Selamat membaca
°•°•°
Suasana tegang seakan membanjiri wilayah yang cukup luas ini. Bukan cuma Elisa dan ibunya, raut wajah papaku juga terlihat jelas tengah menahan sesuatu. Aku memperhatikan mereka satu-satu dengan didampingi Sean yang selalu melingkarkan satu tangannya di perutku, seperti... tak ingin membiarkanku sakit hati sendirian. Ini bener, aku bersyukur punya kamu, Sean....
"Ini jadi ngelurusin permasalahan keluarga atau mau lomba ngebisu?" tanya Diya yang terdengar santai namun membuat sebagian besar orang di sini tersentak bukan main, termasuk aku. Jangan heran kenapa Diya bisa tiba-tiba datang, karena kembaranku itu sudah mengabari saat aku dan Sean tengah melintasi jalan tol begitu berangkat tadi. Alasannya menyusul, juga karena Nino sudah bebas kerjaan. Dan baru lima menit yang lalu saudara kembarku itu sampai. Persisnya setelah jumlah tamu yang datang kian berkurang dan acara ini sedikit rampung.