Selamat membaca :)
°•°•°
Bibir Dea terbungkam oleh penuturan Debora yang mengusik ketentraman hatinya. Bahkan saat di lampu merah seperti sekarang, elusan halus di punggung tangannya yang melekat di perut Sean, seperti tak terasa. Sama sekali tidak berpengaruh.
"Sayang... mau jalan-jalan?"
"Terserah."
"Semuanya baik-baik aja, Sayang."
"Itu keinginan aku sama kamu. Tapi kita nggak pernah tau kenyataan di depan kayak apa. Itu masih harapan kita, Sean." Akhirnya Dea bisa meloloskan apa yang sedari tadi mengganjal di lubuk hati.
Dia tahu, suaminya itu bermaksud menenangkan. Berusaha mengirim peluk lewat perkataan. "Kalau kamu yakin sama diri kamu sendiri bahwa semua akan membaik, kenyataannya pasti akan baik. Jangan lupa, kita enggak pernah sendiri, Sayang."
Perkataan suami tampan itu, mampu menyentil hati Dea. Perempuan berambut panjang tersebut mengeratkan pelukannya di perut sang suami. Sedikit menengadah, Dea memandang langit hitam Yogyakarta.