Malam ini Reina bersama sang kekasih berada di apartemen jimmy. Lusa ia akan berangkat ke Spanyol, jadi ia ingin berdua menghabiskan waktu lebih banyak. Ia akan cukup lama berada di sana. Menyedihkan rasanya harus berpisah dengan Jimmy.
Gadis itu kini nlberada di dapur memasak untuk makan malam kami. Jimmy ingin makan masakan rumah, Reina bisa memasak beberapa menu yang mudah belajar dari ayahnya yang sangat jago dalam hal itu. Ia mulai memotong sayuran yang akan dibuat bibimbap.
Seseorang memelukku secara tiba-tiba. Siapa lagi kalau bukan Jimmu. Ia merebahkan kepalanya di lekuk leher sang kekasih, juga mengaitkan tangannya ke pinggang, Reina bisa merasakan hembusan napasnya.
"Yak, jangan seperti ini!" protes Reina. "Aku bisa tak lanjutkan masak jika kau seperti ini."
Cup
Ia mengecup leher sang kekasih, lalu dengan sengaja mengembuskan napas kuat-kuat. Sesaat tubuh Reina bergidik seolah ada aliran magnet yang menjalar, kemudian menjadi layaknya kelitik disekitar perutnya.
"Jimmy, jangan seperti ini."
"Kau milikku malam ini," ucapnya seduktif.
"Aku milikmu kemarin, hari ini dan besok. Sekarang duduk dan aku akan membuatkan makan malam," perintah Reina yang sama sekali tak dihiraukannya.
Ia membalik tubuh sang kekasihsehingga keduanya berhadapan, tatapan Jimmy terlalu jelas dan menggoda. Reina berpaling ia tak bisa melihatnya jika seperti ini.
"Cium," ucap Jimmy manja.
Cup.
Reina mengecupnya cepat. Jimmy tak terima dan kembali mencium bibir merah muda itu dengan cepat. Reina berusaha mengatur napasnya. Ciuman liar, nakal dan menuntut lebih jauh. Lidahnya mengabsen tiap bagian di dalam mulut. Menyesap, menggelitik, menggigit kecil bibir. Nafas Reina tersengal seolah baru saja berlari jauh. Ia mendorong Jimmy agar menghentikan dulu kegiatan panas mereka.
"Hentikan, aku belum masak!" protesnya lagi lalu mempoutkan Bibir.
"Baiklah, tapi peluk aku sebentar."
Reina memeluknya, Jimmy kemudian mendaratkan kecupan di leher jenjang sang gadis. Bukan hanya mengecup ia bahkan mengusap punggung Reina, membuat ia melenguh dan memejam.
Kelemahan Reina ada di leher dan Jimmy tau jelas itu, ia mengambil kesempatan. Reina lalu meremas sesuatu yang bisa digapai dengan mudah karena cukup dekat dengan tangannya.
"Arrhh!!" Jimmy memekik merasakan ngilu diantara kedua pahanya. Pria itu lalu melepaskan pelukan dan menatap dengan kesal. "Yak, kenapa kau selalu seperti itu. Aagh, kau tak tau bagaimana rasanya chagiya. Ini ngilu sekali."
"Salahmu, kau menggodaku sebelum aku selesai masak. Diam di sana," perintah Kim Reina sambil menunjuk meja makan. "Atau akan kubiarkan Jimmy junior kelaparan sepanjang malam."
"Yaaaak, chagi!" teriaknya kesal sambil mengacak rambutnya, kemudian berjalan dan duduk di kursi makan dengan menangkupkan tangannya di meja makan.
"Anak pintar," ucap Reina tersenyum manis. Ia kemudian kembali dengan kegiatan memasak makan malam untuk mereka berdua.
***
Selesai makan malam Reina merebahkan tubuh di sofa ruang tengah. Sementara Jimmy mencuci piring. Wanita itu menatap sang kekasih sesekali, menurutnya kekasihnya itu tampan sekali bahkan ia bisa mengatakan itu hanya dengan menatap punggungnya.
"Sudah," ucap Jimmy senang kemudian berlari layaknya anak-anak menuju wanita yang di cintainya.
Ia duduk di samping Reina dan merebahkan tubuh ke sofa yang besar. Reina menatap ke arah Jimmy lalu bergerak merapikan rambut Park Jimmy yang sedikit berantakan.
"Jangan bersikap imut seperti itu jika aku tak ada nanti," titah Jimmy.
"Kenapa? Aku memang tak bisa bersikap imut."
"Kau tak bisa melakukan itu tapi jika kau melakukannya pasti akan banyak pria yang berlari ke arahmu."
Reina mengangguk kemudian merebahkan tubuh ke dalam pelukan Jimmy. Hangat dan harum, ia suka aroma tubuh Jimmy. Jimmy memeluk erat sedangkan salah satu tangannya berada di depan tubuh Reina. Berusaha membuka kancing baj wanitanya. Reina menatapnya, sementara Jimmy lalu mengedipkan sebelah matanya.
