Sekarang aku memulai dengan hidupku yang bisa dibilang baru. Pada saat itu aku sedang bekerja sebagai baby sister di daerah Jakarta Selatan. Aku bekerja satu rumah dengan mama karena kami mengasuh bayi kembar. Rencananya aku akan lebih dulu bekerja mengumpulkan uang untuk mengejar paket C.
Aku bekerja di sebuah rumah ruko dengan tiga lantai. Lantai pertama adalah toko dan gudang barang dagangan. Lantai dua ruangan untuk tinggal, ada ruang tamu, ruang keluarga, satu kamar utama, satu kamar untuk anak-anak, juga kamar mandi. Sedangkan lantai tiga, ada kamar pembantu, kamar mandi dan sebuah balkon untuk menjemur baju, di sana juga ada kolam ikan yang desainnya lumayan bagus, ada ikan, ada bebatuan, air terjun mini, aku sering menghabiskan waktu disana kalau pekerjaan usai.
Yang bekerja disini juga banyak, ada dua baby sister, satu mbak, dan beberapa karyawan laki-laki yang bekerja sebagai karyawan toko. Majikanku yang perempuan membuka toko sembako, grosir, sedangkan suaminya menjual grosir Bir.
Sebenarnya antara betah dan tidak bekerja disini, kalian tau? Baik majikan cewe atau suaminya sangat galak dan keras. Mereka suka memaki kami para pekerja meskipun melakukan kesalahan sedikit, atau menanggung kesalahan majikan, kadang dia yang lupa kami yang disalahkan dan dimaki. Bahkan, diapun tidak segan memaki dengan kata-kata kasar dan tidak pantas.
"Ma, kalau uang sudah terkumpul, aku mau kejar paket C ya" ucapku pada mama ketika kami sedang menjaga para bayi yang sedang tidur.
"Kejar paket? Apa kamu ga mau kursus saja?" ucap mama memberi solusi lain.
"Kursus? Kursus apa ma?"
"Kursus menjahit. Bukannya itu impianmu?" mama menatapku seksama.
Dari sejak aku kecil aku memang suka menggambar baju, bahkan waktu SMP pun, aku memiliki satu buku khusus gambar baju desainku sendiri.
"Apa boleh aku kursus ma?" tanyaku, sebenarnya aku juga sangat menginginkannya. Tapi aku takut untuk bicara.
"Tentu saja boleh, siapa yang akan melarangmu. Justru mama sangat mendukung" ucapnya penuh kasih. "Mama dapat informasi, teman mama ada yang mengajar kursus di kota B, disana dia membuka butik juga kursus menjahit. Kau mau kursus di sana?"
"Mau mah" jawabku senang.
"Baiklah, mama akan menghubhnginya dan tanya-tanya apa saja syarat yang diperlukan" ucap mama. Senang rasanya, aku dapat kursus sesuai keinginanku.
Malam harinya, aku naik ke atas untuk istirahat. Mama tidur dikamar bayi tapi aku lebih suka tidur di atas bersama mbak Tari. Mama baru akan memanggilku jika ia memerlukan bantuan. Seperti biasa, sebelum aku masuk kamar untuk istirahat, aku cuci kaki terlebih dahulu.
Pintu kamar mandi sengaja aku buka, saat aku sedang mengguyur kakiku aku melihat seseorang melintas didepan kamar mandi. Sekilas tidak terlihat wajahnya, tapi terlihat ia memiliki rambut yang panjang dan melintas menuju arah tangga.
"Mbak Tari? " sapaku. Tapi tidak ada jawaban. Segera aku langsung mengejarnya ingin memastikan, aneh aja, dia melintas segitu cepat tapi tidak ada suara kaki sedikitpun. Namun, sampai aku melongok ke bawah tangga sekalipun, disana tidak ada siapa-siapa.
Ya sudahlah, mungkin mbak Tari mau ke dapur ambil minum, pikirku. Tapi pada saat aku masuk ke kamar, mbak Tari sedang tertidur pulas.
"T... Trus, yang tadi lewat... Siapa?" gumamku. Entahlah, mungkin aku salah lihat. Pelan-pelan aku bersiap berbaring di samping mbak Tari, berusaha terpejam karena besok harus bangun pagi.
*****
"Mah, semalam ada kejadian aneh" aku ingin menceritakan kejadian semalam.
"Aneh?" mama merenyitkan alisnya lalu menatapku seksama. "Jangan bilang kamu mulai melihat yang tidak-tidak! " ucap mama, sepertinya dia sudah bisa menduganya.
