***
Mata elang itu menatapku tajam, aku berdehem untuk menghilangkan sedikit rasa gugupku.
"Ha-- hai Nathan." Sapaku sambil tersenyum manis. Ku kira ia akan membalas sapaanku walau hanya dengan senyuman, namun nyatanya ia menatapku datar lalu kembali menatap ponsel.
"Aduh... Aduh Nayara, lo sekarang udah bertranformasi jadi cewek cantik ya, udah gitu body goals lagi. Ck..ck..ck kagum gue sama lo. Pengen gue pacarin deh." Pria yang berada di sampingku berdecak kagum saat melihatku. Aku tau aku memang cantik.
"Tumben lo mau gabung sama anak IPA..?" Pertanyaan itu muncul dari siswa yang duduk disamping gadis tadi pagi, yang sedari tadi hanya diam. Entah, kini aku berkumpul dengan orang yang sama sekali tak aku kenal. Hanya Nathan disini yang aku kenal, itupun hanya sebatas nama. Dan parahnya pria itu malah mencampakkan ku.
"Emmm... Ya, karena gue pengen gabung aja sama kalian." Aku menoleh ke arah Naumi yang tengah memperagakan kata I LOVE U dari jari-jari tangannya.
"Ooh ya kita belum kenalan. Gak enak rasanya kalau kita tau nama lo, tapi lo malah gak tau nama kita." Ucap salah satu dari mereka, ku akui ia lumayan tampan dan terlihat dewasa.
"Nama gue Abas, kalau yang ini namanya Raka, nah yang di samping lo itu namanya Tian. Kalau yang cewek ini namanya Sila." Pria bernama Abas itu merangkul gadis yang ku tau bernama Sila. Aku hanya mengangguk tanda paham, walau sejujurnya aku susah menghafal wajah mereka.
Hening..
Mereka fokus pada apa yang tengah mereka lakukan. Raka dan Tian yang sibuk memakan bakso, Abas sibuk dengan buku bacaan, dan Sila yang tengah fokus membolak-balik halaman buku yang tebal dan membosankan itu. Sedangkan Nathan, sibuk dengan ponsel yang sedari tadi tak luput dari tangannya.
Aku berdehem, "Nathan..." Ia menoleh, wajah tanpa ekspresi nya itu yang membuat jantungku berdetak tak normal.
"Gu--gue, gue mau ngomong sesuatu sama lo." Ku kira ia akan setia menatapku sampai ucapan sakral itu keluar dari bibirku. Namun nyatanya ia mengalihkan perhatiannya pada ponsel sialan itu, sebelum aku mengucapkan apa tujuanku datang kemari.
"Gue suka sama lo." Ucapku cepat. Semua mata sontak menatapku kaget, aku hanya menggigit bibir bawahku, khawatir aku akan ditolak di depan banyak manusia. Ini sangat-sangat konyol, gila, permainan itu menjebak.
Nathan menampilkan ekspresi kagetnya, namun sedetik kemudian wajah datarnya datang kembali. Ia beranjak dari duduknya, lalu melenggang pergi tanpa sepatah katapun.
"Wow, lo habis kesambet apa sampe berani nembak tembok toilet..?" Aku tak peduli dengan pertanyaan itu, aku pun ikut beranjak dan meneriaki nama pria dingin itu. Sampai langkahnya terhenti saat teriakanku bergema di kantin.
"Nathan..!! Gue suka sama lo..!!" Nathan memutar tubuhnya hingga menghadap padaku. Aku sudah dag dig dug takut ditolak. Aku yakin pria ini akan menolakku. Tapi itu tak masalah, karena aku hanya berniat untuk menunjukkan bahwa Nayara adalah gadis hebat dan berbakat dalam berbagai hal. Termasuk menjatuhkan harga diri sendiri. Ini memalukan.
"Gue gak..!!" Jleb,, benar-benar menusuk ginjalku. Ucapan pria ini benar-benar membuatku naik pitam. Aku barusan ditolak, aww sangat sakit. Setelah membalas ucapanku, dengan watadosnya ia berjalan meninggalkanku yang kini sudah hampir pingsan, karena kehabisan nafas. Ingin rasanya menjerit, namun sepertinya suaraku terlalu malu untuk keluar.
Tubuhku hampir saja limbung jika sebuah tangan tak merangkul bahuku, menahan tubuhku agar tak terjatuh. Tanpa menoleh pun aku tau siapa pemilik tangan ini. Pria yang tetap setia menungguku walau ku torehkan luka dihatinya berkali-kali.
"Gue kan udah bilang, jangan deketin dia..!" Ucapnya datar. Aku tak membalas ucapannya, sebenarnya tak ada rasa sakit yang aku rasakan. Aku hanya malu saat ini, ditolak di depan banyak orang bukanlah suatu hal yang hebat dan perlu dibanggakan. Rasanya rambutku ingin ku cukur plontos agar rasa maluku sedikit berkurang. Baik, lupakan.
Seseorang menarik daguku, gadis bersurai panjang itu tersenyum miring padaku. Yang ku balas tatapan datar.