"Aku sudah patuh jangan biarkan ia berdiri terlalu lama. Ini sesak sekali," rengeknya.
Reina hanya mengangguk, memasrahkan diri kali ini. Malam di kota Seoul, kali ini bukan americano dan matcha cake yang menemani kami. Deru nafas dan keringat yang terus saja keluar membasahi tubuh. Bahkan terpaan angin dingin terasa hangat ketika menyentuh kulit. Tanpa disadari pakaian keduanya telah lolos satu persatu. Wajah Jimmy memerah karena terus bergerak di atas. Sementara pasangan itu saling bersahut salah desah napas tertahan.
***
Pagi hari Reina telah rapi karena harus berangkat untuk bekerja. Jimmy masih tertidur, ia kelelahan sebenarnya Reina juga sangat lelah akibat olahraga malam tadi. Namun, karena ia harus bekerja maka ia bangun lebih awal menyiapkan sarapan untuknya dan bersiap bekerja.
Selesai berdandan dan berpakaian rapi. Mengenakan kemeja biru, dan celana panjang hitam, ia berjalan menghampiri Jimmy yang masih tertidur dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Ia terlihat Shirtless, hmm siapa yang tahan dengan godaan tubuh seksi dengan otot ABS yang tercetak seperti itu? Begitu menurut Reina.
"Sayang," sapanya sambil mengusap pucuk kepala Jimmy.
Ia menggelinjang dan berusaha membuka matanya. Lalu sedikit terkejut melihat wanita berambut panjang itu yang kini telah berpakaian rapi.
"Kau bekerja hari ini?"
"Iya."
Ia memeluk Reina, lalu mengecup keningnya. Ia menatap Reina dengan tatapan bersalah.
"Maafkan aku, semalam malah membuatmu kelelahan."
"Tak masalah." Reina mendekati telinga Jimmy. "Aku juga menikmatinya." Ia berbisik.
"Aku akan mengantarmu," tawarnya.
"Tak perlu, istirahatlah... Aku sudah terlambat. Sarapan dulu aku sudah menyiapkan sarapan."
Jimmy mengangguk dengan wajah yang manis.
Setelah berpamitan Reina berangkat menggunakan taksi. Ia menunggu taksi di depan gedung apartemen. Belum lama ia berdiri di saba berdiri seseorang berjalan menghampiri. Sosok tinggi dengan lesung pipi yang dalam.
"Nona Kim Reina?" tanya Nam sopan.
"Iya?" jawabnya.
"Bisa kita berbicara sebentar?" tanyanya sopan.
Reina menatapnya sekilas, ia tak ingat jika mungkin pernah mengenal orang ini. Siapa dia? Dan hal apa yang ingin ia bicarakan?
"Maaf, tapi—"
"Ini berhubungan dengan Our fashion."
Bagiamana ia tau nama perusahaan ayah? Batin Reina. Ia lalu mengangguk dan akhirnya mengikutinya. Walaupun tak tau siapa orang ini, dan juga tujuannya.
Keduanya berjalan dalam diam, Nam berjalan sedikit di depan Reina. Lalu berhenti di sebuah mobil, tangannya bergerak seolah memintaku masuk. Wanita itu masuk dengan ragu melihat seorang pria lain duduk di kursi penumpang, itu adalah Min Yunki. Sementara Nam duduk di kursi depan.
Mungkin ia sekretaris pria putih ini.
Tunggu, aku sepertinya mengenal pria putih ini? Wajahnya seolah tak asing. Tapi aku tak bisa ingat dimana. Aish! Mengapa aku pelupa sekali. Reina mencoba mengingat. Banyak pertanyaan dalam pikirannya.
Min Yunki menatap Reina, dengan tatapan yang aneh. Sungguh pikirannya setengah kacau. Karena Reina membawanya pada ingatan tentang sang mendiang istrinya, Reya.
"Kau?! Tuan mesum yang berada di bar kan?" tanya Reina mengingat kini siapa pria dihadapannya.
"Jaga bicaramu!" hardiknya.
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Nam kita ke tempat yang lebih tenang."
Pria dengan lesung pipi itu segera melajukan mobilnya. Sejujurnya Reina penasaran bagaimana pria mesum ini bisa mengetahui tentang our fashion?
Mobil itu melaju tak terlalu lama samoai kami tiba disebuah restoran mewah. Di sini bisa memesan tempat khusus dengan harga selangit.
"Maaf untuk apa anda mengajakku kemari?" tanya Reina kemudian menghentikan langkah.
Langkah Yunki 'pun terhenti lalu menatap. "jangan terlalu percaya diri. Aku sama sekali tak tertarik padamu."
Reina mendengkus kesal. Lalu memilih kembali berjalan mengikuti Yunki.
**