"Rein?" Bibi menarik tanganku lalu membawanya ke koridor yang suasananya sepi.
Aku tak mengatakan apa pun tatkala bibi menatapku dengan lekat.
Seakan sama-sama tengah merasakan bagaimana luka serta kepedihan yang tengah dihadapi anaknya. Bibi menangis sambil sesekali mengusap pipiku dengan lembut.
Sejurusnya, bibi memelukku dengan erat.
Aku tak bergeming. Rasanya semua yang aku lakukan tadi bukanlah sebuah kesalahan.
"Rein, mengapa kamu mel-"
"Tidak, bi." sergahku. "aku tak akan pernah bisa menikah dengan siapapun kecuali dengan Alif. Aku sudah benar-benar menyayanginya. Aku tak mau kehilangannya. Maafkan aku, bi. Tapi aku harap..., bibi bisa memahami semua keputusanku."
"Bibi tahu, Rein. Sangat sulit memutuskan hal yang begitu menyakitkan seperti ini. Bibi mengerti bahwa apa yang kamu lakukan, mungkin adalah hal yang terbaik juga bagi kamu sendiri."