Dukagjin Dubrovka
Pagi itu Oli Qereti seperti biasa membuka jendela rumahnya. Udara segar segera memasuki rumahnya yang kecil itu. Ia menghela nafas sedalam mungkin. Bagi Oli tidak ada yang lebih indah selain rumah sendiri. Ia menatap anaknya yang badung masih tertidur lelap. Ardjan yang sudah remaja dan nampak memakai kaus Sid Vicious terlihat masih tergeletak dilantai.
Oli memang baru saja pulang dari tanah Inggris. Tempat pelariannya selama sepuluh tahun belakangan ini karena konflik Balkan yang tidak kunjung berakhir. Ia terpaksa pulang bersama Ardjan karena anak pertamanya, Orgest yang merupakan tentara Albania, membutuhkan kehadirannya. Ia mengalami luka tembak saat bertugas diperbatasan Albania-Kosovo.
Saat jendela itu terbuka, sama-samar Oli mendengar suara bayi merintih. Tentu Oli kaget. Kemudian ia membuka pintu depannya dan terkesiap ketika seorang wanita nampak sedang memeluk bayi.
Wanita itu nampak sudah meninggal. Terlihat darah segar mengalir dari tubuhnya yang besar. Sementara si bayi yang kemungkinan baru berumur enam bulan nampak berdarah dikepalanya. Disisinya terlihat secarik kertas berbahasa Rusia yang memohon pertolongan untuk menyelamatkan bayinya. Ditandatangani oleh wanita yang bernama Ani Dubrovka.
Oli segera membawa mereka masuk kedalam dan membersihkan si bayi. Ia ternyata mengalami cedera serius. Kepalanya berdarah hebat. Perlahan Oli membasuh luka dikepalanya dan membalutnya dengan perban. Sepertinya kena popor senjata. Bayi itu lalu ditidurkan dikamar Ardjan. Setelah siang menjelang, Ardjan pun menguburkan si ibu.
Mereka akhirnya membesarkan bayi itu. Tubuhnya yang sangat bongsor membuat Oli menamakannya sesuai dengan daerah pegunungan di utara Albania yang dekat dengan pegunungan Prokletije yang indah.
D U K A G J I N
Ternyata cedera dikepala Dukagjin kecil cukup parah. Ia menderita retardasi mental yang membuatnya menjadi anak pendiam.
Namun Dukagjin sangat patuh dan tekun dalam menjalani setiap hal. Ia bahkan lebih piawai dalam tehnik Krav Maga yang diajari Orgest kepada adik-adiknya. Ardjan yang pintar tetap tidak segesit Dukagjin yang badannya jauh lebih besar. Menurut Orgest, yang merupakan instruktur beladiri itu, kemampuan Dukagjin melebihi Ardjan dikarenakan bocah bongsor itu selalu mengulang dan mengulang setiap perintah dari gurunya.
Akhirnya seluruh gerakan anak itu dilakukan secara otomatis. Semuanya diluar kepala.
THE MOUNTAIN