Justin yang kini ditemani Asley, mereka menonton televisi siaran kesukaan adiknya tersebut yaitu berbi. Justin tidak samai hati untuk menukar chenel televisi, ia melihat adiknya yang tengah serius menatap benda kotak yang mengeluarkan gambar dan suara itu dengan serius.
"Jangan serius amat dek, ntar jatoh loh tuh bola matanya sampek kayak gitu banget." Justin mengusap wajah adiknya dan ketawa.
"Ih, kakak, filmya lagi enak jangan ganggu dulu." Asley memajukan kursinya mendekat ke televisi agar tidak di ganggu oleh sang kakak.
Justin hanya dapat tertawa melihat adiknya yang mulai sedikit kesal, pintu kamar di ketuk sebanyak 3 kali dan masuklah seorang wanita cantik yang memakai baju lengan panjang, celana jeans panjang, rambut hitamnya yang tergerai sebahu.
"Pagi kak Justin, kabar kakak sudah bagaimana, aku bawain buah buat kakak nanti dimakan ya ?" Ucap Vera sambil meletakkan bingkisan buahnya dimeja.
"Wah, terimakasih banyak ya jadi enak nih hahaha." Justin tertawa pelan.
"Walah, kak Justin masa gitu sama pacarnya. Dasar, kakak namanya siapa ? Aku Asley adiknya kak Justin." Asley bangkit dan mengulurkan tangannya.
Vera menyambut uluran tangan Asley dan berkata, "Halo Asley, nama kakak Vera salam kenal ya dek. Oiya, kakak.." Ucapan Vera terhenti saat pintu kamar terbuka kembali.
"Eh, ada tamu. Justin teman kamu ? Halo nak, saya mamanya Justin, nama kamu siapa ?" Mamanya Justin agak terkejut karena masih pukul 9 pagi sudah ada seorang wanita cantik di samping Justin.
"Namanya kak Vera, dia pacarnya kak Justin ma." Asley langsung memotong kesempatan Vera untuk berbicara
Wajah Vera langsung memerah karena ulah Asley yang asal ceplos, memang tidak semuanya salah karena Vera juga menaruh perasaan kepada Justin.
"S-saya Vera tante, saya teman Jstin bukan pacar, maaf saya pagi-pagi sudah kemari." Vera menundukkan badannya memberi hormat setelah memperkenalkan namanya.
"Hahaha, tidak apa-apa. Tante juga setuju kalau kamu pacarnya Justin. Mari kita sarapan dulu, tadi tante belisarapan lebih ini seperti terdetak kalau calon mantu mau datang." Mama Justin meletakkan bungkusan makanan di atas meja dan kembali berbicara, "Kamu ini ya Justin, gak bilang-bilang sudah punya pacar." Mama Justin kembali tertawa.
"Bu-bukan ma, Vera adik kelasnya Justin." Perkataan Justin terbata-bata dan menjadi salah tingkah.
PoV Vera
"Astaga, apa ini pagi-pagi begini sudah dapat kata-kata begini. Tahan Vera tahan, wajahmu sudah memerah sekali seperti kepiting" Aku memegang wajahku yang memanas karena mendengar mamanya kak Justin setuju jika aku berpacaran dengan kak Justin. Dan gilanya lagi aku sudah dipanggil calon mantu, ingin rasanya aku berteriak dan loncat kegirangan, tapi semua aku tahan demi mendapat dukungan lebih.
"Terimakasih tante, Vera sudah makan tadi sebelum ke sini." Aku menolak ajakan sarapan dari mamanya kak Justin, karena berhubung tadi pagi aku sudah sarapan. Tetapi adiknya Justin justru menarik tanganku duduk disampingnya dan menyodorkan ku sebungkus nasi goreng. Tidak enak juga melihat Asley sudah begitu baik kepadaku. Akhirnya aku memutuskan sarapan lagi dengan Asley dan mamanya kak Justin, kami banyak bercerita, aku menceritakan kuliahku dan kak Justin saat dikampus dan di balas dengan mama kak Justin menceritakan masa kecil anak lelakinya tersebut. Aku melihat kak Justin tersipu malu karenakebiasaan-kebiasaannya di kupas habis oleh sang mama di depan Vera. Aku hanya dapat tertawa mendengat betapa lucunya kak Justin saat waktu kecil.
---------------------
"Justin mama keluar dulu ya sama Asley mau beli kebutuhan untuk disini, ngobrol-ngobrol sama nak Vera ya." Mama Justin keluar dan menarik Asley untuk ikut keluar.
"Tapi ma, berbinya belum selesai." Asley menghentak-hentakkan kakinya.
