirimkan pesan pada Panji tapi diurungkannya lantaran sudah malam., takut mengganggu waktu Panji yang mungkin saja sedang sibuk.