Hari ini Alice antusias menghantarkan Rama seperti biasa sebelum berangkat bekerja. Dirinya tidak sabar pergi ke rumah Panji. Diam-diam tanpa sepengetahuan sang suami ketika sibuk bekerja, Alice mengunjungi Panji dan sering menghabiskan waktu bersama Panji.
"Aku tinggal berangkat kerja. Jangan terlalu capek." Pesan Rama sebelum berangkat kerja.
Cup
Alice memejamkan mata kala keningnya dicium cukup lama oleh Rama, seperti biasa Rama selalu mendaratakan kecupan mesra dan sayang padanya sebelum berangkat.
"Hati-hati mas." Rama mengangguk sembari melambaikan tangan menuju mobil.
Jujur ada perasaan bersalah, tanpa sepengetahuan suami, Alice bertemu dengan Panji dibelakang Rama. Tapi mau bagaimana lagi ini sebagai penebus kesalahannya kemarin dengan cara membantu dan mendukung kekasihnya itu dalam masa pemulihan. Terhitung sudah tiga hari dirinya aktif berkunjung ke rumah Panji yang tidak lain adalah untuk membantu berjalan Panji. Walau disela-sela itu ada adegan-adegan mesra dimana mereka masih menjalin pacaran. Alice tidak mengelak karena dia juga nyaman.
Dan kini tiba waktunya mengendarai motor pergi ke rumah Panji. jarak rumah Panji dengan rumah Rama cukup jauh, sekitar 10 km.
"Alice, kamu sudah datang." Sapa Rina pada Alice yang sudah datang tepat pukul 8 pagi.
"Tante mau kemana?" hubungan Alice dengan Rina sudah akrab, bahkan ibu parubaya itu sudah menerima Alice sebagai kekasih puteranya, Panji.
"Tante titip Panji ya, soalnya ada arisan diluar."
"Ya tante."
"Makasih ya, Alice. Ya sudah kalau begitu tante berangkat sekarang." Rina pamit pergi.
Kini di rumah yang terbilang luas dan besar itu hanya ada dirinya dan Panji. Ayah Panji ada pekerjaan diluar kota sehingga dirinya belum pernah bertemu dengan ayah Panji. Sedangkan Natasya tinggal bersama suaminya.
Tol tok
Alice mengetuk pintu kamar Panji. Dirinya telah hafal dimana kamar Panji."Panji, sudah pagi. Ayo bangun .."
Ceklek
Alice terkejut melihat Panji berdiri di depannya hanya mengenakan selembar handuk putih di pinggang. "Ahhh." Pekik Alice dengan keras.
Panji reflek menarik tubuh Alice merapat pada tubuhnya dengan tangan membekap mulut Alice. "Jangan teriak-teriak." Kedua mata Alice melotot kala tubuhnya dengan tubuh panji tak berjarak sedikitpun. Tubuhnya menegang, ini posisi yang sangat membuatnya tidak bisa bernafas dengan baik.
"Ishh kamu ini, cepat pakai baju." Alice mendorong tubuh Panji, berniat untuk melepas diri.
Degub jantung Alice tak beraturan bila harus bertahan pada posisi intim seperti itu. dia tidak mau orang lain melihat adegan tidak sengaja tadi yang bisa menimbulkan kesalahpahaman. Walau dia sadar apa yang dilakukan Panji barusan terbilang wajar karena semua orang tahu mereka masih pacaran. Tapi bagi Alice beda, dirinya telah bersuami dan tidak seharusnya dia seperti itu dengan laki-laki lain, terlebih itu adalah kekasihnya yang belum diputuskannya.
Ya, Alice telah berjanji kalau dirinya akan menjelaskan keadaan sebenarnya dengan Rama pada Panji secepatnya. Dia tidak mau dibayang-bayangi rasa bersalah dan dosa tentunya karena selingkuh dibelakang suaminya.
Cekrek
Seseorang tengah bersembunyi di balik tempat teramannya mengabadikan adegan panas tadi tanpa sepengetahuan Alice dan Panji.
