"Ayo duduk dulu! Oh iya, tadi aku tidak sengaja mendengar gosip dari pelayan, katanya kau hampir menghancurkan makan bersama para mentri, apa benar?" tanya Moin-Moin.
"Yah... tidak juga, semua baik-baik saja, tidak ada yang perlu di khawatirkan," ucapku mengelus kepala Moin-Moin. Aku tahu bila ada sesuatu yang terjadi padaku Moin-Moin langsung khawatir dan gelisah. "Sudah malam, istirahatlah di kamarmu!" perintahku.
Moin-Moin berdiri dan menatapku dengan perasaan khawatir. Apa yang bisa kulakukan? Aku menarik lengannya dan memeluknya sekejap, berbisik, "Jangan bermimpi, tidur saja yang nyenyak!" Moin-Moin tersenyum luluh.
"Kalau begitu aku permisi," ucap Moin-Moin meninggalkanku sendirian dalam kamar yang besar dan dingin.
Aku menghela nafas dan menatap langit dari jendela kaca yang tertutup. Banyak sekali bintang di langit, aku jadi heran, seharusnya di abad sekarang bintang tidak muncul sebanyak itu! Aku mengerutkan kening dan berpikir seperti ada sesuatu yang aneh, tapi... sudahlah.
Ini adalah dunia, Tuhan menciptakannya sesuai rencananya sendiri, jangan khawatirkan stratgi bintang itu. Hal yang lebih logis yang harus kau percayai adalah bagaimana Tuhan telah menciptakan dunia yang di dalamnya hanya ada malam saja, hanya ada siang saja, panjangnya malam dari pada siang, panjangnya siang daripada malam, stabil, semua itu hanya tuhan yang tahu.
***
"Tunggu jangan pergi, bawa aku bersamamu!"
"Aku sangat bahagia kau hidup, aku sangat bahagia, heks... heks..."
.....
"Pangeran Joe! Kau kemana saja?"
"Penjarakan dia! Dia telah membunuh rakyatmu Raja, bukan hanya itu, dia juga membunuh temanku yang tak bersalah dan... istri pertamamu Raja, Ratu telah di racuni olehnya!"
"Apa yang kau katakan, Putraku? Putraku, Putraku!"
"Hei bangun... jangan tinggalkan aku! Heks..."
"Pengawal, penjarakan dia di penjara bawah tanah! Pelayan, cepat bawa Pangeran ke kamarnya dan panggilkan tabib, cepat!"
"Jangan menangis Moin-Moin, aku tidak apa-apa."
"Apa, anak itu berbohong, aku tidak bersalah! Raja ampunkan aku, tolong...!"
....
"Kau semakin cantik Moin-Moin, sudah berapa usiamu?"
"Aku? Tentu saja 14 tahun, kau juga kan?"
"Entahlah, aku merasa tubuh ini berumur 14 tahun, tapi..."
"Tapi apa?"
"Aku tidak yakin, rasanya aku hidup begitu lama dari ratusan tahun lalu."
"Apa yang kau bicarakan?"
"Kau tidak perlu tahu, yang perlu kau ketahui adalah bahwa aku telah lahir sejak kau lahir."
"Kau merayuku ya? Sayangnya tidak gombal."
"Hahaha, sini kejar aku kalau berani!"
....
"Kau kenapa?"
"A... aku... mencintaimu, maukah kau menjadi pacarku?"
"Tidak."
"Oh begitu ya."
"Tidak di tolak."
"Benarkah...."
....
"Berjanjilah untuk terus hidup bagaimanapun caranya!"
"Jangan katakan hal yang sama seperti ibuku seolah-olah kau akan pergi."
"Berjanjilah!"
....
"Tidak aku bermimpi! Persis?"
"Pangeran, jaga dirimu baik-baik dan ingat janjimu, tetaplah hidup bagaimanapun caranya! Aku... mencintai... mu, Pangeran kecilku..."
"Moin-Moin...."
oOo
Heks... heks... tidak... tidak.... hhhh, mimpi apa aku ini? Kenapa aku bermimpi awal kedatanganku ke istana Saka dan semua yang terjadi beberapa tahun lalu di istana antara aku dan Moin-Moin, dan... kenapa akhir dari mimpiku sesuatu yang belum pernah terjadi, tapi sangat mengerikan? Akhir yang buruk, dalam mimpi itu... Moin-Moin... heks.... Huh tidak jangan dipikirkan, itu tidak benar dan akhir yang mengerikan seperti itu tidak akan pernah terjadi, mulai sekarang aku harus melindungi Moin-Moin dari hal apapun.
Tok... tok... tok...
Aku menghapus air mataku. "Siapa?"
"Ini aku." Itu Moin-Moin, aku sangat senang Moin-Moin masih di sampingku.
