Aku memandang langit sore ini. Hujan masih sangat lebat. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 7 malam. Teman-teman kantorku sudah pulang sejak setengah jam yang lalu. Kantorku pun sudah di tutup. Sialnya hari ini aku gak bawa kendaraan. Transportasi online yang kupesan beberapa menit lalu juga gak datang-datang. Oke, mari kita coba menghubungi driverku sekali lagi.
"Halo pak. Gimana? Kok gak datang-datang sih?"
"Aduh mbk maaf. Saya nyasar kayaknya ini. Maaf sekali. Saya masih baru di jakarta. Kalau terlalu lama gak apa-apa di cancel saja."
Ku tarik nafas dalam-dalam sambil ngedumel dalam hati. Iya bapak gak apa-apa, aku nih yang kenapa-kenapa.
"Duh ya udah deh pak. Saya cancel aja." Ujarku. Meski kesal dengan bapak-bapaknya, tetap aja ada rasa kasihan karena beliau sampai nyasar gitu.
"Iya maaf ya mbk."
"Iya. Hati-hati pak. Jangan percaya sama orang-orang Jakarta." Ucapku memberi nasihat. Setelah itu kami sepakat memutuskan sambungan.
"Kuhembuskan nafas dengan keras. Sekeras hujan yang masih bersemangat turun. Bagaimana ini? Apa sudah nasibku untuk menunggu sampai hujan benar-benar reda? Tapi tiba-tiba, aku teringat sesuatu. Lebih tepatnya teringat seseorang yang mengatakan sesuatu. "Bonusnya, loe boleh memanfaatkan gue kapan pun dalam hal apa pun." Suara Rio seolah berbisik manja di telingaku. Dengan senang hati ku keluarkan kembali ponselku dan menghubungi Rio. Pada dering ke dua, Rio menjawab panggilanku.
"Halo Yo, loe dimana?" Tanyaku to the point.
"Di rumah nih. Baru saja nyampe. Kenapa?" Tanya. Terdengar nada lelah dari suaranya. Seketika aku memutuskan mengurungkan niatku. Kasihan Rio. Baru pulang sudah aku suruh pergi lagi.
"Eng.. gak jadi deh Yo." Urungku.
"Eh bentar deh Le." Ujarnya. Seketika sunyi. Tak ada suara Rio. Tapi sambungan telphone masih terhubung.
"Halo Yo." Kucoba menguji sambungan telephone kami.
"Loe dimana?" Tanya seketika.
"Gue?" Tanyaku. "Gue di kantor." Jawabku apa adanya.
"Di kantor? Ngapain loe sampai jam segini masih di kantor? Lembur? Tumben banget."
"Ya itu dia. Gue tujuannya telphone loe mau minta tolong jemputin gue. Gue kejebak hujan soalnya di kantor. Kebetulan banget lagi gak bawa motor. Tapi kalau loe baru pulang jangan deh. Gue coba pesan angkutanonline sekali lagi asja." Jelasku panjang lebar.
"Apaan sih Le? Sudah deh jangan sok ngerasa gak enak gitu. Loe tunggu gue deh. Gue jalan sekarang."
"Eh seriusan? Gue gak maksa lho."
Rio tergelak mendengar penolakkan halusku.
"Udah deh. Tunggu ya, jangan kemana-mana. 10 menit gue sampai."
Sambungan kami kemudian terputus. Bagaimana dia bisa begitu percaya diri bilang 10 menit lagi sampai sementara dia hidup di jakarta?
Benar dugaanku, 10 menit selesai menelphone, Rio gak juga datang. Waktu menunjukkan sudah hampir setengah delapan malam. Udara semakin terasa dingin. Kupeluk tubuhku sendiri untuk mengurangi rasa dinginnya. Dan tak lama setelah itu sebuah lampu mobil menyorotiku. Aku berdiri karena tahu mobil itu milik Rio. Dia keluar dengan sebuah payung yang melindunginya. Dia tersenyum menghampiriku.
"Loe udah lama pulang?" Tanyanya begitu sampai di depanku.
