Lova tersentak kaget dan otomatis langsung berteriak keras ketika Axel berhasil melingkarkan kedua lengan kekar laki-laki itu di perutnya. Axel dengan mudah meraih tubuhnya yang lebih kecil dari laki-laki itu dari belakang.
"Kena juga, kan lo, my Lov." kekeh Axel sambil sedikit mengangkat tubuh Lova hingga kedua kaki telanjang gadis itu terangkat sedikit dari tanah yang ditanami rumput mahal di atasnya itu. "Mau lari kemana lagi lo, hah?!"
"Axe. Lepas, ih!" jerit Lova sambil memukul-mukul lengan Axel dengan kedua tangan dan kedua kakinya menendang-nendang udara kosong. Lova bergerak-gerak tak beraturan memberontak minta diturunkan.
Alih-alih menurunkan Lova, Axel malah sengaja memutar-mutar tubuhnya yang sedang membawa tubuh Lova dalam gendongannya membuat gadis itu semakin berteriak histeris. Axel tertawa keras dan puas mendengar suara jeritan Lova.
"Please, please. Udah, please. Lova udah pusing banget, Axe." kata Lova dengan suara putus asa sambil memejamkan kedua matanya.
Axel seketika menghentikan gerakan berputar-putarnya. Pelan-pelan menurunkan Lova hingga kaki telanjang gadis itu kembali menyentuh rumput.
Tubuh Lova luruh duduk berjongkok. Kepalanya benar-benar pusing. Semua benda yang dia lihat seolah memiliki banyak bayangan. Lova menopang keningnya dengan kedua tangan dan perlahan memejamkan kedua matanya. Dadanya naik turun. Deru nafasnya memburu.
Raut wajah Axel seketika berubah menjadi khawatir ketika melihat kondisi Lova. Apa bercanda dia sudah keterlaluan? Axel menyusul duduk berjongkok di depan Lova. Kedua tangannya terulur menjauhkan kedua tangan Lova dari kening gadis itu. Axel menunduk sedikit agar bisa melihat wajah Lova.
"Lo gak apa-apa kan, my Lov? Gue keterlaluan, ya? Sorry, gue-- gue gak tahu kalau respon lo bakal segitunya banget." terang Axel halus sambil menatap Lova dengan tatapan bersalah dan ekspresi menyesal tercetak jelas di wajahnya.
Lova menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan panjang lewat mulut mencoba mengatur nafasnya.
"Lihat gue dong, my Lov. Lo marah sama gue?"
Lova perlahan membuka mata, lalu mengangkat wajahnya. Tersenyum lembut menatap Axel. "Lova gak apa-apa kok, Axe. Lova gak marah juga sama Axe."
Axel melepaskan kedua tangan Lova dan menatap Lova tidak percaya. "Beneran lo gak marah sama gue?"
Lova tersenyum kecil. "Takut banget kayanya, ya kalau Lova marah sama Axe." goda Lova sambil menjatuhkan bokongnya di atas rumput.
"Ge-er!" sentak Axel pelan mengusap wajah Lova pelan. "Gue bakalan ngerasa gak enak sama bokap lo, kalau lo sampai kenapa-napa."
"Ya ... namanya juga Lova nebak-nebak." balas Lova sambil merebahkan tubuhnya di atas rumput. Lova melipat kedua tangannya di atas perut. Tersenyum menatap langit yang terlihat mendung.
Axel terkekeh pelan seraya berpindah posisi di samping Lova. Lalu mengikuti gadis itu merebahkan tubuhnya di atas rumput dengan kedua tangan dilipat di belakang kepala sebagai pengganti bantal dan kaki kanan yang ditekuk.
Axel menoleh menatap wajah Lova dari samping. "My Lov?"
"Hmm?" gumam Lova sambil perlahan menoleh ke samping menatap Axel. Lova tersenyum manis. "Kenapa, Axe?"
"Lo gak mau tanya dari mana gue tahu rumah lo?"
Lova menggeleng. "Gak mau. Jatuhnya Axe pasti sombong."
Axel terkekeh kecil. "Bokap lo, gak ada kepikiran buat nikah lagi?"
Lova menggeleng pelan. "Gak tahu juga."
"Bokap sama nyokap lo, kan udah pisah lama."
Lova tersenyum kecil. "Udah pisah lama gak bisa menjamin perasaan daddy ke mami berubah kan, Axe? Sebenarnya Lova gak keberatan kalau suatu saat nanti daddy ngenalin calon mami tiri buat Lova. Tapi, Lova juga gak akan mempertanyakan soal itu sama daddy. Karena daddy yang lebih tahu tentang perasaan daddy sendiri."
Axel mengangguk setuju. "Lo-- kapan terakhir kali ketemu sama nyokap lo?"
Lova langsung menipiskan bibirnya. "Gak tahu." Lova menggeleng pelan. "Kapan, ya? Lova lupa deh, Axe. Kayanya udah lama banget, sih. Kenapa emangnya?"
