Selamat membaca :)
°•°•°
"Dea," panggil sang papa karena ia tahu ada yang salah dengan putri bungsunya. Lelaki yang hari ini harus pulang ke Jakarta tersebut, sarapan dengan tak tenang. Kini dia melirik Sean sebentar sebelum kembali menatap sang anak.
"Iya, Pa. Kenapa?"
"Papa yang mau tanya. Kenapa mata Dea sembab? Semalem kamu nangis?"
"Engh..." Antara ragu menjawab dan berpikir: lebih baik jujur atau berbohong. "Em, nggak...."
"Betul, Pa. Dea semalem nangis," potong Sean karena tak mau ada kebohongan. Dia lebih baik jujur, karena bagaimanapun juga masalah ini timbul karena Debora yang memulai. "Maaf Pa, ini karena Mami...."
Penjelasan Sean disela Dea. "Bukan sepenuhnya salah Mami, Sean." Kepalanya menggeleng, Dea tak suka kalau Sean menyalahkan ibunya sendiri.
"Aku tahu kalau ini bukan salah Mami, Sayang. Tapi Mami yang mulai."
"Sudah-sudah. Papa sedikit paham. Lebih baik kita makan dulu," putus Anton yang diangguki anak dan menantunya.