"Masuklah!"
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Moin-Moin heran melihatku tersenyum seperti orang bodoh di pagi hari.
"Tadinya tidak, tapi sekarang kau ada disini semua akan-baik-baik saja."
Moin-Moin duduk di ranjangku dan menatap heran. "Memangnya apa yang terjadi tadinya?" tanya Moin-Moin heran.
"Hanya mimpi," ucapku lalu membaringkan kepalaku ke paha Moin-Moin. Moin-Moin mengelus kepalaku dengan tangan lembutnya.
"Hei, apa kau ingat saat pertama kali aku melamarmu menjadi pacarku?"
"Ingat, kenapa tiba-tiba kau membahasnya? Itu saat hari ulang tahunku yang ke-15 dan aku jelas menolakmu," ucap Moin-Moin berpura-pura.
"Sungguh, aku di tolak? Uh... menyebalkan sekali ya saat kau menolakku." Aku pura-pura kesal.
"Kau benar, tapi ada yang kelupaan, yaitu kata tidak di depannya," jelas Moin-Moin.
"Kau terlalu jelas mengatakannya, aku jadi semakin mencintaimu." Aku menggenggam tangan Moin-Moin erat.
Seketika Moin-Moin mengecup bibirku halus. "Mandilah! Bibirmu sangat manis," suruh Moin-Moin sambil membangunkanku.
"Baiklah, tapi setelah itu temani aku belajar memanah di bukit bersama Tamsa, ya!"
"Tidak, sebelum kau sarapan dulu!" balas Moin-Moin mencubit hidungku.
"Iya baiklah, kau sangat bawel." Aku menatap Moin-Moin.
"Kenapa menatapku?" tanyanya.
"Apa kau ikut mandi bersamaku?"
"Tid..tidak, maaf baiklah aku akan menunggumu di luar!" Aku tertawa melihat Moin-Moin salah tingkah, tapi sangat menggemaskan.
***
Kami bertiga tiba di bukit tempat pelatihan memanah. Ini hari pertamaku yang akan di ajari oleh guru pemanah kerajaan, aku memanggilnya Silmov Dan. Dia guru tua dengan jubah merah, pandangannya sangat tenang, walau dalam suasana apapun wajahnya tetap tenang. Aku yakin pikirannya juga tenang dan orang yang bijak, itulah mengapa kerajaan mempercayainya sejak kelahiran Raja Goa di istana Saka. Jadi, Pangeran pertama yang di ajari guru Silmov Dan memanah adalah ayahnya Raja Goa Ritjen, yaitu Raja Ritjen X11.
Pada masa pemerintahan beliaulah Kerajaan Saka di kenal Kerajaan Gula Merah, hal itu terjadi sejak perperangan yang begitu dahsyah antara saudaranya yang hendak merebut tahta, sehingga terjadilah pertumpahan darah saudara, dan untungnya kemenangan memihak pada orang baik dan terpercaya, karena itulah Kerajaan Saka disebut Kerajaan Gula Merah, manis dari darah saudara.
"Guru, tolong ajari aku!" Tundukku pada Silmov Dan.
"Orang yang ku ajari bukanlah sembarang orang. Namun, orang yang memiliki tekat di dalam hatinya sebuah kemenangan, tapi bukan balas dendam. Jadi, jika kau benar-benar ingin menjadi muridku dan belajar ilmu memanah, maka hal pertama yang harus kau kuasai adalah jiwa dan ketenangan, kedua keseimbangan, ketiga fokus, keempat yakin, kelima lakukan. Jika kelima hal itu telah kau kuasai, maka pembelajaranmu tidak akan pernah sia-sia. Kau akan menjadi pemanah yang hebat dalam sejarah.
"Baiklah, aku tidak akan gegabah, aku akan pelajari dulu 5 hal yang kau katakan itu, setelah itu akan kutunjukkan hasilnya padamu!" ucapku dengan fisik dan mental yang siap.
"Kalau begitu, aku pamit!" ucapnya lalu pergi menghilang.
Tidak kusangka awal dari pertemuanku dengan Guru penuh sejarah itu begitu mendorongku semangat memanah. Kata-katanya yang begitu kuat dan menggeretakkan jiwa, aku sangat ingin memelajarinya dan memperlihatkan langsung padanya nanti.
"Pangeran... semangat memanahnya!" teriak Moin-Moin dari atas batuan besar sambil memainkan kelopak bunga. Mendapat semangat dari Moin-Moin membuatku semakin bersemangat.
"Kau lihat saja panahku tidak akan meleset sedikit pun!" balasku teriak. "Pengawal ambilkan panahku!" perintahku pada Tamsa.
"Ini, Pangeran!"turut Tamsa.
***