Chereads / 45 Days / Chapter 1 - PROLOG

45 Days

Elita_yaaa
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 8.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - PROLOG

***

Nayara POV

Sebelumnya, perkenalkan namaku Nayara. Aku biasa di panggil Naya, aku besar dikeluarga yang sederhana. Semua terlihat baik-baik saja dan bahagia sebelum penghancur itu datang kekeluargaku. Lupakan soal itu.

Aku bersekolah di salah satu SMA Negeri di daerah Jakarta Selatan. SMAN Gajah Mada, itu nama sekolahku. Kini aku baru kelas 11, aku mengambil jurusan IPS. Awalnya Ibuku menyuruhku masuk jurusan Bahasa, namun rasanya aku malas jika membahas tentang bahasa. Seleraku lebih ke IPS timbang Bahasa, apalagi IPA. Haha, aku rasa aku sudah benci pada pelajaran itu. Aku selalu mendapat nilai rendah jika ulangan saat SMP dulu.

"Naya, udah dijemput Bagas tuh." Itu Mamaku, Anisa namanya. Aku bergegas turun dan menuju meja makan. Disana sudah ada Bagas yang sedang minum dan Mama yang sudah siap untuk ke kantor.

"Ayo Gas, berangkat."

"Lo gak makan dulu..?" Aku menggeleng, perutku malas menerima asupan energi. Bagas beranjak dan menuju Mama, ia berpamitan pada Mama. Akupun ikut melakukan apa yang pria itu lakukan.

"Naik mobil..?" Alisku terangkat sebelah, pasalnya Bagas tak pernah mau jika berangkat sekolah menggunakan mobil. Ia lebih suka mengendarai motor kerennya itu ketimbang kendaraan roda empat ini.

"Iye, motor gue lagi disita sama bokap. Karena tadi malam." Balasnya dengan wajah yang terlihat kesal. Aku tertawa melihat ekspresi wajah konyolnya itu.

"Tadi malam lo balapan lagi..?"

"Hem." Ia menjalankan mobil hitam ini dengan kecepatan sedang. Aku mengeluarkan ponsel, dan membuka aplikasi Instagram. Aku menggeser layar ponselku ke kanan, dan nampaklah wajahku di layar ponsel pintarku. Aku memilih kata Boomerang, lalu dengan lincah kepalaku bergerak berulang kali, dan jangan lupakan mataku yang juga berkedip-kedip layaknya kelilipan laron.

Saat aku mengetikkan caption pada hasil olahraga kepala dan mataku tadi, aku mendengar decakan dari arah samping kananku. Rupanya sahabat ku ini tengah kesal karena aku tak mengajaknya mengobrol.

"Dasar cewek."

"Emang kalau cewek kenapa..?" Aku bertanya, namun mataku masih fokus pada layar handphone.

"Gak papa."

"Oh oke."

Cittt..

"Awww.." aku meringis kala kepalaku kepentok dasbor mobil, Bagas baru saja mengerem mobil secara mendadak. Sontak saja aku yang tengah memegang ponsel kaget dan kedorong kedepan. Ia pun sama kagetnya, namun manusia ini masih sempat-sempatnya mengumpat.

"Anj*ng, bisa naik mobil gak sih tu orang." Aku melihat ke depan, aku baru sadar jika saat ini Bagas lewat jalan yang tak biasanya ia lewati. Di depan sana sebuah mobil BMW berwarna putih tengah berhenti, sama seperti mobil yang kita naiki saat ini.

Bagas keluar dari mobil, dan menghampiri mobil putih itu. Ia mengetuk kaca mobil itu, hingga pemilik mobil juga turun. Aku melihat ada perdebatan antara mereka, dari kostum yang orang itu pakai, sepertinya dia juga satu sekolah dengan ku dan Bagas. Aku pun turun, menyusul Bagas agar tak perlu memperbesar masalah ini.

"Bagas," mereka sama-sama menoleh saat suaraku menyerukan nama Bagas.

"Udah yuk, udah telat nih kita." Aku menarik tangan Bagas agar mau berjalan. Namun nyatanya ia masih tetap terdiam, dan sedetik kemudian, satu tinjuan mengenai wajah tampan pria itu.

"BAGAS...!! Lo apa-apaan sih..?!" Darah segar mengalir dari sudut bibir pria itu.

"... Aduh, sorry ya. Temen gue gak bermaksud mukul lo." Tanganku mengeluarkan tisu dari tas, aku membersihkan darah yang mengalir dengan tangan gemetar. Aku meliriknya, namun tatapan matanya justru menghipnotis ku, aku membeku. Hatiku berdesir, ada rasa ingin mengusap wajah tampan ini.

Namun itu semua tak bertahan lama, tanganku seperti terhempas kala seseorang menghampiri pria itu.

"Nathan, kamu gak papa kan..? Ya ampun bibir kamu... Ayo masuk. Aku obatin." Ku lihat gadis itu menuntun pria yang ku ketahui bernama Nathan itu ke mobil. Setelahnya aku beralih pada Bagas yang berdiri menatapku datar.

