Pada akhirnya mereka bersepuluh diam dalam keheningan. Tak ada yang berniat berbicara kerena mereka harus menghemat air liur mereka agar tak cepat haus.
Bahkan waktu demi waktu yang telah mereka lewati terasa begitu lambat, serasa tenggorokan mereka tercekik oleh tangan tak kasat mata dan membuat mereka sesak.
"Rasanya aneh bila kita diam terus," suara Hanna membuka pembicaraan setelah berjam-jam diam. Di lihatnya Eza dan Mutia yang telah tertidur lelap, mungkin dua gadis itu berpikir tidur lebih baik dari pada memikirkan masalah yang sedang mereka hadapi. Ya memang itu terkesan seperti sedang melarikan diri dari sebuah kenyataan.
"Jika kita terus bicara kita akan cepat haus dan tak ada air minum di sini," ucap Pita pelan.
"Kita harus semangat melewati waktu yang kejam ini, ayolah kita telah melewati waktu 7 jam di sini, hanya tinggil 41 jam lagi pasti kita bisa bersama!" ucap Hanna menyemangati yang lain.
Setelah mendengar perkataan Hanna, Haris yang kebetulan duduk di dekatnya langsung tersenyum sambil mengangguk mantap menyetujui perkataan Hanna. "Hanna benar, kita harus terus semangat!" Katanya sambil melirik ke si gadis pujaan. Sayangnya yang di lirik tidak memperhatikannya dan hal itu membuat Haris merasa tertekan, sebab pemuda itu mengharapkan sedikit pujian dari Hanna.
Lalu tak lama setelah Haris berucap dengan kata penuh semangat. Eza dan Mutia terbangun dari tidurnya.
"Berapa jam aku tidur?" tanya Eza dengan suara serak khas orang baru bangun tidur. Tangan kanannya mengusap mata dengan pelan.
"3 jam Za," ucap Alya angkat bicara lalu tak sengaja matanya melihat Mutia yang memasang wajah tertekan dan frustasi.
"Aku haus, lapar dan lelah kapan kita bebas? Tak ada kah orang yang menolong kita?" Ucap Mutia putus asa. Nata pun medekati Mutia lalu menepuk-nepuk punggung Mutia pelan berharap dapat menenagkan hati yang tengah putus asa itu. "Kau pasti bisa, kita akan bertahan," ucap Nata lembut.
"Ian, ayo kita keliling vila ini, barang kali ada makanan atau air minum," ajak Nata pada Ian.
"Aku ikut," ucap Alya dan Pita berbarengan.
"Jika Pita ikuta aku juga ikut," tutur David dengan senyum manisnya. Pita yang mendengar perkataan David pun langsung salah tingkah.
"Apa-apaan sih!" ucap Pita dengan semburat warna pink di kedua pipinya dan hanya orang buta yang tidak bisa melihat kegugupan Pita saat di dekat David.
"David terlalu konyol sampai tidak tau bahwa Pita menyukainya," batin Haris dan entah kenapa ia merasa sangat kahihan pada Pita. Mungkin karena ia dan Pita senasib?
•••
Akhirnya Ian, Nata, David, Pita dan Alya pun berpencar mencari sesuatu yang bisa di minum maupun di makan. Sementara Mutia pun berjalan ke dapur padahal ia tau kalau tak ada apa pun di sana.
"Za, wajah lo pucat bangat sih kaya vampir-vampir yang ada di film-film," tutur Hanna mencoba merubah suasana yang canggung.
"Haha iya juga ya Han, tapi kok aku gak haus darah ya?" tawa Eza pelan.
"Mungkin kerena Eza vampir setengah manusia," ucap Haris sok tau padahal ia tak tau apa pun tentang mahluk mitos itu.
"Vampire setengah manusia juga haus darah," timpal Eza.
"Haris mah sok tau," cibir Hanna. Bibirnya mengerucut lucu dan membuat Haris merasa gemas luar biasa.
"Kalo Eza jadi vampire aku mau kok jadi pendonor darahnya," ucap Rey dengan dua jadi membentuk huruf V ~ Peace.
"Walah kalo gua yang jadi vampire lu mau jadi pendonor darah gua?" tanya Haris sok imut. Rey pun langsung merubah raut wajahnya yang tadinya tersenyum manis berubah menjadi darat.
"Kalo lu mah gua ogah!" ketus Rey dengan bahasa gaul miliknya.
"Lahh gantian Eza aja mau," cabik Haris memalingkan wajahnya.