Axel menggeleng. "Lo benci sama nyokap lo?"
Lova mengedikkan bahu seraya memajukan bibirnya bagian bawah. "Gak tahu. Kalaupun Lova mau benci, tapi itu gak boleh, kan? Lova bisa-bisa jadi anak durhaka nanti. Jadi Lova bisa apa. Lova gak punya opsi untuk membenci mami."
Axel hanya menganggukkan kepalanya.
"Lova cuma merasa asing aja sama mami. Kalau ditanya apa Lova kangen mami? Lova kangen ... banget sama mami. Lova pengen kaya Lila yang bisa pergi hangout sama bunda. Tapi, bahkan waktu Lova bayangin pergi hangout sama mami rasanya canggung banget. Aneh banget berusaha sok akrab gitu. Lova gak nyaman."
Axel menggulingkan tubuhnya ke samping menghadap pada Lova dan menopang kepalanya dengan tangan kiri yang terkepal.
"Waktu itu Lova masih kecil banget, belum ngerti kenapa uncle itu sering datang temuin mami setiap daddy lagi gak ada di rumah. Lova baru ngerti apa nama dari yang mami dan uncle itu lakuin, kalau gak salah waktu Lova kelas delapan ... mungkin?" kata Lova ragu-ragu sambil mengedikkan bahunya. "Dan sejak Lova tahu, mami semakin bertambah jauh dan asing buat Lova."
Axel menatap Lova sendu. Tangan kanannya terulur menyingkirkan anak rambut Lova yang menutupi wajah cantik gadis itu. Axel menangkup pipi Lova sebelah kanan dan mengusapnya pelan dengan ibu jari.
Lova tersenyum kecil. "Lova punya cerita lucu. Axe mau denger cerita lucu Lova gak?"
"Apa?" tanya Axel dengan singkat, jelas dan padat sambil menarik tangannya dan meletakkan telapaknya di atas rumput.
"Jadi Lova menstruasi pertama kali itu waktu Lova kenaikan kelas delapan. Daddy panik sama takut banget waktu Lova bilang perut Lova sakit dan berdarah-darah. Karena Lova dan daddy sama-sama gak tahu, akhirnya daddy bawa Lova ke rumah sakit. Lova pake segala digendong, dong masuk ke ruang IGD-nya. Dokter jaganya gak ada cek apa-apa cuma bilang kalau Lova dapat menstruasi dan suruh daddy beli pembalut. Sepele banget, kan?" kekeh Lova geli.
Axel hanya tersenyum kecil.
"Uji nyali buat daddy banget waktu beli pembalut di minimarket. Daddy beli semua merk dan jenis pembalut yang tersedia di minimarket itu." Lova berpaling kembali menatap langit yang sudah mulai menurunkan gerimis kecil. "Gak ada mami waktu itu." gumam Lova lirih sambil memejamkan kedua matanya. Menikmati tetes-tetes air hujan yang menimpa wajahnya.
"Hujan. Masuk, yuk. Ntar lo bisa sakit, my Lov."
Lova memalingkan wajah seraya membuka kedua matanya. Tatapannya langsung bertemu dengan mata Axel yang sudah berdiri menjulang di depannya dan sedang mengulurkan kedua tangan laki-laki itu. Lova tersenyum tipis. Mengulurkan kedua tangannya menerima uluran tangan Axel.
Axel menggenggam kedua tangan Lova erat. Menarik Lova hingga gadis itu berdiri sempurna. Axel mengaitkan jari tangan kanannya ke sela jari tangan kiri Lova dan menuntun Lova masuk kembali ke dalam rumah.
-firstlove-
"Kakak princess!"
Axel langsung saja menahan tangan Lova ketika gadis itu hendak meninggalkannya dan menyambut gadis kecil yang mungkin usianya sekitar ... enam atau tujuh tahunan? Gadis kecil dengan rambut panjang mengembang bak singa sangat kontras dengan pakaian bagus yang dikenakan gadis kecil yang memiliki pipi tembem itu. Kening Axel mengerut dalam.
"Kakak princess!" panggil gadis kecil yang tadi Axel sebutkan itu satu kali lagi dan langsung berlari menghambur memeluk pinggang Lova membuat tubuh gadis yang lebih besar itu sedikit terdorong ke belakang.
Axel menunduk menatap gadis kecil itu dengan datar.
"Selma?" balas Lova dengan suara lembut dan raut wajah bingung. Lova mengelus rambut Selma dengan satu tangannya yang bebas. "Selma sama siapa ke sini?"
"Sama aku!"
Lova, Axel dan Selma, ketiganya menoleh ke arah pemilik dari suara bernada ketus yang sedang berdiri dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada dan raut wajah masam itu nyaris secara bersamaan.
