Follow Author dulu sebelum baca, jangan lupa tambahkan ke perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi update kisah selanjutnya...
Episode selanjutnya..
Chalisa Reina masih berdiri mematung di depan Aliando Steven. Pria itu tersenyum menatap pandangan kosong tersirat di matanya. Dia segera mengangkat dagunya agar mendongak menatap ke arahnya. Melihat sinar mata teduh dan tajam miliknya.
"Chalisa, aku tidak akan pernah mempermainkan perasaanmu." Ujarnya lalu bergegas pergi meninggalkan gadis tersebut. Chalisa hanya bisa mengusap air matanya. Ucapan yang keluar dari dalam bibirnya ternyata hanya dianggap sebuah angin lalu belaka oleh sosok pria kaya tersebut.
Keinginannya untuk menjadi petugas kepolisian benar-benar sirna begitu saja karena harus menikah dengan pria berstatus sosial tinggi itu.
Chalisa bahkan tidak berfikir sama sekali jika dia suatu saat nanti akan jatuh cinta padanya. Tidak sama sekali!
Yang dia inginkan adalah bisa lepas dari jeratan hubungan dengan Aliando Steven. Chalisa menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Sulit sekali rasanya, sangat sulit sekali. Bagaimana tidak? Besok adalah hari dia masuk ke dalam rumah pria bernama Aliando Steven. Pria kaya raya presdir dari beberapa perusahaan perhiasan berlian.
"Aku tidak ingin pergi, tapi aku juga tidak punya kesempatan untuk kabur!" Ujarnya pelan.
Chalisa berniat pergi siang itu ke sebuah restoran siap saji. Cacing di dalam perutnya sudah berteriak nyaring minta diisi dengan sesuatu.
Sampai di sebuah kafe dia memesan beberapa makanan, lalu mulai menikmati makanannya. Matanya kemudian tertuju pada sosok pria bertopi hitam, dengan daun telinga tindikan. Wajah yang sama! Wajah pria yang tadi baru saja bergumul dengannya di atas tempat tidurnya.
Pria itu menikmati makanannya dia tidak tahu jika Chalisa sedang mengawasinya dari mejanya. Pura-pura lupa Chalisa segera mengunyah makanannya, karena terburu-buru gadis itu tersedak.
"Uhk! Uhk! Uhk!" Chalisa terbatuk-batuk seraya menepuk dadanya.
"Tak! Minum nih!" Alfian Steven meletakkan sebotol air mineral di atas meja. Pria yang tadinya berada di meja seberang kini sudah duduk di hadapannya. Kebiasaan Alfian Steven cengar-cengir menatap wajah manis yang memang tidak terlihat asing di depannya.
"Sraaak!" Chalisa mendorong botol tersebut kembali ke depan pria tersebut. Dia memilih mereguk minuman kaleng miliknya sendiri. Alfian semakin melebarkan senyumnya menatap wajah Chalisa yang kini tersirat jelas sedang menaruh curiga terhadapnya.
"Kamu takut aku memasukkan obat bius ke dalam minumanmu?" Tanya pria itu seraya menopang kepalanya dengan tangan kanannya, lalu di bukannya botol air mineral tersebut dan direguknya sendiri.
Chalisa sengaja mengalihkan pandangannya ke arah lain, ucapan Alfian Steven dianggapnya angin lalu belaka. Melihat wajah pria di depannya membuatnya ingat kepada wajah Aliando Steven. Dia ingin melupakan segalanya, tapi lagi-lagi wajah itu muncul di hadapannya bak teror di siang bolong.
"Hei!" Alfian merasa terabaikan, dia menggenggam lengan kanan Chalisa ketika gadis itu berdiri dari tempat duduknya.
"Tash!" Chalisa menepis tangannya, lalu melangkah pergi dari hadapannya.
"Dia pikir dia itu siapa? Bertemu saudaranya sudah membuatku muak! Sekarang dia sok kenal sok dekat juga!" Gerutunya di sepanjang jalan menuju kost tempat dia tinggal. Gadis itu tidak melihat ke belakang punggungnya, dimana Alfian Steven masih mengikutinya dari belakang.
"Tak! Tak! Tak! Bruuukkk!" Alfian berlari cepat, lalu memeluk pinggangnya dari belakang punggungnya meletakkan dagunya di bahu kanannya. Sesaat gadis itu mematung terdiam, tapi begitu mengetahui bahwa yang memeluknya adalah Alfian dia segera melepaskan kedua tangan pria tersebut dari pinggangnya.