"Ya gimana ma, bukan keinginanku seperti ini" ucapku tertunduk.
Mama terdiam menghela nafas, "Yang sabar ya, semoga kamu kuat, dan selalu kuat" ucap mama menenangkanku.
Selang beberapa minggu kemudian, aku berusaha cuek dengan aktifitas "lain" di rumah itu. Bayangan misterius yang suka lewat di jendela kamar atas, bau parfum aneh seperti bunga kamboja, memang sering terjadi, tidak masalah, yang penting tidak nampak jelas aku masih bisa tahan.
Suatu malam, bintang diatas langit terlihat sangat jelas. Aku keluar ke balkon untuk menatapnya, pemandangan lampu kota, juga kelipan bintang yang membuatku merasa tenang. Lelah seakan hilang dengan suasana seperti ini, ditambah lagi, suara air terjun buatan yang membuat suasana semakin rileks.
Aku berdiri menatap pemandangan malam, mengelak nafas panjang supaya rilex... Tapi... Jebreett... Detik itu juga semua berubah gelap.
"Hah? Mati lampu?" ucapku. Aku melihat ke bawah semua berubah gelap.
"Mba, mati lampu ya?" tanyaku agak berteriak pada mbak Tari yang ada di kamar.
"Iya, jangan khawatir paling juga sebentar. Sudah biasa seperti ini" jawabnya.
Baiklah, mbak Tari sudah bekerja disini lebih lama jadi dia lebih paham. Aku berbalik merubah posisi memandang ke kolam, sambil menunggu lampu kembali menyala, aku memainkan ponselku.
Suasana jadi senyap, aku menatap ke arah kolam. Seram juga kalau gelap seperti ini. Bulu kuduk lengan dan tengkuk tiba-tiba berdiri. Di sekian menit kenapa lampu juga belum nyala? Aku masih mencoba tenang meskipun perasaanku mulai tidak nyaman.
"Nimas, aku kebawah dulu ya mau ambil lilin" ucap mbak Tari dari balik pintu.
"Iya mbak, jangan lama-lama ya" jawabku.
Sekarang aku sendirian diatas, menyetel mp3 dari ponsel mungkin akan membuatku tenang. Lagu favorite jadi pilihanku saat itu, usai lagu itu terputar aku kembali menatap ke arah kolam.
"Apa itu?" gumamku. Aneh saja, Tiba-tiba di tembok yang biasa air terjun mengalir ada seperti asap putih tipis. Aku mengamatinya, yang tadinya seperti asap kini terlihat seperti kain putih. Dalam uasana gelap kain itu terlihat jelas, aku menyorotkan lampu senter yang ada di ponsel ke arah kain tersebut.
"I... Itu, rambut?"
Aku penasaran, melangkah perlahan menuju sosok yang sedang mengambang di atas kolam. Semakin dekat aku semakin melihatnya jelas, namun tubuhnya begitu transparan karena cahaya senterku menembus badannya. Sosok itu memakai kain putih, dengan rambut yang panjang terurai, posisinya mengambang sekitar dua atau tiga jengkal dari air kolam.
Rambutnya panjang, kakinya tidak terlihat, tangan dan wajahnya juga tidak terlihat karena tertutup rambutnya yang panjang. "Kau yang suka lewat kan!" ucapku memberanikan diri.
"Ki... Kita sama-sama tinggal di sini, ja... Jadi bisa kan, kalau kau tidak terlalu menampakkan diri! Ganggu tau gak!" ucapku pada sosok itu. Dia hanya diam, bergerak ke kanan dan kiri dengan gerakan yang sangat pelan membuatku semakin merinding.
Aku semakin mendekati sosok itu, meski tangan yang memegang senter sudah gemetar tapi aku tidak akan mundur. Namun, semakin aku dekat, sosok itu semakin terlihat tipis. Aku mengambil bebatuan yang ada di sekitar kolam lalu melempar batu itu ke arah si wanita bergaun putih itu.
Jreeennggg.... Lampu menyala, semua berubah terang. Sosok itu hilang, air terjun mengalir kembali seperti semula.
"Nimas? Kamu... Bicara sama siapa tadi?" tanya mbak Tari menatapku heran.
"Eum... Gak mbak. Aku... Aku bicara sama ikan. Haha iya sama ikan" jawabku mengalihkan perhatian.
"Dasar kau ini, sudah yuk. Istirahat" ujarnya lagi.
"Iya mbak, aku nyusul"
Mbak Tari menggelengkan kepalanya sambil berlalu, aku kembali melihat ke arah dimana sosok tadi tapi sungguh tidak ada apa-apa disana.