Ardjan memasuki sebuah ruangan terbuka yang terletak ditengah kantor. Ia melihat terdapat lima ruangan tertutup disekitar ruangan seluas 10 x 10 ini. Dua dikanan. Dua dikiri. Satu dibelakang. Semuanya nampak gelap dan sepi. Tidak ada pergerakan sama sekali.
Ardjan semakin waspada.
Ada beberapa sofa dan air mancur mini dipojok tengah ruangan. Kemudian sebuah kulkas besar disamping kanan ruangan. Dimeja kiri dekat TV terlihat beberapa kotak minuman dan bungkus rokok yang nampaknya ditinggal begitu saja. Coffee maker nampak masih menyala. Ruangan ini sepertinya tempat istirahat para penjaga gedung.
Ardjan mengangkat tangannya agar timnya waspada. Ia menggerakkan kedua jari dari matanya kearah Enver untuk memeriksa ruangan disebelah kanan dan Bogdan disebelah kiri. Sementara Ardjan akan memeriksa ruangan dipojok belakang itu.
Dukagjin yang dibuntuti Abi diminta diam ditempat. Mereka berada didepan pintu masuk bagian dalam. Badan Dukagjin yang bongsor lebih tepat untuk menggasak musuh daripada disuruh menyelinap. Lagipula Abi harus dijaga. Wanita itu tidak mau ditinggal diluar. Sementara itu Maleek sedang siaga berada diluar bersama Ducati-nya untuk evakuasi Alex.
Tim pun bergerak perlahan.
Enver mengendap menuju pintu ruangan disamping kanan ruangan itu. Sebuah pohon kaktus sedikit menghalangi pandangannya kedalam ruangan yang gelap gulita itu. Enver memperbaiki letak night vision-nya untuk mendapatkan penglihatan lebih jelas. Kemudian ia mendorong pintu yang agak terbuka itu. Pintu berbunyi pelan ketika terbuka. Enver menunggu. Ia siaga dengan pistol digenggamannya. Tidak ada respon. Tidak nampak pergerakan apapun.
Enver pun menyelinap masuk keruangan itu. Kosong. Ia memastikan sekali lagi dengan memperjelas night vision-nya. Namun alat itu tidak mendeteksi apapun. Enver pun keluar. Menuju ruangan satunya lagi.
Bogdan sudah selesai dengan pemeriksaan ruangan pertama disebelah kiri ruangan. Ia kemudian memasuki ruangan satunya lagi. Ia mendengar suara diruangan itu. Seperti kertas yang diinjak-injak. Namun suara itu kecil sekali. Bogdan mempertajam pendengarannya. Hening.
Bogdan memperbaiki letak night vision-nya. Tangan kanannya sudah siap dengan pistol FN sementara tangan kirinya memegang pisau komando. Ia mengatur letak AK-47 dipunggungnya. Lalu perlahan didorongnya pintu itu untuk terbuka. Ia menunggu sebentar. Masih hening. Bogdan dapat mendengar degub jantungnya sendiri.
MEOWWWWWW!!!!!
"Stupid pussy!" maki Bogdan yang sepertinya tidak begitu mengerti artinya.
Ia bersandar didinding karena masih terkaget. Didalam ruangan itu nampak kosong. Hanya kertas berantakan dan bertebaran. Namun Bogdan melihat sebuah kaca besar diujung ruangan. Nampaknya kaca pengintai ruangan disampingnya. Bogdan pun masuk. Bau anyir darah. Tapi Bogdan tidak perduli. Ia bergerak menuju kaca itu.
Sementara itu Ardjan bergerak ke ruangan belakang. Samar ia mendengar suara didalam ruangan itu. Dari awal ia memang yakin para penculik pasti berada diruangan belakang itu. Ia sudah menyiapkan segalanya termasuk senjata kesayangannya. Sebuah AK-47 kuno.
Namun kali ini nampaknya ia tidak bisa menggunakan senjatanya. Ia mendengar suara seorang wanita menangis. Ardjan menunggu. Ia beresiko kehilangan targetnya bila menyerbu masuk kedalam. Ia harus tahu terlebih dahulu posisi tepat targetnya.
"Three men. One in front of the door" tiba-tiba terdengar suara Bogdan berbisik di headset Ardjan. Bogdan kemudian menjelaskan bahwa dirinya berada didepan sebuah kaca yang dapat melihat langsung kearah ruangan belakang itu. "Three hostages in the center. Two guys. One woman" lanjut Bogdan.
