BRAK!
Suara bantingan keras pada pintu membuat seluruh penghuni kelas yang sedang serius melaksanakan belajar mengajar seketika terperanjat kaget. Atensi mereka semua langsung beralih pada ketiga sosok laki-laki berbeda ras yang kini tengah berdiri dengan santai. Satu di ambang pintu, sementara yang dua berada di belakangnya sudah seperti bodyguard.
Di kursinya, Lova hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Axel, Malik dan Abdul. Jantungnya nyaris saja melom--
"Mau apa kalian kemari?"
Lova langsung menelan salivanya kasar. Perlahan menoleh menatap Pak Prabaswara, guru pelajaran ekonomi di Senior High Global Cetta School yang sudah berdiri sedang berkacak pinggang dengan raut wajah masam.
"Ketemu pacar gue." jawab Axel enteng membuat Lova langsung saja memejamkan kedua matanya. Sementara Malik dan Abdul hanya terkekeh kecil di belakangnya. Kedua mata Axel tak lepas menatap Lova.
"Kamu sudah mengganggu Bapak mengajar, Axel."
Axel melirik Pak Prabaswara sekilas. "Masalah lo." balas Axel dengan berani membuat Pak Prabaswara semakin geram. Sementara Lova, gadis itu bergerak cepat membuka kedua matanya.
Kedua mata Lova melotot lucu ketika pandangannya bertemu dengan manik hitam elang Axel. Alih-alih membuat Axel merasa takut, laki-laki itu malah terlihat terkekeh pelan dan hal itu sukses membuat penghuni kelas yang berjenis kelamin perempuan, kaum dari hawa itu menjerit tertahan menatap pacar tampannya itu dengan mata berbinar-binar mendamba. Ish! Apa, sih?! Malah ketawa. Tidak ada yang lucu juga. Raut wajah Lova langsung berubah cemberut. Lova langsung membuang muka.
"Dasar tidak sopan!"
Axel mengangkat kedua bahunya tak acuh. Kalimat seperti itu hampir setiap hari dia dengar dan tidak akan memberi pengaruh apapun padanya. Axel berjalan santai tak menghiraukan keberadaan guru yang berada di dalam kelas menghampiri Lova dengan senyum yang tak pernah hilang dari bibirnya dan kedua matanya hanya tertuju pada gadis itu.
"My Lov?" panggil Axel pelan seraya menumpukan kedua tangannya di tepi meja. Axel menyesuaikan posisi berdirinya dengan posisi Lova yang sedang duduk.
Lova hanya berdehem kecil. Tak melirik Axel sama sekali.
Axel terkekeh kecil ketika Lova mengacuhkan panggilannya. "My Lov?" panggil Axel lagi, kini dengan suara yang lebih lembut.
"Hmm?"
Axel sudah merasa gemas dengan tingkah Lova. Langsung mencium pelipis Lova sekilas berhasil membuat gadis itu menoleh padanya dengan wajah yang sudah bersemu merah. Axel tertawa kecil sambil satu tangannya mengusap kepala Lova pelan.
"Marah, hm?"
Lova melirik ke sekelilingnya. Lalu berdehem pelan untuk menutupi rasa gugupnya ketika menemukan fakta bahwa dia sekarang sedang diperhatikan oleh seluruh penghuni kelas. Terkecuali Lila, Malik dan Abdul yang justru menatap ke arahnya dan Axel dengan tatapan malas. Bahkan Lila sampai memutar kedua bola mata gadis itu.
"My Lov?"
Lova langsung berpaling menatap Axel yang ternyata juga sedang menatapnya.
"Lo marah sama gue?"
Lova menghela nafas samar. Lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Gak marah, kok."
Kedua alis Axel terangkat. "Beneran? Kenapa kaya gitu jawabnya, hm?"
Lova menatap Axel lekat. "Beneran. Lova gak marah, kok sama Axe." Lova tersenyum lembut. Perlahan bergerak sedikit mendekatkan wajahnya ke wajah Axel yang sedang menunduk. "Mana bisa Lova marah sama Axe." bisik Lova sambil nyengir lebar.
Axel hanya terkekeh kecil mendengar penuturan Lova. Tangan kanannya terulur mengacak rambut Lova pelan.
Lova menurunkan tangan kanan Axel yang masih bertahan di atas kepalanya. Tangan kirinya terulur mengambil tote bag yang digantungkan di kapstok samping kanan meja membuat Axel reflek mundur satu langkah.