"Tash! Plaaaakkkk!" Tamparan Chalisa melayang mendarat pada pipi kanan Alfian. Alfian tidak marah mendapatkan tamparan keras pada pipinya, pria itu tetap tersenyum tanpa menyentuh pipinya yang baru saja terkena tamparan.
Dia masih tidak tahu kenapa gadis itu sangat membencinya. Dia tidak tahu kenapa Chalisa begitu murka melihat wajahnya.
"Kenapa kamu menamparku?" Tanyanya santai.
"Kenapa kamu sembarangan memeluk wanita!" Balasnya dengan tatapan mata tidak senang.
"Karena aku menyukainya!" Jawabnya dengan wajah serius.
Chalisa Reina mematung berdiri, dia tidak percaya dengan ucapan Alfian. Pria itu pasti membual dan hanya menipu. Dia tahu bagaimana sifat Alfian Steven yang selalu bertolak belakang dengan saudara kembarnya Aliando Steven.
"Aku akan menganggap ini hanya bualanmu belaka! Jadi berhentilah berakting, aku juga tidak berniat untuk menangkapmu. Bukannya saudaramu sudah membawamu pergi satu hari lalu?" Ujarnya santai lalu melangkah pergi melewati pria itu.
"Sreeeet! Cup!" Alfian meraih lengannya, dan ciuman lembut Alfian hinggap pada bibir ranumnya. Chalisa melotot merasakan lumatan bibir Alfian.
"Aahhhhh!" Gadis itu mendorongnya menjauh saat bibir bawahnya terasa digigit oleh Alfian. Chalisa merasa bibirnya benar-benar terluka. Dan Alfian tetap tersenyum sambil mengusap bibirnya sendiri.
"Kamu tidak waras!" Cibir Chalisa seraya melangkah pergi.
"Aku mencintaimu detektif!" Teriakan Alfian membuatnya menoleh sekilas dengan penuh amarah.
"Jika saja pria menyebalkan itu tahu, aku dipecat gara-gara berurusan dengan dia!" Keluhnya seraya mengaduk rambutnya sendiri.
Alfian tersenyum manis melihat bibir Chalisa cemberut sesaat ketika menoleh ke arahnya barusan.
"Kamu manis sekali Lisa, apakah kamu tidak tertarik sama sekali denganku?" Bisik pria itu dalam hatinya.
Alfian Steven terus terbayang pertikaian antara mereka berdua beberapa hari lalu. Juga saat gadis itu terus mengawasi sepanjang hari untuk menangkap dirinya.
Dia beberapa kali memeluknya erat sekali, untuk mengelabuhi gadis itu hingga dia bisa kabur lagi dan lagi. Tapi gara-gara itu juga dia merasa sangat dekat dengan Chalisa. Karena gadis itu selalu memekik dan mengejang saat dia menyentuh pinggangnya.
Sepertinya dia tahu kalau area tersebut merupakan area sensitif Chalisa Reina.
Alfian hafal sekali dengan parfum dan juga aroma shampoo gadis itu. Segalanya masih menjadi kenangan manis yang dia tulis dari waktu ke waktu di dalam benaknya. Hingga kini menjadi setumpuk kenangan.
Tapi lain halnya dengan Chalisa, gadis itu selalu saja murung ketika harus berhadapan dengan sosok pria kurang ajar tersebut. Dia tidak peduli dengan wajah tampannya. Juga dengan kelakuan nakalnya! Baginya Alfian Steven adalah buronan yang harus dia tangkap beberapa waktu lalu.
Dia sedikit bersyukur ketika pria itu sudah berhasil dia tangkap malam kemarin. Sayangnya misinya tersebut tidak membuatnya naik jabatan, tapi malah membuatnya resign tanpa alasan!
Mungkin bagi wanita lainnya menikah dengan sosok seperti Aliando Steven adalah sebuah mimpi indah, namun bagi Chalisa itu adalah kenyataan yang sangat buruk. Dan dia juga gadis itu tidak berminat untuk bermimpi seperti itu.
Sesampainya di kostan Chalisa berniat menentang Aliando, dia tidak peduli lagi jika nanti dia akan tertangkap lagi oleh pria itu ketika sedang melarikan diri. Dia mengambil tas ranselnya juga pasport miliknya. Chalisa ingin mengambil penerbangan untuk kembali ke negara asalnya.
Bersambung....