Seperti biasa Alice menemani Panji, jalan-jalan untuk memperlancar gerak kakinya. Walau sudah terjadi kemajuan yang pesat, Panji telah kembali berjalan seperti semula tanpa ada hambatan sedikitpun. Itu semua juga tak terlepas dari dukungan Alice, baik itu langsung maupun tidak langsung.
"Alice, selama aku hilang kabar, apa kamu merindukan aku?" Panji menoleh ke samping tepat Alice berjalan disampingnya.
Alice menoleh, pandangannya bertemu dengan netra Panji. Sungguh dia tidak tega melihat tatapan itu harus menerima kekecewaan nantinya. "Jujur saat itu aku marah, kecewa dan putus asa. Bagaimana bisa kamu hilang kabar."
"Tapi kamu masih mencintaiku, bukan?" Panji menatap Alice nanar namun terselip penuh harap disana. Ya dua masih yakin kalau Alice masih mencintainya, sama seperti dulu. Meskipun hubungan mereka sempat renggang.
"Maaf aku tida bisa mencintaimu lagi seperti dulu. Karena aku telah menjadi milik laki-laki lain." Alice menjelaskan dengan pelan-pelan berharap Panji mengerti maksudnya.
"Siapa laki-laki itu Alice?" Panji penuh penarasan. Tidak semudah itu bukan mengambil hati Alice untuknya.
Alice terdiam,"A …aku "
Dret dret
Alice mengambil ponselnya di saku dan langsung terkejut melihat siapa yang meneleeponnya. "Mas Rama?" lirih Alice. Bukankah selama ini Rama jarang meneleponnya ketika masih bekerja. Dan ini apa, belum waktunya istirahat ataupun pulang, tapi Rama menelponnya.
Alice reflek mendongak menatap Panji yang ternyata masih menatapnya, "Rama? Apa laki-laki itu yang merebutmu dari aku?" tebak Panji yang sempat mendengarnya.
"Aku harus pulang sekarang." pamit Alice buru-buru. Yang sekarang menjadi tujuan utamanya adalah menemui suaminya.
"Tunggu sayang, kita belum selesai …"
"Maff. Kumohon mengertilah. Aku telah mengakhiri hubungan ini. Aku berharap kamu bisa menemukan wanita lain yang jauh lebih baik dariku ini." Alice menyelanya penuh yakin kemudian berlalu pergi. tanpa ia tahu ada seseorang masih mengamati percakapan mereka.
Alice buru-buru pulang, habis dirinya setibanya di rumah nanti. Ya Rama tadi meneleponnya kalau suaminya itu sudah berada di rumah dan menunggunya entah pergi kemana tanpa seizinnya. Sudah Alice tebak kalau Rama pasti marah padanya.
Ceklek
Alice sudah menyiapkan mental akan kena semburan amarah Rama. Dan benar saja, pintu rumah terbuka dirinya sudah disambut Rama dengan raut muka siap menyemburkan lahar api. Sungguh Alice dilanda ketakutan. Akankah suaminya tahu gerak geriknya beberapa hari belakangan yang telah berani menemui Panji tanpa sepengetahuan Rama.
"Darimana?" tanya Rama sambil menyender ke dinding, miring dengan kedua tangan berada di depan dada.
"Aku habis jalan-jalan." bohong Alice, gugub.
Rama masih terdiam, mengmati gelagat aneh Alice. Alice tahu Rama typical orang yang tidak mudah percaya,"Mas pulang …"
Flashback
"Aku belum menyentuhnya sama sekali. Tapi untuk proses menuju kesana sudah berkali-kali tapi gagal …"
"Wah keren juga, elo bisa ngendaliin nafsu. Gimana enak? Kenapa kamu nggak melakukannya, bukankah itu hakmu dan itu kewajiban Alice."
"Tentulah. Secara dia masih tersegel. Aku yang pertama untuknya. Kamu tentu tahu bukan masa lalu dia. Hatinya belum sepenuhnya aku miliki."
