"Hamzah, kamu mau tahu tidak? Sejak kecil, Alif menginginkan saudara. Entah siapapun itu. Mau paman, kakek, kakak, adik, pokoknya yang masih satu darah dari dia selain orang tuanya." ujarku menahan tawa ketika Alif merasa bahwa aku akan mengatakan segala kejahilannya di masa kecil.
"Oh ya? Lalu bagaimana lagi?" Hamzah terus menerus menanyakannya dari tadi.
"Ya seperti itu. Karena dulu tak tahu kebenarannya, dia selalu mengekor di belakangku. Kemanapun aku pergi, dia selalu ikut."
"Reine...," wajah Alif begitu memerah, "kamu jangan mengatakan segalanya."
Hamzah tertawa, "ohh..., ternyata seperti itu. Lalu ada apa lagi?"
Aku tak menggubris ucapan Alif. Aku malah mengingat-ingat lagi hal konyol yang pernah kami lakukan saat itu.
"Oh iya, aku ingat!" ujarku tersenyum licik menatap Alif.
"Aduh, apa lagi?" Alif memasang wajah cemberut.
Hamzah terus saja terkekeh melihat reaksi kami, "apa yang kamu ingat? Coba katakan lagi."