"Moin-Moin!" aku memanggil namanya sampai di pintu kamar. Tapi, ada apa dengan Moin-Moin, dia memalingkan kepalanya ke luar jendela dan menangis sedih. "Moin-Moin, kenapa kau menangis?" aku berjalan pelan menghampirinya. Air mata Moin-Moin semakin mengalir, aku tidak bisa melihatnya menangis, hatiku sangat terluka. Aku memeluk Moin-Moin tapi Moin-Moin mendorongku.
"Ada apa? Kenapa?" tanyaku panik.
"Pergi... jangan dekati aku! Heks... heks... aku sendirian, mereka sengaja pergi meninggalkanku, heks..." ucap Moin-Moin sambil menangis kesal. Para pelayan jadi takut melihat tingkah Moin-Moin yang aneh. Mereka mengira Moin-Moin kesurupan atau sedang di rasuki makhluk lain. Tapi menurutku tidak, Moin-Moin tidak sedang di rasuki, dia tetap Moin-Moin yang asli, jika dilihat dari ekspresinya hanya seperti sedang di ganggu pikirannya, entah oleh kenangan yang buruk dan sengaja dilupakan datang kembali.
Aku perlahan mendekati Moin-Moin dan mulai memegang bahunya, menatapnya. "Katakan, apa yang sudah terjadi?" tanyaku pelan padanya.
Moin-Moin terus menangis, memejamkan matanya erat dan memikirkan sesuatu. "Ternyata mereka sengaja meninggalkanku sendirian, aku di tinggalkan... mereka..." ucap Moin-Moin terengah-engah menangis dan pingsan lagi.
"Ada apa dengan Putri?" Para Pelayan panik dan bertanya-tanya.
"Tidak apa-apa,lebih baik kalian tidur sudah malam, biar aku yang merawatnya!" ucapku pada pelayan, hingga mereka pergi. Sekarang sudah waktunya tidur, aku akan selalu berada di samping Moin-Moin.
***
Apa ini, lembut? Biar aku buka mata. "Aaaa... Rey! Kau bikin kaget saja, huh!" kagetku melihat Rey tidur di atas dadaku.
Rey bangun dan turun dari atasku.
"Hei, dimana Moin-Moin?" aku langsung panik menoleh ke samping melihat Moin-Moin tidak ada. "Moin-Moin!" teriakku. Dia tidak datang, dimana dia?
Kelinci itu melompat-lompat dan sepertinya ingin mengajakku pergi ke sesuatu tempat, aku mengikutinya. Ternyata di taman istana, oh di sana ada Moin-Moin, dia sedang menyendiri di samping air mancur.
"Moin-Moin," kataku pelan. Moin-Moin melirikku sekejap, lalu menunduk bersedih. Aku mendekatinya. "Hei, apa kau sudah makan?" aku bertanya padanya, tapi dia masih tak menjawab. "Kalau begitu, aku akan membawakan makanan ke sini," ucapku hendak kembali mengambil beberapa makanan untuk Moin-Moin.
"Tunggu!" Moin-Moin mencegahku. Aku berbalik dan duduk di sampingnya. "Kau... pasti ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi kan?" tanya Moin-Moin dengan nada suara lemas.
"Iya, tapi... kalau kau tidak ingin menceritakannya sekarang, maka jangan lakukan, yang terpenting itu kesehatanmu, kau belum sembuh total jadi jangan pikirkan hal yang akan membuatmu semakin sakit," ucapku meyakinkannya.
"Tidak. Aku... hanya ingin kau tahu, kejadian waktu itu di atas bukit..." putus Moin-Moin, dia sepertinya menahan tangisannya.
"Ayo kita masuk, di luar sangat dingin!" ajakku.
"Tidak! Saat itu ada burung gagak yang mengajakku masuk ke hutan terlarang, saat aku bilang tidak dia malah meremehkanku, tapi aku tidak peduli. Lalu, burung gagak itu berkata padaku bahwa, "Jika seseorang masuk ke hutan terlarang maka hutan itu akan menampakkan hal yang ingin sekali kita ketahui, hutan itu akan mengembalikan memori kita yang pernah hilang, apapun hal itu akan tampak secara misteri".