"Ngapain disini..? Ayo berangkat." Ucapku sarkas.

Selama perjalanan, aku hanya diam memikirkan mata elang pria tadi. Tatapannya begitu menghipnotis ku, oh apa aku sudah gila tersenyum-senyum sendiri seperti ini.

"Nay, udah nyampe." Ucapan Bagas mengejutkanku yang tengah berhalusinasi.

"Kita telat gak..?"

"Alah sok-sokan lo. Biasanya juga emang telat."

Aku mendelik sebal karena jawaban pria ini. Tanpa peduli dengannya, aku turun dari mobil. Dan entah ini sebuah kebetulan atau takdir yang memang sengaja mempertemukan aku dengannya. Tak jauh dariku berdiri, pria bernama Nathan tadi berdiri disamping mobil dengan satu tangan didalam saku dan satu tangannya menyentuh luka yang Bagas buat tadi. Kadang ia terlihat meringis, namun ku akui ia benar-benar tampan.

"Jangan liatin dia terus, gue gak suka." Bagas menarikku, sudah biasa jika Bagas bersikap seperti ini. Ia terlalu cemburu jika aku menatap pria lain lama-lama. Ahhh, becanda.

Bagas mengantarkanku sampai depan kelas, dia dan diriku memang berbeda kelas. Namun jurusan kami sama.

"Gue duluan, ntar kantin bareng. Jangan pergi duluan. Awas aja kalau duluan." Manusia sejenis Bagas memang harus segera dimusnahkan. Enak aja main ngatur-ngatur anak orang.

"Nayara" Aku menoleh, mendapati Naumi, sahabatku sejak kelas 10. Yah sudah sekitar satu tahun lah kami bersahabat.

"Baru nyampe..?" Tanyaku, ia hanya mengangguk. Lalu langkahku kini menuju tempat dudukku, aku melepas tas yang sedari tadi aku gendong.

"PR lo udah lo kerjain belum..?" Aku terperanjat, PR..? Apa ada PR hari kemarin..? Oh God, matilah kau Naya..!!

"PR apaan..?"

"PR Sejarah."

"Becanda lu."

"Enggak Naya, emang ada PR Sejarah." Tanganku sibuk mencari buku bersampul coklat itu, namun nyatanya aku tak mendapat apa yang aku mau. Gerakanku terhenti saat aku ingat, hari ini hari Rabu. Jadi tak ada pelajaran Sejarah. Baik, Naumi baru saja mengerjaiku.

"Dasar penipu lo. Mana ada Sejarah di hari Rabu." Sungutku sebal. Ia hanya tertawa melihat wajah kesalku.

Tawanya terhenti saat Guru pelajaran pertama memasuki ruang kelas ku.

-

-

-

"Truth or Dare..??"

"Truth."

"No.. no.. buat lo cuma tersedia Dare."

"Gak bisa gitu dong. Gue milih Truth ya. Bukan Dare."

"Alah gue gak mau tau. Pokoknya lo harus tembak cowok tinggi itu." Tangan Nomi mengarah pada pria yang kini tengah berkumpul dengan teman-temannya dan.... gadis tadi pagi. Karena pria itu duduk membelakangi ku, otomatis aku tak tau siapa pria itu.

"What..?! Lo gila..? Yakali gue nembak cowok yang gak gue kenal."

"Ya, itu berarti lo Pe.cun.dang."

"Gak bisa gitu lah. Tadi kan gue milihnya Truth, tapi lo malah nyuruh Dare aja."

"Katanya lo suka tantangan.. gimana sih, udah dikasih tantangan malah nolak. Kan pecundang namanya." Mimik wajahnya saat ini benar-benar membuat tanganku gatal untuk mencabik-cabik wajah cantik itu.

"Oke, gue buktiin kalau gue bukan pecundang..!!" Aku berdiri, menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan nya pelan. Ku mantapkan langkahku menuju kumpulan pria itu. Walau sesungguhnya kakiku sedikit linu, karena terlalu gemetar. Seakan tak ada tulang yang menyangga.

Sekarang posisiku tepat dibelakang pria itu. Aku tak tau dari mana aku harus memulainya. Terlalu banyak memikir, sampai aku tak sadar jika sekarang diriku tengah menjadi sorotan se kantin. Aku yang biasanya tak pernah canggung kini malah tersenyum kikuk.

"Hai semua." Baiklah itu sapaan terkonyol yang pernah aku ucapkan. Mereka menoleh kecuali pria itu, ia terus menunduk hingga aku tak terlalu jelas melihat wajahnya.

"Wooo Nayara, tumben kesini. Mo ngapain..?" Tanya salah satu teman dari pria itu, yang tak ku ketahui siapa namanya. Tapi ia mengenalku..? Oh bukankah seorang Nayara memang sangat terkenal. Baiklah aku menyombongkan diri sejenak.

"Emm. Boleh gue gabung." Wajah ceria ku kini kembali terlihat. Namun sedetik kemudian, tubuhku kembali membeku. Saat mata tajam itu mengarah padaku. Dan aku baru sadar, jika pria itu ternyata____

NATHAN..!!

***