"Kalo kak Haris jadi vampire biar Hanna aja yang jadi pendonor darahnya," usul Eza dengan muka polos.
"Nahh iya betul!!" ucap Rey sambil menepuk tanganya ~Bingo.
"Ehh kok gitu? Tapi menurutku Haris gak cocok jadi vampire, wajah sangar begitu jadi vampire ya gak cocok lah," sela Hanna sambil menujuk muka Haris.
"Ehh.." ucap Haris kaget dengan perkataan Hanna yang menurutnya ketus itu.
"Lah terus jadi apa?" polos Rey sambil kedip-kedip mata cantik pada Haris, sementara Haris membuang muka melihat tingkah Rey yang kelewatan imutnya jadi intinya Haris takut muntah gara-gara sikap Rey.
"Werewolf," ucap Hanna lalu cekikan gak jelas.
"Nah iya bener Han, entar Haris jadi Alpha[1]-nya, lah Hanna jadi Luna[2]-nya, wahh romance abis dehh!" ucap Eza antusias yang membuat Hanna malu-malu begitupun Haris padahal dia tak tau apa itu Alpha dan Luna tapi ia tetap malu karena melihat Hanna malu.
"Kok Mutia gak balik-baik, lama bangat di dapur ngapain dia di sana?" ucap Eza tampak khawatir pada Mutia.
"Biar gua yang cek," ucap Haris sambil berlalu menuju ke arah dapur menemui Mutia.
•••
"Pita?" ucap Alya menengok ke belakang. Ia merasa ada seorang yang lewat di belakangnya, awalnya ia pikir itu adalah Pita tapi nyatanya tak ada siapapun yang lewat di belakangnya.
"Mungkin aku berhalusinasi saja kerena lelah," ucap Alya membatin.
"Tolong aku ... siapapun tolong aku...." suara seorang tampak putus asa memenuhi pendengaran Alya. Ekor matanya terus melirik kesana kemarin mencari sumber suara.
"Siapa? Kau di mana?!" seru Alya mencari sosok orang yang meminta tolong.
"Tolong aku ... siapapun tolong aku...."
Suara orang minta tolong terdengar lagi di telinga Alya. Akhirnya langkah Alya terhenti di depan sebuah almari besar. Jika di lihat tak ada yang aneh di almari itu namun Alya yakin suara orang minta tolong tadi itu berasal dari alamari besar.
"Ruangan macam apa ini, menyermkan sekali, jika Mutia atau Eza yang mendengar suara orang minta tolong pasti mereka berdua sudah lari terbirit-birit," ucap Alya pelan dan tanpa ia sadari sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyum saat membayangkan Eza atau Mutia yang sedang lari karena ketakutan.
Alya pun membuka Almari besar di depanya itu tanpa ada rasa takut sedikitpun namun ada satu hal yang membuat Alya terkejut.
"Pita?!" pekik Alya terkejut lalu berjongkok tuk melepas kain yang menutup mulut Pita, di lepaskanya tali yang mengikat kaki dan tangan Pita dengan pelan seolah takut melukai sahabatnya itu.
"Bagaimana..." ucapan Alya terhenti karena Pita langsung memeluk tubuh Alya.
"Alya hiks.. hiks..." tangis Pita pecah seketika.
"Apa yang terjadi kenapa kau ada di dalam almari ini? Jika aku tak datang kau bisa saja mati kehabisan oksigen di dalam sini," ujar Alya khawatir.
"Aku... hiks.. hiks.. a-aku tadi mendengar suara aneh dari ruangan ini jadi... j-jadi aku masuk dan semuanya gelap," ucap Pita tersanggal-sanggal karena berucap sambil menangis.
"Saat aku terbangun aku sudah ada di dalam almari dengan kaki dan tangan terikat, mulutku juga di tutupi kain dan ... d-dan ada kaset pemutar suara di sebelahku," terang Pita.
Alya terdiam. "Apa ada orang yang sedang mengerjadi mereka? Tapi siapa? Kenapa?" Pikir Alya.
"Siapa dalang dari hal yang menimpa kita?" ucap Alya berpikir keras.
"Aku tak tau," ucap Pita sambil mengusap air matanya.
"Ayo kita kembali ke ruang tengah," ucap Alya yang di sambut anggukan oleh Pita.
Tanpa mereka sadari sebuah bayangan kegelapan tengah mengawasi mereka dengan seringai mengerikan miliknya.
•••
[1] Alpha : pemimpin sebuah kawanan Werewolf.
[2] Luna : Pasangan dari seorang Alpha.