Chereads / A Hello With No Goodbye / Chapter 19 - Please Leah

Chapter 19 - Please Leah

Ku rebahkan tubuhku di atas kasur. Aku engga  lembur hari ini. Meski pun kerjaan ku menumpuk di kantor. Kepalaku penuh dengan Rio dan pernyataan Nadin saat terakhir kami bertemu dua hari lalu.

"Loe gak akan tahu gimana perjuangan Rio dapetin gaun itu mbk."

Aku bangkit dari tidurku dan menatap tas hitam berisikan gaun dari Rio yang kuletakkan di atas meja.  dengan malas aku beranjak dan membawanya ke atas kasur. Ku buka kotak di dalmnya yang menampakkan gaun berwarna putih panjang dangan renda di bagian leher yang menutupi hingga dada. Terlihat simple, tapi elegan. Seperti pernah ku lihat, tapi entah lah. Aku gak ingat. Ku sentuh gaun indah itu dengan hati-hati.

"Emang gimana sih perjuangan Rio dapetin gaun ini?" Gumamku. Ya aku penasaran dengan pernyataan Nadin. Ku tutup kembali kotak berisi gaun itu, ku dorong ke dalam kolong tempat tidur dan kembali merebahkan diri. Nanti akan kupikirkan lagi.

***

"Leah." Suara Rita tiba-tiba muncul dari balik pintu ruang kerjaku. Kepalanya menyembul dari balik pintu.

"Kenapa?" Tanyaku dengan suara rendah karena saat ini sedang banyak customers yang kami handle.

"Dicariin Rio."

Deg.

Diiringi jantung berdegub kencang,aku memutar kursiku dan beranjak dari ruang kerjaku.

"Dimana?" Tanyaku pada Rita yang saat itu senyum-senyun menggida sambil menggamit lenganku.

"Kenapa loe?" Tanyaku curiga.

"Ciee yang sekarang sering dicariin Rio. Ada apa nih?? Hemm?? Hemm??"  Rita mendekatkan wajahnya ke sisi wajahku yang segera kudorong menjauh.

"Kepo loe." Ujarku sambil tertawa melihat ekspresi Rita. "Dimana dia?" Tanyaku sekali lagi.

"Tuh di lorong." Aku melepaskan tangan Rita dan berbelok ke lorong. Benar, Rio sudah berdiri di ujung lorong. Bersandar pada dinding dengan kepala menunduk. Aduuh kenapa juga Rio hari ini harus terlihat tampan dengan kemeja biru donkernya. Menyadari keberadaanku, Rio menoleh dan menegakkan tubuhnya. Aku menghentikan langkahku.

"Mau sampai kapan kamu menghindar dari aku?" Tanyanya datar. Apa-apaan ini? Aku masih belum memaafkan dia, kenapa dia seenaknya mengganti panggilan pakai aku-kamu?

"Gue butuh waktu Yo." Aku mengabaikan panggilan Rio yang berhasil mengacaukan fokusku.

"Sampai kapan?"

"Sampai gue tenang."

Rio menghembuskan nafasnya dengan gusar. Sejenak dia membuang mukanya sebelum kembali menatapku.

"Le, aku minta maaf kalau menurut kamu, aku mempermainkan kamu. Tapi sumpah demi apa pun, aku gak pernah punya niat sedikit pun untuk mempermain kan kamu." Rio melangkah mendekat sementara aku bergeming di tempat.

"Yang harus kamh tahu, perasaan akj, jujur ke kamh." Dia menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan. "Bertahun-tahun dan aku udah coba denial. Tapi gak bisa Le." Ya Tuhan, kenapa jantungku rasanya mau copot? "Selama itu aku mencoba menghilangkan persaan aku, karena Dio. Aku masih takut kejadian Dio terulang lagi. Tapi semakin lama aku samkin sadar kalau aku mau loe. Aku cuma gak punya cara untuk dekatin sama kamu. Dan ketika kamu datang minta bantuan, aku cuma berfikir mungkin ini saat yang tepat buat aku dekat sama kamu. Jadi pacar kamu selama 3 bulan terakhir ini adalah kebahagiaan buat aku. Kamu gak tahu kan, betapa gembiranya aku waktu kamu telphone aku minta dijemput? Kamu gak tahu betapa geroginya aku waku untuk pertama kalinya aku bawa kamu ke rumah, memperkenalkan kamu ke keluarga aku. Dan betapa sulitnya aku bernafas waktu kita dansa." Rio menghentikan penjelasan panjang lebarnya sejenak. Dia menunduk sebentar sebelum kembali menatapku tepat di manik mata. Digenggamnya tanganku lembut dan kali ini, aku merasa aku lah yang kesulitan bernafas.

"Aku gak mau kita selesai, Le. Aku serius sama kamu. Betapa setiap jalan sama kamu aku selalu membayangkan kalau seandainya kamu benar-benar milik aku. Jadi please, pertimbangin keputusan kamu untuk mengakhiri semuanya. Aku sayang kamu, Leah." Rio menepuk pipiku lembut. Untuk beberapa detik selanjutnya, aku hanya terdiam. Mengamati Rio perlahan melepaskan genggamannya dan berbalik arah memunggungku kemudian meninggalkanku. Apa-apaan ini? Dia seenaknya ngomong semua isi hatinya, terus aku ditinggalin gitu aja tanpa dia mau dengar jawaban aku? Tapi, ada bagusnya juga Rio meninggalkanku. Karena gak lama setelah dia pergi, air mataku benar-benar jatuh.

***