Chereads / Pak Guru Aku Mencintai Mu / Chapter 55 - Bab 55

Chapter 55 - Bab 55

Berapa kali aku bertanya kepadanya, namun ia begitu hebat dalam menyembunyikan ini, ia bak aktor ulung yang memerani adegan drama kehidupan, aku tak bisa hanya menyuruhnya untuk jujur tentang beberapa hal yang ia sembunyikan, tapi aku juga tak ingin terlalu memaksakan ini, jika aku membuat kesalahan kecil, aku akan membuat efek berantai dalam masalah ini, namun aku juga ingin mengetahui kebohongan ini, tak bisakah ia lebih jujur, bukan kebohongan lah yang membuat ini menjadi buruk?

Andai dulu ia tak berbohong dan memaksakan dirinya?

Mungkin masalah ini bisa ku atasi secepat mungkin, tapi lagi-lagi itu kemungkinan.

Keberadaan ku disini bagai sebuah beban bagi nya, maksudku ia terbeban akan berkata jujur kepada ku, senyum penuh kebohongan kini mulai lebih jelas nampak dari goresan di bibirnya, candaan nya kini begitu tak mengasikan ini penuh paksaan, ini sepertinya bukan dirinya, ini adalah orang lain yang menyerupainya, tidak itu bukanlah pak guru.

Setiap kali aku merasa resah, setiap kali tangisan menyertai nya, mata ku begitu sembab, namun aku tak bisa menangis di hadapan nya, aku tak ingin ini menjadi beban lagi untuknya, niat ingin memperbanyak kenangan indah bersama nya, namun malah terus menerus bersedih, aku sungguh bodoh.

Berapa kali aku memeluknya, beberapa kali aku menciumi bibir itu, berapa kali aku menggenggam tangannya, itu tak akan bisa mengubah nya, mengubah semua itu adalah hal mustahil yang dapat ku lakukan hannyalah menyemangati dirinya. Walau hati ini sungguh sakit.

"hah... Senja memang tak pernah bosan untuk dilihat."

"Ya... Namun saat ia hilang dan berganti malam, disaat itu lah aku merasa kehilangan. Dan berpikir apakah besok aku masih bisa melihat nya lagi?"

"Ahahaha... Tapi tanpa senja kita tak akan tau bahwa setiap apa yang ada disini mempunyai akhir."

Lagi-lagi ia berkata seperti itu disaat aku merasa kehilangan, aku ingin menggenggam tangannya, aku ingin sekali memeluknya dan tak ingin melepaskan itu, tapi...

"kamu bagai senja itu sendiri Tio."

"Ah?"

"tak, tak apa."

Bagai mana aku harus bersikap normal? Dikala aku harus melawan ini semua andai aku masih seperti dulu mungkin, aku sudah lama menyerah dengan ini dan membiarkannya, jika saja itu...

Namun, aku semakin hari semakin bodoh dalam bersikap normal, apakah aku sudah berubah dan mulai mengetahui banyak perasaan yang aku buat semenjak hari dimana ia datang kepada ku

Kami duduk dipinggir pantai melihat matahari senja yang mulai tenggelam di cakra wala, Burung-burung terbang berlatar cahaya senja, ombak menggulung menghempaskan batu granit dipinggir pantai.

"ayo kita pulang."

Genggaman tangan lembut dan halus, di Iringi langkah kaki dari kami berdua.

Sudah berapa lama kami tak memiliki suasana ini, mungkin belum pernah kami melakukannya, ya belum pernah sih.

Meski aku tau, betapa kesakitannya ia, menahan semua itu dan digerogoti oleh penyakit, tapi ia masih bisa membuat senyum dibibirnya, membuat candaan, dan menjahili ku.

"dikala rasa sakit menyerang diriku, aku selalu berpikiran positif sambil berkata aku bisa melewati ini, namun kecemasan selalu ada di setiap sudut perasaan ku, awalnya aku bisa memerangi nya namun ia semakin banyak saja, dan perlahan aku pun kalah, dan menyerah dengan itu. Tersenyum walau aku merasa cemas, bercanda walau aku merasa cemas aku sungguh orang yang buruk bukan?"