"Ini--" Lova menyodorkan tote bag yang langsung diterima oleh Axel. "Sarapan Axe yang tadi pagi Lova bilang di chat. Lova bawakan agak banyakan itu." Lova menunjuk tote bag di tangan Axel dengan telunjuknya sekilas. "Nanti dibagi-bagi sekalian buat Malik sama Abdul."
Axel hanya manggut-manggut malas. Raut wajahnya langsung berubah mendung. Ck! Kenapa selalu ada Malik dan Abdul!
"Oh ... hampir aja Lova kelupaan. "
Sebelah alis Axel naik.
"Nanti Axe ambil kotak makan yang ada nama Axe-nya, ya. Punya Axe kotak makannya Lova kasih nama soalnya. Axe itu, kan spesial. Jadi Lova bedakan sama punya Malik sama Abdul." Lova tersenyum lebar.
Raut wajah Axel yang sempat gelap seketika berubah menjadi bersinar cerah sampai-sampai mengalahkan cerahnya sinar matahari. Axel tersenyum lebar manatap Lova. Lalu menganggukan kepalanya.
Axel berdehem pelan. "Yaudah. Gue cabut." tanpa perlu menunggu jawaban dari Lova Axel langsung mencium puncak kepala gadis itu sekilas. Axel sudah akan membalikan badannya, namun tangan Lova menarik ujung kemeja putih seragamnya yang tidak pernah dikaitkan kancingnya itu lebih dulu.
"Eh?! Tunggu sebentar, Axe."
"Hmm?" gumam Axel dengan kedua alis Axel terangkat. Axel menatap Lova tidak mengerti. "Kenapa, my Lov?" tanya Axel sambil menarik lepas tangan Lova pelan dari kemejanya dan menggenggam tangan gadis itu.
Lova sedikit memajukan tubuhnya. "Lukanya Axe udah diobati lagi belum itu?" tanya Lova dengan suara pelan sambil memperhatikan wajah Axel intens. Tangan kanannya terulur mengusap sudut bibir laki-laki itu.
Axel hanya menggeleng.
Lova menggembungkan pipinya. Menarik tangannya lalu memutar posisi duduknya sedikit ke samping sambil menarik lengan Axel hingga laki-laki itu menghadap padanya.
Axel reflek menundukan kepalanya. Memperhatikan kedua tangan Lova yang sedang bergerak pelan mengaitkan satu per satu kancing kemeja seragamnya mulai dari kancing terbawah. Tanpa Axel sadari senyum lebarnya terbit.
Karena posisinya sedang duduk, Lova harus mendongakan kepalanya sedikit ketika akan mengaitkan kancing kemeja Axel yang paling atas dekat dengan kerah. Tatapannya langsung bertemu dengan mata laki-laki itu. Lova tersenyum manis.
Terlalu asik dengan dunia mereka berdua sendiri. Keduanya tidak sadar telah menjadi objek perhatian oleh seluruh penghuni kelas. Bahkan mereka berdua lupa dengan keberadaan guru yang sedang berdiri di depan kelas yang ikut memperhatikan interaksi mereka berdua.
"Kapan sembuhnya coba? Belum-belum, nanti ada luka baru lagi." Lova menurunkan kedua tangannya.
Axel hanya mengedikan bahunya.
Lova geleng-geleng kepala. "Yaudah. Nanti istirahat, Axe tungguin Lova di UKS mau, ya? Biar Lova obati lukanya Axe. Mau, ya Axe, ya?" tanya Lova halus sambil menatap Axel dengan sorot penuh pengharapan sukses membuat laki-laki itu gentar. Lova mengerjapkan matanya.
Axel menghela nafas pasrah. That damn eyes! Lagi dan lagi, dia kalah dengan manik mata hazel sialan yang sayangnya sangat indah itu. Axel meraih tangan kanan Lova dan mencium punggung tangan gadis itu sekilas. Lalu mengangguk. "Iya-iya, oke. Puas, hm?"
Lova tersenyum lebar. Tak lupa mengangguk-anggukan kepalanya juga. Lova menarik tangannya. "Gih, sana kalau Axe mau bolos. Keluar. Lova mau belajar lagi. Hari ini Lova bolehin Axe bolos."
Sebelah alis Axel naik. "Lo berani ngusir gue?"
