"Aku punya sebuah puisi untukmu. Apa..., kamu mau mendengarnya?" ujar Hamzah dengan tiba-tiba.
"Wah boleh tuh. Coba katakan."
"Baiklah. Tapi, kamu pejamkan matanya ya."
"Eh kenapa?"
"Sudah. Pejamkan saja." pintanya.
Aku menutup mata sambil terus menahan senyum.
Suasana seketika hening.
"Hamzah?" ucapku, "bukankah-"
"Gemerlap sunyi menghias angkasa."
"Oh." spontan aku terdiam. Ternyata..., tadi dia diam sepertinya memberi jeda.
"Awan berkabung tatkala rindu mengusik rembulan.
Angin berdesik seakan tak tahu di tempat mana kita harus berpijak.
Merendah asa. Memeluk kehangatan di antara banyak dilema."
Aku terus merekahkan senyum tatkala Hamzah mengatakannya dengan penuh penghayatan.
Dia memang pria yang sangat berbakat dalam hal ini.
"Ada sebuah kado terpampang jelas merengkuh setiap diri yang terluka.
Suka duka sebuah bingkai menjadi saksi bisu atas perjalanan kisah cinta mereka.
Angin terus membawa mereka terbang.
Hingga pada satu titik...