"I have clear shot. Permision to shoot"
Ardjan memutar bola mata keatas. Anak itu memang terobsesi menjadi agen rahasia CIA. Batinnya sebal.
"On my command" jawab Ardjan pendek.
Ia menunggu Enver dan Dukagjin untuk bergabung. Kemudian Ardjan mengarahkan Dukagjin untuk berada bersama Enver disampingnya. Abi ditempatkan ditengah ruang. Bersembunyi dibalik sofa. All set. Detik-detik pun berjalan pelan. Mencekam.
"Go" perintah Ardjan.
Bogdan segera memuntahkan timah-timah panas untuk menghancurkan kaca ruangan. Ia memecah perhatian para penculik dengan menembaki langit-langit ruangan dengan brutal. Para penculik terlihat kaget dan menembak balik. Mereka bergerak random kesegala ruangan sambil terus menembaki ke ruang tempat Bogdan berada. Bogdan terus merunduk sambil mengarahkan tembakannya keatas.
Beberapa saat kemudian pintu didobrak Dukagjin dan Ardjan menyerbu masuk sambil menembakkan senjata. Enver menyusul dibelakang Ardjan sambil berguling ke dalam ruangan. Ia menghempaskan tubuh ke seorang wanita dan memerintahkan wanita itu untuk tiarap dilantai. Kemudian ia menarik kursi kedua orang pria disamping wanita itu. Mereka jatuh berdebam ke lantai.
Bogdan kemudian loncat dan masuk kedalam ruangan sambil memberondongkan peluru untuk menghabisi semua penculik yang tersisa. Bau mesiu tercium sangat menyengat.
Lalu hening.
"Guys...ummm..." terdengar suara Maleek di headset mereka.
"What's wrong?" kata Ardjan.
Maleek tidak sempat menjawab. Ia terhenyak tanpa dapat bergerak sedikitpun. Tiba-tiba terdengar pengeras suara menyala. Para hantu Albania itu pun langsung menambah kewaspadaannya.
"Listen up, people"
"We're about to raid four Albanian's gangster inside that building. They led by the fearless and respected ganglord in the Albanian's underworld"
Tiba-tiba lampu bangunan menyala terang. TV yang padam itu kemudian perlahan menayangkan sebuah gambar. Terlihat profil Ardjan sedang berpakaian militer.
"Remember him. Kill him. Throw him to the dogs"
Kemudian berturutan muncul gambar Enver, Bogdan, Ismael dan Dukagjin.
"They've come to destroy your city. They gonna take your food. Your girl. Your future"
"Your misson is simple. Enter the building and take em out!"
Ardjan segera membuat barikade. Ia memerintahkan Abi untuk masuk ke ruangan belakang. Kemudian Enver ke ruangan kanan dan Bogdan kembali ke ruangan sebelah kiri. Dukagjin diwajibkan menjaga para target evakuasi diruangan belakang.
Ardjan pun maju ke ruangan tengah itu. Ia mencopot night vision dan mengambil posisi berjongkok sambil mengarahkan senjatanya. Ia menunggu. Terdengar derap langkah orang yang berlari mendekati bangunan. Mereka melempar sesuatu kedalam bangunan.
DUARRRRRRRRRRRRR!!!!!!!!!
Ternyata granat.
Bunyinya sangat memekakkan telinga. Ruangan tengah langsung porak poranda. Seluruh kaca pecah dan langit-langit runtuh. Suasana sontak gelap gulita. Ardjan lalu menendang sofa yang dipergunakan untuk melindungi dirinya. Kemudian ia kembali mengarahkan senjatanya menunggu kedatangan orang-orang itu. Tapi mereka tetap belum masuk.
Tiba-tiba mereka melempar bola kedalam ruangan. Asap putih segera menyebar memenuhi isi ruangan. Lalu masuklah anjing-anjing doberman kedalam. Mereka menyebar keseluruh ruangan. Lidah mereka penuh liur dan gigi taringnya nampak ganas mencari mangsa.
"I love dogs" geram Ardjan sambil memukul dan menendang anjing yang menyerangnya bertubi-tubi. Berkali-kali ia menahan sakit digigit kawanan anjing itu namun berkali-kali juga ia menghempaskan mereka dengan pukulan dan tendangannya. Sayang kawanan mereka tidak berhenti berdatangan. Ardjan benar-benar kerepotan. Tidak lama kemudian menyerbulah kawanan orang itu kedalam. Mereka berjumlah setidaknya sepuluh orang. Mereka menembakkan senjatanya dengan membabi buta.
