Suara itu begitu menggugah Lia untuk tetap menatap Rizki yang berusaha mengucapkan namanya dengan susah payah.
Seakan ada semilir angin yang memenuhi ruangan hingga membuatnya bisa menarik napas dengan lembut.
"Ayo katakan sekali lagi, Nak. Papa yakin kamu pasti bisa."
Air mata tak henti-hentinya menetes dari pelupuk mata Lia. Dia benar-benar tak menyangka pujaan hatinya itu kini sudah terbangun walau memang dengan kondisi yang lemah, tapi dirinya masih tetap bahagia dan tak lupa bersyukur banyak kepada Allah.
Penantian rasanya sudah berakhir.
Hanya tinggal menanti tentang kapan dirinya mampu menatap bulan tanpa perlu adanya remang-remang lagi.
Tak ada lagi ilusi yang menjalar dalam tubuh.
Semuanya sudah terpampang jelas di depan mata.
Cinta yang sedari dulu diperjuangkan, ternyata membuahkan hasil walaupun masih belum sepenuhnya merekah.
Asmara kesetiaan mereka telah tumbuh, mengakar dan menjalar ke seluruh penjuru untuk bisa saling melengkapi dan menemani satu sama lain.