Chereads / Angel Who Don't Have Wings / Chapter 13 - Bagian 13: Penyelamatan

Chapter 13 - Bagian 13: Penyelamatan

Saat bulan sudah menampakkan dirinya, kira-kira waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Ketukan pintu terdengar dengan suara yang memberitahukan sudah waktunya makan malam. Zadkiel segera bergegas dan turun ke lantai satu, ia tercengang karena melihat peghuni dari penginapan tersebut adalah anak-anak sekitaran umur 10 tahun sampai 20 tahunan.

"Tuan, duduklah dan bergabung dengan kami. Jangan takut tuan, penginapan ini memanglah ditujukan untuk menampung anak-anak terlantar agar mereka mendapat tempat tinggal dan kasih sayang." Tani menarik ujung lengan baju Zadkiel.

"Ah, begitu, saya mengerti." Ia kemudian mengambil makanan yang sudah tersedia dan duduk di sebelah Tania sambil makan dan bercerita.

"Tuan, apakah tujuan anda datang kekota kami ?" Tania mengambil buah dan memakannya.

"Saya di utus dari negeri yang jauh nak, untuk menemukan sang pengetahuan. Apakah nak Tania mengetahuinya ?" Zadkiel kembali memakan buahnya. Tapi Tania hanya berdiam diri saya tidak menjawab sampai waktu makan malam selesai dan semua anak-anak kembali ke kamarnya untuk belajar dan beristirahat.

Tania berjalan mendekati kakaknya, dan berbisik sesuatu ke kakaknya tersebut.

"Tuan, apakah anda utusan yang telah di ramalkan tersebut ? Dahulu kala ada ramalan turun temurun yang mengatakan jika waktunya nanti akan ada seorang penyihir yang akan membantai desa dan akan ada seorang kesatria yang akan melong warga desa. Apakah engkau utusan itu tuanku ? Bantulah kami, anak-anak yang tinggal disini, orang tua mereka di sandera oleh sang penyihir." Kakaknya memeluk Tania dengan erat, wajah mereka begitu sedih. Zadkiel mendekati mereka dan berkatalah ia, "Siapa namamu anakku ?" Ia menepuk-nepuk bahu kakaknya Tania.

"Namaku Burak tuan." Burak meraba tangan Zadkiel dan menyalamnya.

"Dimana sang penyihir tinggal ?" Zadkiel membantu Burak dan Tania untuk duduk.

"Dia mendirikan sebuah kasti di tepi kota tuan."

"Sebaiknya kalian tidur ini sudah malam. Saya akan berusaha dan memanggil bala bantuan." Zadkiel mengelus rambut Burak dan Tania.

"Benarkah tuan ? Terimakasih tuan, terimakasih." Tania meraba dan menggenggam tangan Zadkiel sambil terus mengucapkan terimakasih, begitu juga dengan sang kakak.

"Jangan berterimakasih kepadaku, memang sudah takdir saya berjumpa dengan kalian semua. Pergilah beristirahat." Zadkiel tersenyum, kali ini tugasnya tidak akan mudah. Setelah itu Burak dan Tania masuk ke dalam mereka masing-masing yang berada di lantai bawah, begitu juga dengan Zadkiel yang naik keatas dan masuk kedalam kamarnya, ia duduk di tepi ranjang sambil memikirkan strategi untuk mengalahkan sang penyihir, hal ini baru baginya yang biasanya melawan iblis.

Zadkiel memposisikan dirinya duduk diatas kasurnya dengan badan yang tegak, ia melalukan panggilan melalui telepati dengan Mikael.

"Malaikat Agung Mikael, saya harus bagaimana ?"

"Kenapa kamu gelisah Zadkiel ? Apa yang membuatmu gundah gulana ?"

"Sepertinya saya tidak dapat melanjutkan perjalanan saat ini, mereka tertindas oleh seorang penyihir. Saya harus menolong mereka."

"Penyihir ? Kamu harus berhati-hati, peyihir bukan seperti iblis, mereka memiliki tubuh seperti manusia. Meski regenerasi mereka tergolong cepat, tetapu tetaplah berhati-hati."

"Baik Malaikat Agung Mikael. Saya..." Konsentrasi Zadkiel terganggu karena suara gaduh dari lantai bawah. Ia segera keluar dari kamar dan turun kebawah, ia melihat semua anak-anak menangis histeris melihat Burak yang telah babak belur. Zadkiel segera berlari kearah kamar yang ada di lantai bawah, ia tidak melihat Tania disana. Kemudian Zadkiel kembali lagi dan menenangin anak-anak tersebut.

"Anak-anak harap tenang. Masuklah ke kamar paman, kalian akan terlindungi disana."

"Paman, kami takut." Mereka para anak-anak tersebut terus menangis dan beramai-ramai memeluk Zadkiel.

