Kesabaran wanita itu telah habis, dia mengeluarkan sihir hitamnya untuk menyerangku. Ayahku juga mulai siaga.
"Rasakan ini, haaaaaakkkk!!!"
Ngelak. Satu serangan yang cepat, hampir saja aku mengenainya. Aku membalasnya dengan sihir kecilku, itu hanya pertolongan yang tidak menguntungkan. Sebenarnya aku tidak ingin melawan, karena ayahku ada di sini. Yang seharusnya aku lakukan adalah membuka mata ayahku lebih jelas dan menghilangkah pengaruh sihir hitam penyihir. Ayolah berpikir... aku tidak akan terus mengelak dan menyerang kecilkan? Ayah menatapku tajam. Tangan Ayah mulai bergerak, menyerangku tanpa perasaan.
"Auh... sakit," desahku terjatuh.
Sekali serangan Ayah langsung meneroposkan tulang bagian bahuku. Begitu bencikah Ayah padaku dan Ibu?
"Aku tahu kau pasti marah pada kami Ayah. Kau mengira Ibu pergi tanpa memberi tahumu dan kau berpikir aku ini hanyalah anak tipuan. Tapi semua itu terjadi karena ulah orang yang kau katakan istrimu. Dia itu seorang kakak dari ibuku yang mencintaimu dan rela berbuat hal jahat demi mendapatkan apa yang dia inginkan, walau harus membunuh saudaranya sendiri. Kau harus tau Ayah, istrimu yang sebenarnya sangatlah mencintaimu, dia juga rela berkorban demi melindungiku agar bisa menemuimu dalam kediaman, bersamamu. Tapi ternyata kau malah di butakan oleh balas dendam, aku yakin ibuku pasti sedang mencarimu di alam sana, kasihan dia... aku...," ucapku dengan sedih. Begitu hancur hatiku saat berpikir malangnya nasib Ibu.
"Sudah cukup basa-basimu anak kecil! Biar aku lanjutkan serangan andalanku, hiak..." Penyihir itu menyerang kembali.
Hampir pitam, semuanya hampir gelap dan lelap, aku... sudah tak kuat. Sihiran kecilku tak akan mempan dengan ilmu hitam yang dahsyat, tapi... bila aku jatuh, itu artinya aku mengaku kalah.
Tidak, ingatlah perjuanganmu sampai titik ini Stefan. Perjuangan yang panjang dan melelahkan, seharusnya tidak ada kata menyerah.Walau aku tidak dapat cinta ayahku, setidaknya ayah pangeran Joe ada untukku. Aku... harus merebut kembali penawar itu...
Auh... kepalaku...
"Hiak..." Serangan itu....
"Awas pangeran!"
Bhuk!!!
Seseorang membantuku mengelak, aku terjatuh dalam pelukannya, dialah kekasihku Moin-Moin.
"Moin-Moin? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku heran.
Moin-Moin tertunduk sedih. "Maafkan aku Pangeran, aku melanggar perintahmu untuk tetap berdiam diri di istana. Aku sangat menghawatirkanmu dan sebenarnya aku telah mengikutimu sejak kau pergi menaiki kuda. Dan saat sampai di hutan terlarang kau terjatuh pingsan, lalu aku menyuruh seekor serigala untuk membantumu. Dan juga... aku terus mengawasimu sejak awal. Maafkan aku!" tunduk Moin-Moin bersalah.
"Jadi... inilah dirimu Moin-Moin, kau..." seketika aku memeluknya erat. Perasaan rindu dan cintaku semakin menjadi-jadi. Terlalu bahagia untuk mendapatkan kekasih yang setia. "Lantas, kau ke sini naik apa?" tanyaku.
"Aku di gendong seekor beruang besar. Bulunya begitu lembut serasa di kasur," ucap Moin-Moin senang.
"Aku senang kau di sini, kau juga aman," ucapku dengan pelukan rindu.
"Apa sudah selesai basa basinya? Kalian membuatku muak!" marah Penyihir.
"Tunggu, bukankah kau gadis yang berbicara denganku minggu terakhir?" tanya Ayah menunjuk Moin-Moin.
Moin-Moin kelihatan bingung dan mengerutkan keningnya. "Aku rasa ini pertama kalinya kita bertemu," ucap Moin-Moin mencoba mengingat.
"Tidak. Saat itu aku adalah burung gagak yang mengajakmu ke hutan terlarang, apa kau ingat itu?" tanya Ayah lagi.
"Jadi kau... burung gagak itu?" tanya Moin-Moin terkejut.
"Ya, aku adalah gagak hitam yang berbicara padamu saat itu. Jika seseorang masuk ke hutan terlarang maka hutan itu akan menampakkan hal yang ingin sekali kita ketahui, hutan itu akan mengembalikan memori kita yang pernah hilang, apapun hal itu akan tampak secara misteri". Ayah mengatakan hal yang diceritakan Moin-Moin apa yang di katakan gagak saat itu.