"Satu jam yang lalu." Jawabku setengah berteriak mengalahkan suara hujan.
"Ya Ampun." Keluh Rio. Dengan enteng dia membersihkan cipratan-cipratan hujan di bahuku dan rambutku. Entah ini karena efek hujan dan aku menjadi terbawa perasaan atau ini memang benar, Rio terlihat lebih gagah dengan sweeter putihnya dan celana training hitamnya. Dia juga terlihat lebih segar. Mungkin keterlambatannya bukan karena macet. Tapi karena dia sempatkan untuk mandi dan ganti baju sebentar.
"Yuk." Rio menangkap tanganku dan menggenggamnya. Menggiring aku ke kursi penumpang di samping kursi kemudi. Kalau saja ini sebuah film romantis, mungkin adegan ini yang membuat penontonnya meleleh. Ketika Rio merangkul tubuhku, membawaku lebih dekat dengan tubuhnya untuk berbagi payung. Dan aku hanya diam saja. Bukan kah Rio sudah menyalahi aturan tidak boleh ada kontak fisik? Tapi, ini juga salahku karena bukannya memberontak, diam-diam aku malah menikmatinya. semudah itu kah Leah? Setelah mendudukkanku dengan nyaman di dalam mobilnya, Rio memutari bagian depan mobilnya untuk kemudian masuk ke kursi kemudi.
"Ac gue matiin saja ya?" Tanyanya meminta persetujuan. Aku tak menjawab, karena sibuk membersihkan sisa-sisa air hujan di tubuhku. Tapi Rio tetap mematikan Ac.
"Bentar, kayaknya gue belum pindahin jaket gue deh kemarin." Dia berbicara sendiri dan mulai mencari-cari jaketnya di kursi penumpang di bagian belakang.
"Nah benarkan." Ujarnya. Dia meraih sebuah jaket kulit yang terlihat hangat.
"Nih pakek. Dingin kan loe satu jam di luar cuaca hujan lebat kayak gitu." Dia menyerahkan jaket kulit besar itu ke pangkuanku. Tanpa banyak protes aku segera mengenakannya dan seketika tubuhku menghangat. Ada aroma Rio yang masih melekat di jaket itu.
"Sorry ya Yo gue ngerepotin elo."
"Ck. Apaan sih. Gue malah seneng bisa diandalkan gini." Jawab Rio sambil menghidupkan mesin mobil. Aku menaikkan kakiku ke kursi dan memeluknya. Menyandarkan kepalaku ke sandaran kursinya dan menatap Rio yang mulai mengemudi. Sekilas Rio menatapku lalu tersenyum.
"Kenapa?" Tanyanya kembali fokus pada jalanan.
"Thank you." Ujarku tulus.
"It's okey." Jawab Rio sambil menaikkan bahunya.
"Dan gue sadar sih. Kemarin gue sudah seenaknya sama loe mutusin perjanjian kita secara sepihak."
Seketika Rio menatapku dengan gusar.
"Jadi?" Tanyanya menggantung. Aku mengangguk sekali.
"Mungkin sudah jadi risiko buat gue yang harus gue hadapin karena gue gak memikirkan semuanya dari awal."
"Le plis to the point." Pinta Rio masih dengan wajah gusarnya. Membuatku justru terbahak melihatnya.
"Okey. Gue setuju melanjutakan perjanjian gila kita." Jawabku. Dan seketika Rio memukul setir mobilnya penuh semangat.
"Gitu dong." Ujarnya puas. "Kan lega gue jadinya." Ujarnya. Aku tersenyum dan mengalihkan pandanganku ke jendela yang basah karena hujan.
"Gimana kalau untuk merayakannya, kita nonton?" Rio memberi saran. Seketika aku menghadapnya kembali.
"Nonton apa?"
"Lagi banyak film baru nih di bioskop. Tapi gue pengen nonton Robin hood sih. Ya mau ya?" Ajaknya penuh permohonan. Aku tersenyum dan mengangguk.
"Oke. Masih setengah 8 juga."
"Yes." Seru Rio. Malam ini Rio 2x tampak lebih bersemangat dari biasanya.