"Sudah ayo nanti mama belikan berbi, temenin mama ke supermarket. Justin mama pergi dulu ya, Vera tante minta tolong temenin Justin ya, selamat ngobrol." Sang Ibunda memakai sendalnya dan keluar bersama Asley yang cemberut karena kartun kesukaannya terlewatkan.
Dan kini hanya ada Vera di dalam ruangan bersama Justin.
"Kak, emm." Vera menundukkan kepalanya sambil mengusap tengkuknya.
"Iya ? Kenapa hm? Kok kamu gugup begitu ?" Justin tersenyum melihat Vera.
"Maaf ya, Vera pagi-pagi sudah kesini. Vera sangat khawatir sama kakak, kakak harus cepet sembuh." Dengan keadaan masih tertunduk, Vera mengeluarkan airmatanya dan meremas seprai tempat tidur Justin.
"Tidak apa-apa Vera, makasih ya udah khawatir sama kakak. Kamu baik banget." Justin mengelus kepala Vera dan otomtis Vera menegakkan kepalanya.
"Aku sayang sama kakak. Kakak harus sehat, aku sangat khawatir." Ia tidak perduli lagi air matanya sudah membanjiri pipinya.
"Hei, kok malah nangis, iya kakak akan sembuh. Kenapa kamu bisa suka sama kakak ?" Ucap Justin sambil mengusap air mata vera menggunakan tissu.
"Kakak ingat saat pertama nyelamatin aku ? Kalau kakak tidak ada, mungkin aku sudah di bunuh sama dia.mulai dari situ aku suka sama kakak, dari lelaki yang bilangnya suka sama ku, mereka malah tidak ada di saat aku membutuhkan pertolongan, tapi kakak beda, kakak peka kalau aku dalam bahaya." Vera mengusap airmatanya lagi dan tersenyum.
"Jangan nangis, nanti jelek. Ayo senyum." Justin mencubit pelan pipi Vera.
"Iya, aku gak nangis. Kak, apa kak Justin mau jadi pacarku?" Vera tertunduk sambil memainkan jarinya.
Justin malah tertawa kecil melihat tingkah Vera yang terkesan imut baginya, "Waw, kakak di tembak cewek, mau tidak yaa. Em, kakak mau." Justin kembali mencubit pipi Vera.
"Ka-kakak beneran ?" Mata Vera membesar tidak percaya dengan yang ia dengar.
"Iya bener, maaf ya seharusnya kakak yang meyatakan di tempat yang romantis, ini malah di rumah sakit dan kamu deluan yang bilang." Justin menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tidak apa-apa, aku seneng kok. Lagian apa salahnya kalau cewek yang nembak deluan ? Gak ada bedanya kok kak." Vera tersenyum.
"Iya, iya em, kakak panggil sayang ?" Justin manahan tawanya melihat pipi Vera memerah.
Vera terselamatkan karena pintu kamar kembali di ketuk dan masuklah seonggok manusia yang pernah membuat gosip tentang Justin dan Vera.
"Halo sahabat-sahabatku, babang ganteng datang." Dengan suara yang kuat Mike masuk dengan hebohnya.
"Heh kutil! Ini rumah sakit jangan bising!" Justin melempar bantalnya kearah Mike dan bantal tersebut ditangkap oleh Mike.
"Jangan begitu dong, aku kemarin paling khawatir tau." Mike memeluk Justin dengan erat.
"Akkhh, badanku bisa hancur di peluk begini." Justin ketawa melihat sahabatnya.
"Kak Mike kasihan kak Justin, belum sembuh malah kakak peluk kuat." Vera memukul Mike dengan sedikit kuat.
"Wow, wow, iya iya aduh aku di serang, kalian memang serasih pacaran gih." Mike tertawa dan duduk di atas tempat tidur Justin.
"Sudah jadian kok." Dengan enteng Vera berucap sedikit pelan.
"Hah? Apa?" Suara Mike kembali kuat.
"Berisik nanti kau di usir satpam!" Justin menyumpel mulut Mike dengan buah apel yang sudah dipotong-potong mamanya tadi.
"Hiiss, dasar emang mau apel bilang." Vera menoyor kepala Mike pelan dan tertawa.
"Emang kalian beneran udah jadian ?" Mike menampilkan ekspresi seriusnya sambil lanjut memakan apel lagi.
Justin dan Vera saling lihat-lihatan dan tertawa.
"Iya, kami sudah jadian barusan." Justin tersenyum, di ikuti oleh Mike yang tersedak karena tidak percaya.
"Wah, bener-bener kalian gak bilang-bilang musti di abadikan nih. Ayo sini sini mendekat semua." Mike mengeluarkan handphonenya dan mengaturnya agar dapat memfoto di dari kamera depan.
Vera mendekat ke Justin dan mereka bertiga berfoto ria dengan diselingi tawa.