Lila berdecak keras. Menatap Axel sinis membuat laki-laki itu mengangkat sebelah alis naik. "Pacaran mulu, sih sampai-sampai gak tahu kalau ada yang datang." sindir Lila keras.
Selma mengalihkan pandangan matanya dari tautan tangan Lova dan Axel pada wajah cantik Lova. "Kakak princess lagi main gandeng-gandengan tangan, ya sama abang itu?" celetuk Selma polos sambil menunjuk Axel dengan telunjuknya sekilas.
Lova tersenyum kikuk. Tangannya tidak juga bisa terlepas dari genggaman erat tangan Axel, walau sedari tadi dia sudah berusaha keras untuk melepaskannya. "Selma. Selma kenalan dulu, dong sama abangnya."
Selma mengangguk patuh. Lalu melepaskan kedua tangannya yang melingkar di pinggang Lova. Selma bergeser berdiri di depan Axel.
"Halo Abang ..." sapa Selma ceria sambil melambai-lambaikan tangan kanannya. "Nama aku Selma Alivia Kirani. Panggil aku Selma aja. Aku adiknya kakak princess yang paling cantik."
"Heh!" sentak Lila dengan suara keras yang sama sekali tak dihiraukan oleh Selma, gadis kecil itu sedang menatap Axel sampai tak berkedip membuat Lova tertawa pelan melihatnya. Sementara Axel tak bergeming.
"Nama Abang siapa? Abang, kok ganteng banget, sih. Selma suka."
"Heh! Bocil! Jangan centil, deh!" peringat Lila keras yang langsung mendapatkan cibiran dari Selma.
Lova berdehem kecil dan kembali menurunkan pandangannya pada Selma. "Namanya abang Axel, Selma." kata Lova mewakili Axel yang hanya diam saja.
"Wah! Songong banget!" gumam Lila pelan, namun masih cukup bisa didengar telinga normal Axel.
Axel menatap Lila tajam yang dibalas gadis itu tidak kalah tajam sambil memasang gesture menantang.
Lova menarik tautan tangannya dengan Axel kecil untuk memperingati laki-laki itu. "Katanya kakak Lila, Selma mau pergi sama ayah bunda. Kok, sekarang ada di sini?" tanya Lova halus.
"Itu, si bocil satu itu, mintanya disisirin sama kakak princessnya, bee. Gak mau kalau aku atau bunda yang sisirin rambut dia. Manja banget emang." cibir Lila sambil menjatuhkan bokongnya di atas sofa dengan kasar.
"Biarin aja Selma manja. Kan, Selma masih kecil. Iri bilang boss!" kekeh Selma. Lalu menjulurkan lidahnya mengejek Lila yang langsung mendapatkan delikan tajam dari kakaknya itu.
"Selma." tegur Lova dengan suara pelan. "Gak boleh gitu, dong sama kakaknya."
Selma mengangguk patuh. "Ayo, kakak princess, ayo!" ajak Selma sambil menarik-narik tangan Lova sebelah kiri semangat. "Di kamar kakak princess aja, ayo."
Lova mengangguk. Berpaling menatap Axel. "Axel tunggu sama Lila sebentar, gak apa-apa, ya? Lova cuma sepuluh menit aja, kok." kata Lova sambil menarik tangannya.
Axel menghelas nafas pelan. "Beneran sepuluh menit ya, my Lov. Gue hitung, nih."
"Dih! Posesif!"
Axel tak menghiraukan ucapan Lila. Hanya melirik gadis itu sekilas. Sementara Lova tersenyum kecil. "Iya. Sepuluh menit aja, kok. Lova janji. Sebentar ya, Axe."
Axel mengangguk singkat dan mengedikkan dagunya ke atas.
"Biasa aja lihatnya, dong!"
"Ck!" Axel berdecak keras. "Lo bacot banget, sumpah!" kata Axel dengan nada kesal yang tidak bisa disembunyikan. Axel melangkah menuju sofa yang berseberangan dengan sofa yang sedang Lila duduki.
"Li bicit bingit, simpih!" kata Lila mengulang kalimat yang ucapan Axel dengan bibir bebeknya. "Yeu! Ngambek!" kekeh Lila.
"Adek lo yang tadi?"
Lila hanya mengangguk. Antensinya hanya tertuju pada layar ponselnya yang sedang menunjukkan room chat dengan pacarnya.
"Kok, bisa?"
Lila berdecak malas ketika mendengar pertanyaan yang pasti akan dilontarkan oleh orang yang baru tahu seberapa jauhnya jarak usia dia dengan Selma. Sepuluh tahun. Lila sekarang berusia enam belas tahun. Jadi kalian bisa menebak sendiri berapa usia Selma sekarang, bukan?
Lila akan selalu menjawab dengan jawaban singkat yang sama. "Kebobolan." Lila mengangkat kedua bahunya tak acuh.
"Anjir!"
Tbc.