Aku ragu dengan perkataan gagak itu, lalu gagak itu terus meremehkanku dan aku bertanya padanya, "Lalu, kenapa kau ingin memasuki hutan itu?" Gagak itu terdiam, dan menjawab, "Setiap pagi aku selalu datang kemari, untuk mencari tahu apa yang terjadi padaku saat itu benar atau salah? Tapi aku belum memastikannya dengan benar, walaupun kejadian saat itu benar, tapi aku tetap melakukan kesalahan ini, dengan begitu dendamku akan mencapai tujuan.
Aku tidak tahu apa yang di bicarakan gagak itu, lalu gagak itu membuang wajahnya dan masuk ke hutan terlarang itu. mungkin tidak ada salahnya aku mengikutinya, lagian aku punya hal yang selalu ingin aku cari tahu kebenarannya, yaitu bagaimana akhir dari pertemuanku dan orang tuaku.
Saat itu aku memasukinya tanpa ragu, aku berharap apa yang di katakan gagak itu benar. Sampai di sana rasanya semua pohon memutariku, aku jadi pening tapi hatiku yakin hal itu akan muncul. Seketika semua pohon berhenti dan aku tidak tahu berada dimana, disana aku hanya melihat bayangan hitam yang masuk ke tubuhku secara perlahan, aku menjerit, tiba-tiba semuanya jadi berbeda.
"Sayang makanlah coklat ini!" ucap wanita duduk di sampingku dan ada pria yang duduk di samping lainnya, dia sedang mengemudi, aku ingat mereka menamainya mobil. Saat itu aku mengenggam boneka beruang kecil dan aku merasa ada hal yang lebih aneh, saat itu kakiku masih pendek, itu artinya aku sangat ingat itu 7 tahun yang lalu saat aku dan orang tuaku travel."
"Travel? Apa itu travel?" tanyaku heran. Nama itu kedengaran aneh.
"Entahlah aku tidak tahu, tapi saat itu tiba-tiba petir menyambar pohon beringin hingga terjatuh tepat di depan kami, lalu kami menjerit. Setelah itu, semuanya gelap dan sunyi. Saat aku membuka mataku, dia... ibuku tertimpa batang pohon dan ayah... heks... tertusuk pohon. Hanya aku yang selamat, aku terdampar di luar mobil dan terluka parah.
Heks... heks... saat itu aku baru tahu ternyata bibi berbohong padaku, orang tuaku tidak meninggal sejak aku lahir tapi sejak kejadian itu... aku tidak tahu kenapa hal itu terhapus dari memoriku dan bila aku mengingatnya ternyata orang tuaku telah meninggalkanku sendirian, heks... mereka pergi meningalkanku... aku tidak ingin sendirian... kenapa mereka pergi...heks..." Moin-Moin terus menangis setelah membicarakan hal yang aneh.
Aku terdiam dan merenung sejenak, sebenarnya apa yang di bicarakan Moin-Moin? Aku tidak mengerti, Mobil? Travel? Hal macam apa itu? Adakah di dunia ini hal seperti itu? Tungu, bila aku ingat-ingat awal aku terlahir sebagai kutukan aku berada di rumah bibinya Moin-Moin, memang tempatnya berbeda dari sekarang, tempat itu di katakan rumah, sedangkan aku seorang pangeran yang memiliki istana. Baiklah, aku masih bingung dan belum bisa menyimpulkan.
"Lalu, apa yang terjadi padamu?" tanyaku ingin mendengar lanjutannya.
"Lalu, semua orang berkumpul ketempat kejadian, mereka memanggil ambulan dan membawa orang tuaku pergi, tapi... tidak satupun dari mereka yang melihatku yang terdampar di seberangan jalan, aku tak kuat dan tertidur lama. Saat aku membuka mataku, aku sudah berada di rumah bibi, menatap lampu kuning gantung di sudut jendela."
