Selamat membaca
°•°•°
Sinar matahari menilik dari balik tirai jendela yang berterbangan karena tersenggol angin. Aku pun keluar dari kamar. Berdiri di balkon sampai bermenit-menit hanya untuk memikirkan keresahan. Bahkan jam juga sudah menunjukkan pukul tujuh lebih sepuluh.
"Sean setuju apa nggak, ya? gimana kalo nggak setuju? tapi ini kan, demi Kak Tina juga. Bukan semata-mata kemauanku. Tapi... mepet juga sama hari pernikahan."
Aku memang belum memberi tahu Sean perihal jadwal dari Kak Tina kemarin. Alasannya, aku takut dia marah. Lantaran pemotretannya dilakukan di hari Jumat, dua hari sebelum hari pernikahanku. Gimana aku tidak resah? huh.
"Aduuuh... gimana kalo Sean bener-bener nggak setuju?!"
Kubuang napas berat dengan berjalan menghampiri kursi. Duduk sambil menatap awan yang bergerak-gerak perlahan.
"Hiiih...! gimana kalo Sean marah?" Lidahku berdecak. "Semoga aja dikasih ijin, amin." Frustrasi, bingung, gelisah, takut, dan merasa bersalah.