Selamat membaca
°•°•°
"Iya... aku udah bilang sama Sean kalo kita pasti untung banget, Lin. Apalagi, aku bisa sama dia terus berjam-jam."
"Tapi Sean juga enggak bisa karena dia kerja sama temennya kan, De?" Aku mengangguk lesu. "Pasti dia enggak enak, De... kamu juga harus paham."
"Iya, Alin... paham sih paham, tapi kalo gini terus? kita nggak bisa ngobrol intens dong. Kayak sekarang, udah hampir seminggu Sean nggak ngasih kabar, WA juga nggak pernah. Aku kangen, aku pengen ngobrol sama dia. Aku juga khawatir sama keadaannya, Lin..." suaraku, yang kurasa mulai tak enak didengar. Rasanya aku ingin meluapkan kesedihanku di depan sahabatku ini. "Kenapa masalah selalu ada."
"Udah, De... jangan gini, Dea! aku tau kamu kangen banget sama tunangan kamu, De. Tapi kamu juga harus ngerti, dia kerja. Kamu sama Sean juga udah dewasa, coba tenangin diri kamu, De!"
Bersama air mata yang menurun, aku memeluk Alin seerat-eratnya. "Seenggaknya kita bisa saling ngabarin... bukan kayak gini."