Tunggu, apa? Aku tahu itu, itu juga hari pertamaku melihat dunia, lampu kuning di sudut jendela, itu saat pertama aku mengenal Moin-Moin yang penakut dan penyindiri, tak ada teman dan selalu sendirian.
"Hanya sampai di situ dan semuanya gelap..." Moin-Moin mulai menagis kembali. "Kenapa hal ini terjadi padaku? Ibu... Ayah... sejak kalian meninggalkanku, aku sendirian... aku... kesepian...." teriak Moin-Moin melepaskan semua yang dipendamnya. Perasannya pada orang tuanya sangat mendalam, hingga tak rela takdir memisahkan mereka dengan kasar.
Aku memang tidak tahu tragedi apa yang menimpa Moin-Moin sebelum aku ada di hatinya, aku ingat cerita Ibu saat itu, katanya ibu menaruh aku di hati Moin-Moin sejak dia berada di taman menyendiri. Aku jadi tidak yakin dengan ingatan Moin-Moin sejak itu, sebenarnya apa yang terjadi? Oh iya, aku hampir lupa.
"Oh iya, Moin-Moin! Tapi, kata Tamsa saat itu kau sedang mengejar kupu-kupu bukan berbicara dengan gagak, apa yang benar?" tanyaku ragu.
Moin-Moin menatapku datar. "Apa kau tidak percaya padaku?" tanya Moin-Moin.
"Eh, bukan seperti itu, aku percaya maksudku aku hanya ingin memastikan sebenarnya hewan apa yang kau lihat itu!" Sebenarnya aku sedikit ragu dengan hal itu, tapi bukan berarti tidak percaya pada Moin-Moin.
"Bukan hewan, tapi ceritaku dan memoriku yang hilang, apa kau mempercayainya?" tanya Moin-Moin membuatku terdiam.
"Jadi... kau tidak percaya ya?" Moin-Moin menunduk.
"Maaf, aku belum bisa memastikannya, hal itu terlalu aneh bagi dunia ini untuk ku percayai, lihatlah di sini masa kerajaan, seluruh dunia di kuasai oleh para raja, tidak ada hal seperti yang kau bicarakan, tapi... aku memang merasa aneh dengan tragedi awal aku hidup seagai kutukan, rumah bibimu yang berbeda dengan istana. Dulu aku tahu banyak tentang perabotan rumah itu yang berbeda jauh dari perabotan istana, aku juga sangat heran dengan hal itu, tapi bila aku mengingatnya akhir dari rumah itu kau lari ke hutan dan terjatuh ke jurang lalu, bertemu penyihir yang pernah kita lenyapkan.
Langsung semuanya tampak berbeda, tempat itu seperti hutan yang aneh, bahkan untuk para tumbuhan di tengah malam semuanya sangat aneh. Mereka dapat merubah warna pohon mereka, aku pernah melihat itu tengah malam di gubuk kecil atas pohon beringin yang pernah kubuat. Tapi... kita sudah melanjutkan hidup sejauh ini, lalu apa yang kau ragukan? Inilah dunia kita yang sebenarnya, yakinlah!" aku meyakinkan Moin-Moin, dan semuanya pasti akan baik-baik saja.
"Be..benarkah?" Moin-Moin keliahatan ragu.
"Sudahlah, jangan dipikirkan, yakinlah semua akan baik-baik saja!" Aku terus meyakinkannya. Moin-Moin hanya diam. "Ayo kita masuk! Kau sejak kemarin belum sarapan, lihatlah perutmu sangat imut..." aku merayunya.
"Baiklah, ayo!" Moin-Moin menuruti.
Aku berjalan mengenggam tangannya. "Kau mau makan apa? Daging bakar? Sayur atau Buah?"
"Entahlah..."
"Kalau begitu makan saja semuanya!"
"Hei... kau ingin melihatku gendut, ya!"
"Hahaha, seperti apapun bentukmu, kau tetap Moin-Moin kekasihku."
***