Alif memperagakannya dengan menutup hidung.
"Benarkah?" aku terkejut.
Dia lantas mengangguk.
"Ya Allah..., teman-temanmu itu menyebalkan sekali. Kenapa mereka melakukan semua itu?"
"Katanya aku bau amis."
"Padahal aslinya?"
"Aku rasa tidak, Rein. Mereka mengataiku sambil canda."
"Alif." ujarku.
"Iya?"
"Kalau aku ada di sana dan sudah mengenalmu, akan kumarahi semua teman-temanmu itu."
"Oh ya? Seperti apa coba?"
"Ini," aku berdiri lalu menyingsingkan lengan bajuku, "aku akan memukulnya dan mengatakan, 'buat apa kamu mengganggu temanku seperti itu? Apa kamu sudah sempurna, ha? Apa kamu pintar? Punya apa kalian ini hingga bisa-bisanya menghina Alif? Makan dari orang tua, jajan dari orang tua, semua masih dari orang tua tapi sikap sudah sok sok an seperti punya gedung lantai puluhan saja.'" aku mengambil kuda-kuda.
"Alif?"
"Hm?"
"Kalau misalnya dia balik mengataiku, akan kupasang jurus cubitan yang pastinya kujamin. Birunya akan bertahan lama sampai beberapa hari."