"Show time" gumam Ardjan.
Para hantu Albania itu lalu beraksi. Memanfaatkan kondisi gelap dan berasap mereka pun bergerak tanpa terlihat. Enver memberondongkan senjatanya dari ruang gelap itu secara seksama. Menembus kepala tiap orang yang terlihat. Enver kemudian membidik para preman yang masih berada diluar. Namun ia butuh ketinggian untuk bisa mendapatkan pandangan yang lebih baik.
Ia menyelinap keluar ruangan. Tapi seorang preman yang bersembunyi dibalik pilar itu menembakinya secara beruntun. Enver membalas sambil berguling lalu masuk kembali keruangan itu. Nafasnya menderu-deru.
Ia meringgis merasa nyeri dipahanya. Kemudian ia membidik pilar itu. Menunggu saat yang tepat. Beberapa detik kemudian terlihat kepala orang itu muncul sambil mengarahkan moncong senjatanya. Seketika Enver meletuskan senjatanya. Pria itu pun roboh seketika.
Sementara itu diruang depan terlihat Ardjan sedang menyelinap mendekati seorang preman yang mengendap-endap sambil mengarahkan senjatanya ke segala arah. Dengan sekali gerak Ardjan menusuk betis preman itu yang kemudian terjatuh. Ardjan pun menyekap sambil menyayat leher preman itu. Sedetik kemudian pisau itu dilemparkan ke mata pria yang datang dari depan.
Sadar beberapa temannya terbunuh satu demi satu membuat para preman Fifth Element itu kalap dan menembakkan senjatanya kesegala arah. Tiga orang lainnya nampak saling mendekatkan dirinya satu sama lain. Mereka terlihat menggigil. Mereka berbicara dengan bahasa Cina melalui headset mereka. Sepertinya hendak meminta bala bantuan dari rekan-rekannya yang masih diluar. Namun permintaannya seperti tidak mendapatkan tanggapan. Justru terdengar suara riuh diluar sana. Tampaknya ada pertempuran lain. Mereka pun saling bertatapan dan terlihat semakin panik.
Dengan tubuh menggigil mereka membentuk lingkaran dengan tubuh mereka sendiri sambil mengarahkan moncong senjata kesegala arah. Mereka nampak berputar ditengah ruangan. Mereka tidak sadar sesosok tubuh sedang mengendap dilantai mendekat ke arah mereka. Dengan gerakan kilat pria yang tiarap dilantai itu berdiri lalu menancapkan kaca ke dagu pria didepannya. Pria 21 tahun itu pun roboh. Teman disampingnya belum sempat sadar ketika lehernya dipatahkan dengan cepat. Sementara yang satu lagi terlihat linglung. Ia tidak sadar sampai ketika lehernya tiba-tiba tercekik dan didorong kearah dinding.
"How many outside?" geram Ardjan menempelkan kaca ke leher preman itu.
"Fif..fifty...argh!" jerit pria itu.
Lehernya ditancap kaca.
"I'm hit" desah Enver sambil meringis. Ardjan melihat ke arah ruangan disebelah kanan dan menemukan Enver sedang berbaring memegang kakinya yang berdarah. Ia menghampiri dan menyeret Enver masuk ke ruangan belakang. "Stay!" seru Ardjan kepada Enver. Ia pun kembali keluar diikuti Dukagjin.
Tiba-tiba terdengar deru mobil tancap gas. Belum sadar tentang yang terjadi tiba-tiba dinding depan bangunan jebol diterobos sebuah mobil pikap yang memiliki tanduk banteng dikap depannya. Sontak seluruh pintu depan jebol. Segerombolan orang keluar sambil memuntahkan peluru-pelurunya dari senjata otomatis mereka.
Ardjan terlempar kebelakang. Bahunya tertembus peluru muntah tersebut. Ia batuk darah. Mencoba untuk bangkit namun Dukagjin menahannya. Bogdan berlari mencoba mendekati Ardjan untuk menariknya masuk ke ruang belakang tapi kakinya malah tertembak.
Mereka terkepung.
Para preman Fifth Element itu nampak tertawa terbahak-bahak. Lalu keluarlah raksasa Tiongkok itu. The Great Wall. Berjalan pelan keluar dari mobil pikap itu menuju Dukagjin yang berdiri melindungi teman-temannya. Raksasa itu menggeretakkan tangannya. Lalu ia memukul Dukagjin sekeras mungkin.
Dukagjin menutup mata.