Tumbukan dua energi yang berlawanan sangatlah hebat menyebabkan angin yang sangat kencang, dan tanah ikut bergoncang, dari dalam kastil keluarlah seorang wanita cantik menggunakan dress berwarna hitam, ia menggunakan high heels hitam, rambutnya berwarna keemasan dan memakai topi Bowler Retro bergaya Eropa Ingris dengan hiasan kepala seperti pengantin. Wanita tersebut mengetuk tongkatnya sebanyak tiga kali ke tanah dan berhentilah tumbukan hebat kedua energi tersebut.
"Lord, disini bahaya, kami akan melindungi anda." Sebagian penyihir bergerak dengan membentuk lingkaran melindungi Lord mereka.
"Tenanglah, berikan tuan pengelana itu masuk. Jangan ada yang menyakitinya. Silahkan ikuti saya, tamu istimewa haruslah diperlakukan dengan istimewa." Sang Lord berjalan masuk.
"Hei! Kau ratu mereka kan ? Dimana anak yang kau culik!" Zadkiel berteriak dan terbang ke arah Lord para penyihir.
"Jaga sikapmu terhadap Lord." Seorang pria menghalangi jalan Zadkiel dan dengan cepat ia mengarahkan tongkatnya ke leher Zadkiel, "Bersikaplah baik maka aku tidak akan membunuhmu! Jalan!" Pria tersebut mendorong tubuh Zadkiel agar melanjutkan langkah kakinya masuk ke dalam kastil tersebut.
Saat masuk kedalam kastil tersebut, Zadkiel mengedarkan pandangannya ke sekeliling dimana banyak sekali ornamen-ornamen yang menyeramkan seperti tengkorak manusia, kerangka hewan yang di sebut naga, ruangan identik dengan warna merah, dan di tengah-tengah kastil terdapat sebuah air mancur dengan air yang berwarna merah pekat seperti darah.
"Berlutut!" Zadkiel di tendang hingga tersungkur di depan lord para penyihir.
"Tenanglah Jacob, bersikap sopan terhadap tamu kita." Sang Lord mengubah posisi duduknya menjadi tegak.
"Hormat kepada Lord Agung, maaf kan saya." Pria yang di sebut Jacob tersebut berlutut memberi hormat kepada Lord mereka.
"Bangunlah, dan keluar dari ruangan, jangan ada yang masuk tanpa perintahku." Sang Lord menatap Jacob dengan tatapan yang sangat dingin.
"Laksanakan Lord." Jacob berjalan mundur lalu keluar dan menutup ruangan tersebut.
"Katakan dimana anak perempuan yang kalian culik!" Teriak Zadkiel.
"Tenanglah, tamu yang baik haruslah memperkenalkan diri, bukan ? Ah seperti aku terlebih dahulu. Namaku Samantha, Lord para penyihir. Ada keperluan apa kau datang ke daerah kekuasaanku ?" Tanya sang Lord sambil menatap tajam.
"Namaku Zadkiel, aku di utus untuk mencari seseorang, dan ini bukan daerah kekuasaanmu. Kau menindas mereka rakyat yang tak bersalah." Zadkiel berusaha bergerak tetapi tidak bisa.
"Hem, apa anak perempuan itu yang memberitahukan kebohongan itu ? Dia bukan manusia, tetapi anakku yang memberontak, dan tujuannya mengumpulkan anak-anak yatim piatu untuk di jadikan persembahanku, hahaha." Samantha tertawa dengan kuatnya.
"Dasar penyihir licik! Jangan kau fitnah anak yang tidak bersalah!" Zadkiel membentak Lord para penyihir tersebut.
"Diam! Kau tidak tahu apa-apa!" Samantha mengarahkan satu tangannya ke arah Zadkiel dan membuat gerakan seperti mencekik menggunakan ibu jari dan jari telunjuknya.
"Akkhh! A-apa yang k-kau lakukan!" Seketika Zadkiel tidak bisa bernafas, dilehernya seperti tercekik. Samantha melihat Zadkiel dengan pandangan yang dingin, ia menghempaskan tangannya kearah depan, badan Zadkiel lalu terhempas dengan kuatnya dan menubruk dinding dengan keras.
"Kau tidak menghiburku, sepertinya akan lebih seru jika..." Samantha kembali mengarahkan tangannya kesamping dan menggerakkan jemarinya seperti memanggil seseorang dan keluarlah Tania yang masih berpakaian piayam tidur tetapi matanya berwarna hitam keseluruhan dan mendekati Samantha.
"Penyihir Agung, apa perintahmu." Tania yang telah berada dalam sihir pengendalian pikiran dan jiwa kini seperti bawahan Samantha.
"Bunuh dia." Samantha tersenyum.
Tania berlari secepat kilat dan sekarang berada di depan Zadkiel, ia mengarahkan pukulannya tepat ke pipi Zakiel dengan kuatnya.
"Akkh, Tania sadarlah! Tania!" Zadkiel berteriak berharap Tania menjadi sadar setelah mendengarnya.
BUG!BUG!BUG!