"Dan saat itu aku ingat kau juga mengatakan sesuatu saat aku bertanya kenapa kau ingin masuk ke hutan terlarang, kau bilang 'Setiap pagi aku selalu datang kemari, untuk mencari tahu apa yang terjadi padaku saat itu, benar atau salah? Tapi aku belum memastikannya dengan benar, walaupun kejadian saat itu benar, tapi aku tetap melakukan kesalahan ini, dengan begitu dendamku akan mencapai tujuan.' Begitulah ucapanmu yang tak ku mengerti," ucap Moin-Moin sambil mengerutkan keningnya.
Aku juga tak mengerti apa yang di maksudkan Ayah. "Apa maksud dari perkataanmu?" tanyaku pada Ayah.
"Haruskah aku menjawab pertanyaan itu? inti dari ucapanku saat itu adalah bahwa aku tidak tahu apa yang benar dan apa yang salah, namun mau apapun itu aku tidak peduli, aku akan tetap mencapai tujuanku untuk balas dendam padamu, sehingga aku mendapatkan kembali kebahagiaanku!" tegas Ayah.
"Kebahagiaan? Apa selama kau di penuhi dendam kau merasa bahagia? Dan aku ingin kau menjawab pertanyaanku, pernahkah kau bahagia?" tanyaku memendam air mata.
Ayah kelihatan semakin bingung, entah apa yang sedang di pikirkannya. Mungkinkah ingatan Ayah telah kembali?
"Aaaaa..." tiba-tiba Ayah menjerit. "Dasar pengacau, akan ku bunuh kau dengan begitu aku akan menjawab pertanyaanmu, itulah kebahagiaanku!" Ayah malah marah dan mulai menyerang tak stabil.
Aku pikir Ayah akan mengingat kebahagiaan saat bersama Ibu, ternyata salah. Ayah malah ingin membunuhku. Aku harus melindungi Moin-Moin dan hanya bisa mengelak. Aku tidak boleh menyerng Ayahku sendiri, mau bagaimanapun aku tetap tidak tega... maksud dari ucapanku walau tak mendapat cinta Ayahku itu artinya aku ingin mendapatkan cintanya...
"Moin-Moin....!!! ....Tidak... tidak... tidaaaak....!"
Kenapa? Kenapa aku gagal melindungimu Moin-Moin. Kenapa aku begitu lemah sampai tak tega menyerang ayahku walau kau di serang... hiks.. hiks... tidak.
"Tidak akan kubiarkan siapapun menyakiti kekasihku!" teriakku membalas perbuatan keji mereka dengan panahan yang di ajarkan Silmov Dan.
"Hanya sekali serangan kalian akan musnah, karena aku telah mencampuri panahku dengan sihir. Aku tidak peduli lagi siapa pun kalian, selama ini aku telah hidup bersama Moin-Moin, bila ada yang menyakitinya maka tak akan kulepaskan orang itu termakasud kau Ayah! Aku... tidak punya Ayah sepertimu!" ucapku tegas dan seranganku akan membuat mereka kehilangan nyawa
"Katrinei... dimana kau sayangku? Katrinei..." mulut Ayah berdesih Ibu. Ayah telah sadar dari pengaruh ilmu hitam.
"Ayah," aku mngucapkan kata rinduku seumur hidup.
Ayah sekarat dan tubuhnya melemah, oh tidak... hiks...hiks... semuanya salahku, seharusnya aku tidak mengeuarkan amarahku pada Ayah, tidak tidak tidak....
"Katrinei..."
"Ayah, hiks... maafkan aku, aku bersalah... aaaa... tolong jangan pergi..." Tangisku menyesal.
Seketika Ayah membuka kelopak matanya perlahan, melihatku dan memegang wajahku dengan halus. "Sudah aku katakan Katrinei, Putra kita lebih mirip denganku..." ucap Ayah tersenyum kecil dan matanya tertutup sudah, rawutan indah senyumnya membisu, Ayah telah pergi menyusul Ibu.
"Ayah.... maafkan aku, hiks...hiks... Tuhan aku telah melakukan dosa yang begitu besar, anak macam apa aku ini, hiks... hiks..."
Seketika aku mengingat ucapan Penasihat untuk menstabilkan amarahku, Penasihat itu bisa mengetahui apa yang akan terjadi nantinya. Namun, setidaknya aku telah berhasil membunuh Penyihir dan merebut kembali penawar pelangi itu.
Aku melepaskan gengaman tanganku pada Ayah dan mendekati Penyihir itu sebelum mati sepenuhnya. "Adakah kata-kata terakhir yang ingin kau ucapakan Penyihir licik?" tanyaku tanpa perasaan.
"Kau... kau... telah menghancurkan hidupku. Hahaha... tapi aku belum kalah bocah, mungkin aku akan mati tapi... kaki tanganku akan membalas dendamku padamu... hahaha..." ucap Penyihir itu dengan tawa penderitaan.
"Apa maksudmu kaki tangan, siapa orang itu?" tanyaku penasaran.
"Kau.. a.. akan tahu bila kau kembali ke ista..." Nafas terakhir Penyihir itu telah memutuskan kata-kata terakhir yang begitu penting. Dia bahkan belum menjelaskan semuanya, siapa kaki tangan Penyihir itu?
***