"Tenanglah, paman akan melindungi kalian. Sekarang masuklah kekamar paman ya." Zadkiel menggiring mereka kelantai atas dan memerintahkan anak-anak tersebut masuk ke dalam kamarnya.

"Tenang disini ya, paman akan mengurus semuanya." Zadkiel tersenyum dan menutup pintu kamarnya dan meletakkan tangannya di depan pintu.

"Tuha, aku menyerahkan mereka yang berada di dalam kedalam perlindunganMu. Lindungilah mereka serta berikan kekuatan kepada hamba untuk menyelamatkan mereka yang tersesat. Amin." Ketika Zadkiel selesai mengucapkan doa, keluarlah cahaya yang sangat terang, terbentuklah sebuah segel melingkupi dinding-dinding ruangan tersebut.

Setelah memastikan ruangan yang di tempati anak-anak tersebut aman, Zadkiel kembali turun kebawah dan duduk disamping Burak, ia menangkat tubuhnya Burak dan meletakkan kepalanya di paha Zadkiel. Kemudian Zadkiel meletakkan tangannya ke dahi Burak dan lanjutlah ia memejamkan matanya dan kembali berdoa. Sinar terang menyelimuti wajah dan badan Burak sesaat dan kembali menghilang, luka-luka di sekujur tubuhnya hilang dan kesadarannya kembali. Dengan cepat Zadkiel menggangkat badan Burak dan kembali ke lantai atas untuk bergabung dengan anak-anak yang lainnya di dalam kamar.

"Apa yang terjadi ? Dimana Tania ?" Dengan perlahan Zadkiel membaringkan tubuh Burak.

"Ia di culik tuan, ada seseorang yang datang entah dari mana dan saat aku hendak menyelamatkan adikku, aku telempar dan rasanya aku di hajar habis-habisan, kejadiannya begitu cepat. Aku yakin, ini pasti ulah di penyihir yang akan menjadikan adikku sebagai tumbalnya. Tolong selamatkan dia tuan, aku mohon." Burak memegang tangan Zadkiel sambil menangis.

"Baiklah, aku akan menyelamatkan Tania. Kamu disinilah beristirahat jangan terlalu ribut kasian anak-anak ini sudah pada tidur. Sebaiknya kamu istirahat, semua akan baik-baik saja." Zadkiel menepuk-nepuk tangan Burak, dan menghembus wajah Burak, dengan perlahan tangisannya berkurang dan berlahan Burak tertidur.

Zadkiel melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan menuju keluar rumah, ia memejamkan matanya dan memfokuskan semua indranya agar bekerja dengan sempurna, dengan samar-samar ia mendengar suara teriakan seorang gadis.

"Pasti itu Tania." Zadkiel melesat dengan kencangnya kearah sumber suara yang samar-samar tersebut, ia mengikutinya dan berhenti disebuah rentuhan rumah saat ia menyadari banyak orang bertopeng bertebaran di sekitar bangunan mengah tersebut.

"Apa ini kastil penyihir yang diberitahukan Tania itu ya ?" Zadkiel bertanya di dalam hatinya, ia terkejut saat sebuah petir menyambar ke arah dirinya.

"Penyusup! Penyusup! Penyusup!" Teriak salah seorang bertopeng tersebut.

"Tarian tombak suci ke delapan, penyegelan kuasa gelap!" Zadkiel melemparkan sebuah tombak berwarna putih dengan sekuat tenaga kearah paskan bertopeng. Dengan sigap mereka meloncat dan terbang di udara.

"Astaga mereka terbang." Zadkiel mengepakkan sayapnya terbang.

"Siapa kalian ?! Dimana anak perempuan yang kalian culik ?!" Zadkiel membesarkan suaranya.

"Persembahan untuk sang Ratu tidak boleh diganggu, sebentar lagi bulan purnama. Lindungi kastil!" Pintah salah seorang tersebut. Sekitar 10 orang banyaknya terbang kearah kastil.

"Hei! Jangan pergi kalian!" Zadkiel terbang menyusul mereka.

"Lawanmu adalah kami." Mereka menyerang Zadkiel dengan menggunakan sihir petir.

"Tarian pedang suci! Pemusnah kegelapan!" Zadkiel mengayunkan pedangnya dan terjadilah percikan-percikan perbedaan kekuatan dari kekuatan yang berlawanan.

"Prohibere!" mereka dengan serentak mengarahkan tongkat sihir mereka dan mengucapkan mantera dengan lantangnya.

"Terwujud Perisai suci, Tarian kedua belas! Penolak Kuasa Gelap!" Zadkiel memposisikan perisai didepan dadanya dan terbentuklah sebuah perisai energi melindungi diri Zadkiel. Tumbukan mantera dan pelindung Zadkiel mengakibatkan suatu hal yang sangat hebat dimana karena tumbukan dua energi tersebut terjadilah petir yang menyambar-nyambar dengan hebatnya dan angin yang sangat kuat mengakibatkan pohon sekitar banyak bertumbangan dan terhempas.