Tumbukan demi tumbukan di layangkan ke arah wajah Zadkiel, beberapa hantaman tumbukan mendarat mulus di perut dan dada Zadkiel. Wajah dan tubuhnya sudah sangat lemah, wajah Zadkiel sudah tidak berbentuk lagi membengkak dan darah mengalir dari hidung, ujung bibir dan pelipisnya.
"Lakukanlah kalau dengan ini kau sadar." Zadkiel berbicara dengan nafas yang memburu dan terpatah-patah, pandangan matanya buram tak dapat melihat kembali.
"HYYAAAA!" Tania berteriak dan mengambil sebuah lempengan batu yang berbentuk tajam disampingnya dan hendak menyucukkan batu tajam tersebut ke dada Zadkiel.
"KYAA! AKHH" Tania menjerit dan terpentak ke dekat Samantha sang Lord penyihir.
Kondisi Zadkiel sudah tidak berdaya, ia pingsan dengan luka disekujur tubuhnya.
"Siapa itu! Sangat berani kau mengganggu acaraku!" Lord Samantha berdiri dan berjalan mendekati sosok yang membelakanginya tersebut. Kemudian sosok tersebut membalikkan badan.
"Cukup untuk saat ini, bebaskan dia dan aku akan memberimu kekuatan yang lebih besar. Perkenalkan namaku Lucifer." Ia menundukkan kepalanya memperkenalkan diri.
"Lu-Lucifer ?!" Wajah Samantha berubah menjadi kesal, tangannya menggenggam erat tongkatnya dan bertubi-tubi melemparkan bola mantra berwarna merah ke arah Lucifer. Dengan lincah lucifer menghindari bola mantra tersebut dan berdiri didepan Samantha. Ia lalu mencengkram wajah Samantha.
"Apa masalahmu kepadaku ?" Lucifer menatap mata Samantha, lalu ia melanjut perkataannya, "Ah, ternyata kau keturunan dari Athila. Kau mendapatkan kekuatan ini karena leluhurmu memohon belas kasih kepadaku agar ku ampuni, jadi beresikaplah sopan terhadap penyelamat leluhurmu." Lucifer melepaskan cengkramannya.
"Cih, dasar penghianat. Kau yang membuat Lord terdahulu tertidur karena perang melawan teman-teman malaikatmu." Samantha terduduk sambil mengelus pipinya yang sedikit nyeri, ia menatap Lucifer yang berjalan dan mengangkat tubuh Zadkiel.
"Jaga ucapnmu!" Seketika tempat tersebut berguncang hebat, kaca besar yang terdapat di atas singgasana Lord penyihir ikutan pecah dan berhamburan, hal tersebut membuat Samantha terkejut. Lucifer dengan sangat cepat melesat pergi menembus kastil tersebut.
"LUCIFER SIALAN!" Samantha berteriak. Ia keluar dan melihat semua penyihir sudah pingsan.
Kembali kepada Justin
Setelah tiga hari setelah pemeriksaan terakhir berlangsung, hari ini Justin telah diperbolehkan pulang. Vera dan Mike sedang ada urusan mereka sehingga tidak dapat datang ke rumah sakit.
"Kak, sudah siap belum ?" Asley mengetuk pintu kamar mandi.
"Sabar, kakak lagi pakai baju." Terdengar suara dari dalam kamar mandi.
"Asley, jangan diburu, nanti kak Justin jatuh gimana ? Gak jadi pulang deh kita.
"Kak, jangan sampai jatuh loh, pokoknya harus pulang hari ini." Asley kembali berteriak.
"Iya cerewet." Justin akhirnya keluar dari kamar mandi, sudah berpakaian kaus biru bergambar pantai dan celana panjang.
"Sudah ? Ayok, papanya Mike sudah menunggu didepan, tadi mama di telepon." Sang mama hendak membawa koper.
"Sini ma, Justin aja. Loh, kok om Farhan yang jemput ?" Justin menaikkan pegangan koper.
"Gak tau, tadi katanya disuruh mamanya Mike, sudah ayo gak enak sama papanya Mike kelamaan nunggu." Mamanya Justin jalan deluan dan diikuti Asley.
"Cepet kak." Asley menggerakkan tangannya memanggil.
"Iya, iya." Justin membawa kopernya, mereka berjalan keluar dari kamar dan berjalan menuju keparkiran mobil, dari kejauhan papanya Mike tersenyum sambil melambaikan tangannya. Mereka segera mendekat.
"Pagi om, makasih ya om jadi nyusahin jemput saya." Justin menyalam tangan papanya Mike.
"Iya nih mas, jadi gak enak." Mamanya Justin menundukkan kepalanya memberi salam.
"Tidak apa-apa, lagian seperti sama siapa saja. Gimana keadaan kamu ? Sudah sembuh totalkan ? Ayo pulang, mereka buat ke..eh kita pulang nanti om dimarahi tantemu kalau dia tau om telat ngater kalian pulang." Papanya Mike langsung mengambil koper Justin dan memasukkannya ke bagasi, "Ayo masuk, jangan sungkan, kitakan sudah kenal lama."
"Iya om." Justin masuk dan duduk dikursi depan samping papanya Mike, Asley dan mamanya duduk di belakang. Sepanjang perjalan mereka mengobrol dengan seru sekali sambil sesekali di selingi tawa.