"Itu bukan alasan, sudah cukup kamu memberinya waktu untuk melupakan kekasihnya bukan Dan dia juga sudah berjanji membuka hati untukmu, sebagai suami."
Rama menahan emosi, perkataan Reza terngiang kembali di kepalanya. Ya dia sudah berhak untuk memiliki Alice sepenuhnya. Dan kali ini dia ingin memulainya di rumah barunya yang sudah jadi, tinggal ditempati saja.
"Mas, maaf aku pergi nggak minta izin …"
Rama mendekat kemudian mendongakkan dagu Alice yang tadi sempat menunduk, takut padanya. Rama langsung mencumbu bibir Alice, melampiaskan amarahnya menjadi sentuhan. Alice bingung kenapa Rama menciumnya dan bukan marah padanya. Tak bisa dilakukan Alice selain menerimanya dan membalasnya karena dia ingin mengalihkan Rama dari amarah yang sempat tejadi.
Rama terpaksa menarik bibirnya untuk berhenti tidak mau kelepasan walaupun dia sangat ingin sekarang. Dia masih ingat akan apa tujuannya.
Rama membiarkan keningnya bersentuhan dengan kening Alice, deru nafas keduanya menerpa wajah masing-masing. "Aku memang marah. Tapi waktunya tidak tepat, aku mau mengajakmu ke suatu tempat." Alice hanya diam mendengarkan dengan tatapan sayu. Dia pasrah mau dibawa kemana saja asalkan Rama tidak marah padanya.
Jujur Alice sudah merasa nyaman setelah melewati hari-hari dengan Rama, yang sudah menjadi suaminya. Rasanya seperti ketika dia sedang kasmaran dengan Panji dulu, hanya saja sekarang beda orang. namun entahlah dia belum tahu aka nisi perasaannya saat ini pada Rama, aoakah itu cinta atau apa.
Alice diam menatap kaca jendela mobil Rama yang tengah melaju membelah jalanan. Hatinya berdesir selama perjalanan tangannya terus digenggam dan dicium Rama disela-sela kegiatan menyetirnya. Alice membiarkan saja walau dia juga merasa seperti ada ribuan kupu-kupu terbang di perutnya.
"Sudah sampai."
"Sampai?" Alice bingung, menoleh tapi Rama sudah keburu turun dari mobil. Alice kemudian mengalihkan perhatiannya keluar jendela mobil ternyata hanyalah barisan rumah mewah yang sepi dan tertutup.
Ceklek
Alice terkejut tdak sadar Rama memutari mobil untuk membuka pintu sampingnya kemudian mengulurkan tangan padanya. Mau tidak mau menerimanya. Rama menuntun Alice meninggalkan mobil sport hitam berjalan ke sebuah rumah yang nampak mewah namun sepi.
Kaki jenjang Alice terus mengikuti kemana Rama menuntunnya. Matanya mengedar menelisik pemandangan sebuah rumah berdesidgn modern yang menurutnya sangat mewah dengan air mancur berisi ikan di depan rumah. Sekitarnya terdapat tanaman hias dipenuhi bunga.
"Mas ini rumah siapa?" Alice menoleh menatap penuh tanda tanya pada Rama.
Rama tidak menjawab, tetap fokus berjalan hingga keduanya sudah masuk setelah melewati pintu lebar berwarna putih.
"Inilah rumah baru kita, sayang."
Alice terkejut mendengarnya ya meskipun begitu dalam benaknya bersorak bergembira. Disaat Rama menyiapkan kejutannya yang sudah jadi yaitu rumah baru mereka, hubungannya dengan Panji telah berakhir.
Kalau begini dia bisa memulai hidup baru dengan Rama tanpa bayang-bayang Panji di pikirannya. Ya dia sudah yakin, Rama adalah sosok laki-laki yang akan menjadi sebagian hidupnya hingga tua nanti dan dia telah siap menyerahkan apa yang ada pada dirinya untuk Rama.