Saat semua orang sedang mengobrol tiba-tiba Alex menjauh. Ia memang selalu seperti itu. Selalu menarik diri dari keramaian dan selalu menyendiri.
Mungkin itu yang membuatnya tidak setenar para pengacara lain yang sering tampil di media. Ia tidak tahu. Ia hanya merasa nyaman dengan dirinya sendiri dan orang-orang yang dikasihinya. Ia tidak begitu perduli dengan uang atau sensasi.
Alex pun menggandeng tangan istrinya menjauh dari keramaian. Ia sempat melihat seonggok gitar menganggur di lounge dekat ruang boarding pesawat. Istrinya hanya mengikuti keinginan suaminya yang selalu bertingkah seperti anak kecil.
Lalu terlihatlah gitar tua berwarna putih itu. Kemudian Alex mengambil gitar itu dan mulai memetik senarnya perlahan. Ia berdendang.
"If you're not the one then why does my hand fit yours this way? I never know what the future brings. But I know you are here with me now. We'll make it through and I hope you are the one I share my life with..."
Alex tersenyum lucu. Lagu itu dimainkannya saat ia melamar istrinya beberapa puluh tahun yang lalu. Saat itu Adam baru berumur tiga tahun dan sering keluar masuk rumah sakit karena kondisinya yang lemah. Kondisi kehidupan dan perekonomian Dian pun sedang morat-marit karena kehabisan uang. Ia meninggalkan karirnya untuk fokus terhadap Adam yang membutuhkan banyak biaya pengobatan serta terapi. DIa pun memutuskan untuk hijrah untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan.
Alex tidak pernah sedikit pun meninggalkan mereka. Alex bahkan menyewa apartemen dekat rumah mereka. Ia ingin selalu berada di sisi mereka. Namun Dian selalu menolak ketika Alex mengajak menikah.
Sampai suatu saat dimalam yang mendung itu. Alex menggenggam tangan Dian dengan erat. Mereka diam cukup lama. Lalu Alex menyanyikan lagu itu.
Kemudian hening.
Bulan nampak bersinar malu-malu dibalik awan. Udara dingin membuat mereka saling mendekatkan badannya. Adam sudah tidur lelap.
"Aku ga bisa merangkai kata romantis" ujar Alex sambil terus menggenggam tangan Dian. "Tapi aku akan temani kamu sampai kapan pun" tatapnya dengan sorot yakin kearah Dian. "Dan aku akan selalu memintamu untuk menikahiku" senyum Alex.
"Ga nyerah sampe kamu peot!" lanjutnya sambil meringgis kikuk. Dian tergelak. Lalu ia menatap mata Alex.
Namun sinar mata itu meredup. Alex masih merasa bersalah. Ia tahu ia tidak berhak berharap setelah sekian banyak kesalahan yang ia buat. Namun Dian mengangkat wajah Alex. Dian kembali menatap mata Alex mencari kejujuran. Mencari sebuah makna cinta. Kemudian Dian tersenyum. Ia mengangguk dan menatap mata Alex dengan tatapan lembut.
Tanpa drama.
Pernikahan mereka dilakukan secara sederhana. Hanya anggota keluarga yang diundang. Pernikahan bernuansa putih itu dilakukan disebuah gunung di kawasan Ciburial Bandung. Hanya sedikit orang yang tahu.
Kemudian saat orang sedang sibuk dengan makan siangnya, Alex menghampiri sebuah meja pengisi acara yang kosong. Ada gitar menganggur dikursi coklat itu. Alex pun mengambilnya dan perlahan memetik senarnya. Ia menatap mata istrinya dengan lembut. Kemudian ia menyanyi.
"Kau begitu sempurna. Dimataku kau begitu indah. Kau membuat diriku akan slalu memujamu. Disetiap langkahku. Ku kan slalu memikirkan dirimu. Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu. Janganlah kau tinggalkan diriku. Takkan mampu menghadapi semua. Hanya bersamamu ku akan bisa..."
#END#