Lova mengangguk mantap. Menunjuk wajah Axel dengan telunjuknya. Lova tersenyum geli menatap Axel dengan tatapan mengejek. "Emang Axe berani apa-apain Lova, hayo?" Lova menunjuk wajah Axel.
"Serius, my Lov?"
"Axe, gak berani, kan? Yaudah." kata Lova sambil perlahan menurunkan telunjuknya. "Nah, besok lagi kalau mau masuk kelas ketuk pintu yang benar ya, Axe. Oh ... kancingnya jangan dilepas lagi, oke?"
"Ck! " Axel berdecak keras sambil mengibaskan tangan kirinya. "Bawel amat, lu!" Axel langsung berbalik badan dan berjalan keluar kelas membuat Lova tertawa kecil.
Malik menggoyang-goyangkan telunjuk serta menggeleng-gelengkan kepala ketika tatapannya bertemu dengan manik sewarna manik matanya milik Lova. Lewat gerakannya Malik ingin menegaskan jika ada yang salah.
Lova langsung panik reflek ikut menggeleng-gelengkan kepalanya.
Malik berdecak keras dalam hati. Dia tidak mengerti maksud dari gelengan kepala yang ditunjukan Lova. Sebagai penjelasan bahwa bukan gadis itu yang macam-macam, tapi Axel yang terlalu enteng melakukan skinship, main cium, nyosor sana sini. Atau menyayangkan aksi bolosnya. Tapi dia bolos hampir setiap hari, apalagi yang perlu disayangkan dari tindakannya. Tidak ada bukan?
Malik mengangkat kedua bahunya tak acuh. Lalu mengalihkan pandangannya pada Lila yang sedang bertopang dagu dengan raut wajah cemberut. Ck! Kenapa lagi itu bocah satu? Malik menggelengkan kepalanya.
"Woy! Ngapain lo masih di situ, hah! Jangan macem-macem lo!"
Malik langsung saja menoleh menatap pada pembuat kalimat bernada peringatan bercampur dengan cemburu itu yang kini sedang menatapnya dengan tatapan tajam yang tidak bersahabat. Kekehannya seketika terbit. Dasar posesif!
"Njir, lah Bos!" kata Abdul sambil mendorong bahu Axel. Aksinya itu langsung mendapatkan pelototan tajam dari pacar Lova itu. Ngeri. Abdul hanya cengengesan sambil mengusap kepalanya bagian belakang salah tingkah.
Malik menarik sudut bibirnya sebelah. Tersenyum miring sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Malik berjalan pelan menghampiri Axel dan Abdul yang sudah berjalan beberapa langkah di depannya.
-firstlove-
"Mau kemana, Va?"
"Eh?" pekik Lova kecil dengan tubuh sedikit tersentak ketika ada suara yang tiba-tiba saja terdengar dari arah belakangnya. Lova langsung menoleh ke belakang. "Kak Manggala ngagetin aku, deh." protes Lova sambil menepuk lengan Manggala pelan.
"Sorry-sorry. " kekeh Manggala. "Jadi-- kamu mau kemana Va?" tanya Manggala lagi.
Lova tersenyum kecil. "Aku mau ke UKS, Kak?"
Kedua mata Manggala langsung melebar. Tangan kanannya dengan cepat menangkap lengan Lova yang sedang berjalan di sampingnya menahan langkah kaki gadis itu.
"Kenapa, Kak?" tanya Lova sambil menatap Manggala bingung dan menepis tangan Manggala pelan.
Manggala melirik tangannya yang ditepis Lova sekilas. Menaikkan pandangannya memperhatikan wajah Lova lekat. "Kamu sakit, Va?"
Lova tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan aku, Kak. Aku baik-baika aja, kok. Sehat walafiat."
Kening Manggala mengerut dalam. "Terus, yang sakit--"
"Axel, Kak. Gak bisa dibilang sakit juga, sih. Axel sedikit terluka aja. Tapi tetap aja harus diobati." Lova tersenyum mengingat Axel.
Manggala mendengus keras. Raut wajahnya langsung berubah menjadi malas ketika mendengar nama laki-laki yang merebut Lova darinya.
"Kakak antar." Manggala langsung menarik tangan Lova tak menghiraukan protesan keras dari Lova dan usaha gadis itu untuk terlepas dari genggaman tangannya yang kuat.
"Kak Manggala?! Lepas!"
Tbc.