"Lo bukan pecundang. Nayara, cewek populer di SMAN Gajah Mada harus bisa buat Nathan bertekuk lutut sama lo. Buat dia jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama lo, buat hati lo bangga karena udah buat hati batu itu pecah." Ucapan Naumi membuat semangatku kembali membara, aku kembali berdiri tegap.
"Oke, gue bakal buktiin. Kalau seorang Nayara bisa buat Nathan jatuh sejatuh-jatuhnya sama gue." Naumi tersenyum, senyuman yang memilik arti. Dan aku tak tau apa arti senyuman itu.
"Nay, jauhin Nathan. Gue gak mau lo bermasalah sama cowok itu." Bagas memperingati ku, yang justru tak begitu aku pedulikan. Hanya Tuhan yang tau apa yang akan terjadi padaku di hari-hari berikutnya. Maka dari itu tak ada salahnya mencoba memberi pelajaran pada seorang Nathan, agar pria itu tak dengan mudahnya melecehkan hati seorang wanita dengan bibir tipisnya itu. Ya, tanpa ia sadar bibirnya itu telah melukai hatiku walau hanya beberapa menit saja. Tapi tetap saja hatiku sempat sakit karena bibir lamesnya itu.
"Kali ini aja biarin gue..!" Pintaku pada Bagas.
"Gak..!"
"Gue gak peduli. Mau lo ijinin atau enggak, gue bakal tetep jalanin rencana gue." Aku melenggang pergi dari hadapan Bagas dan Naumi. Aku ingin bersikap egois kali ini, lelah rasanya jika terus-terusan mengalah. Apalagi mengalah pada Bagas.
Langkah panjangku menyusuri koridor kelas sepuluh. Mencari pria yang tadi sempat membuatku malu karena dua kata dari bibir tajamnya itu. Masih terus mencari keberadaan manusia itu, hingga tanpa sadar jika kini aku sudah berada di lantai 3 sekolahku, dan itu menandakan jika aku menaiki 15 anak tangga lagi berarti aku sudah berada di rooftop.
Yap, netraku kini menangkap sosok yang tengah aku cari. Terduduk di kursi panjang, dengan earphone menyumpal telinganya. Kakiku membawaku mendekat, sampai tepat aku berada di belakangnya. Dengan langkah pelan aku mendekat, lalu aku duduk disampingnya.
"Ehem.." aku berdehem, karena entah dia tak menyadari keberadaan ku atau memang tak peduli denganku. Baru saja mulutku terbuka untuk mengucapkan sesuatu, Nathan langsung berdiri dan melangkah tanpa berkata satu patah kata apapun. Aku ikut berdiri dan mencoba menyetarakan langkahku agar sama dengan langkahnya yang lebar.
"Nathan, tunggu.. gue mau ngomong penting sama lo." tanganku meraih lengannya agar ia mau berhenti. Namun nyatanya ia masih tetap melanjutkan langkahnya tanpa peduli dengan tanganku yang menggendolinya sedari tadi.
"Nathan... Astaghfirullah tungguin ih."
"Jauh-jauh dari gue." Tanganku terhempas begitu saja, aku mengumpat dalam hati. Pria ini memang benar-benar gila.
"Gue gak bisa jauh dari lo."
"Oke, kalau gitu biar gue yang jauh-jauh dari lo."
"Gak bakal bisa, karena gue bakal selalu ada di samping lo."
Dia menggeram kesal, "Apa sih mau lo..?"
Aww ternyata dia malah menanyakan apa yang aku mau. Aku tertawa setan di dalam hati.
"Emm gue mau, lo biarin gue deket-deket sama lo."
"... Dan gue bakal buktiin kalau gue bisa buat lo jatuh cinta sama gue."
"Mustahil."
"Eits.. belum dicoba belum tau kan..? Lagian juga, gak ada yang nolak pesona seorang Nayara." Ucapku dengan tingkat kepedean tinggi. Dia hanya berdesis jengah.
"Jadi, kasih gue waktu sekitar 3 bulan. Dan gue yakin lo bakal jatuh cinta sama gue dalam waktu 3 bulan."
"Lo pikir PKL 3 bulan."
"Ya, terus berapa..? 3 bulan kelamaan..? Oke, gimana kalau 1 bulan..?"
"... Lebih 2 minggu." Tenanglah, aku pandai dalam hal negosiasi, jadi aku yakin kalau pria didepanku kini akan menerima apa yang aku ucapkan.
Alisnya terangkat sebelah, "Gak..!" Tanganku begitu gatal untuk memukul wajah tampannya itu.
"Itu berarti tandanya lo takut kalau nanti lo bakal cinta sama gue." Nafasku memburu, aku sedikit emosi. Pria ini sangat keras kepala, sungguh jika bukan karena tantangan konyol dan kepopuleran aku tak sudi melakukan hal gila ini.
"Gimana..? Masih mau nolak..?" Wajahku mungkin terlihat menjengkelkan saat ini, tapi aku tak peduli. Aku sangat kesal padanya, jika aku tak menahan amarah ku mungkin hidung mancung itu berubah pesek.
Dengan wajah datarnya ia berucap, "45 hari."
***