Chereads / Le P.A.C.S (Pacte Civil De Solidarité) / Chapter 8 - Le Pacs - Bab 7

Chapter 8 - Le Pacs - Bab 7

Suzy berjalan menuju meja resepsionis menggunakan kemeja berlengan panjang dengan motif garis berwarna pink pastel yang di padukan dengan rok pendek dengan warna baby pink berbahan satin bridal yang mengkilap, ia menggunakan sandal high hells serta sling bag berwarna senada dengan bajunya. Walaupun terkesan simple tapi Suzy bisa menebak jika semua yang ia pakai dari atas sampai bawah jika di total harganya sangatlah mahal, atau bahkan mungkin dalaman yang ia gunakan pun juga mahal, kalau saja bukan karena baju itu Myungsoo belikan, Suzy tidak akan memakai pakaian berharga fantastis seperti ini.

Wajah kedua wanita resepsionis itu menatap Suzy dengan ekspresi seolah mereka sudah mengenal Suzy, ah lebih tepatnya ia tau Suzy datang kesini bersama siapa.

"Ada yang bisa saya bantu nona?" Tanya salah seorang wanita resepsionis dengan suara sopan dan juga ramah.

Suzy mengeluarkan amplop putih dari dalam tas miliknya lalu memberikannya kepada wanita itu.

"Saya dari kamar 1033, bisakah saya minta bantuan anda untuk memberikan amplop ini kepada pemilik kamar tersebut?" wanita itu sedikit terkejut, lalu kembali menyodorkan amplop itu kepada Suzy.

"Maaf nona, anda bisa memberikannya sendiri kepada tuan" Suzy tersenyum lalu kembali menyodorkannya kepada wanita itu.

"Saya tidak tau dia siapa, lagi pula saya tidak kenal dengannya jadi saya menitipkannya disini saja, anda bisa memberikannya saat pria itu datang ke sini lagi, terima kasih" Suzy membungkukkan sedikit tubuhnya lalu berlalu. Ia tak ingin berurusan dengan pria itu, pria iblis, psycopat mesum yang seperti rolercoaster, Suzy benar-benar tak bisa menebak lelaki itu baik atau tidak, tapi yang Suzy tau ia tidak boleh berurusan dengan pria itu lagi, ah tidak, lebih tepatnya iblis itu.

*******

Suzy sedikit berlari dengan senyum lebar di bibirnya, ia terus memegang sling bagnya dengan erat, senyumnya semakin lebar sampai rentetan giginya terlihat saat kedua bola matanya menangkap bayangan pria yang sudah sangat ia kenal dari kejauhan.

"Dokter Xiong" teriak Suzy nyaring membuat orang yang ia panggil langsung menoleh. Bibir pria itu ikut terangkat tapi seketika senyumnya hilang saat matanya melihat wajah pucat Suzy yang sudah berdiri tepat di depannya.

"Ada apa denganmu? Kenapa wajahmu pucat seperti ini?" Tanya Dylan sembari tangannya terangkat memegang wajah Suzy untuk memastikan apa yang sedang terjadi dengan gadis itu.

"Tidak terjadi apa-apa denganku oppa, aku sudah mendapatkan uangnya" kata Suzy mengalihkan pembicaraan dengan senyum lebar yang sengaja ia buat untuk menenangkan Dylan. Dylan pun ikut tersenyum tapi ia tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya akan gadis ini, dari mana ia bisa mendapatkan uang itu dengan cepat? Dan lagi... ada apa dengan wajah pucat gadis ini?

"Dari mana kau mendapatkan uang itu?" Tanya Dylan penuh selidik membuat Suzy gugup, lelaki itu tidak boleh tau apa yang telah Suzy lakukan demi mendapatkan uang itu, Suzy yakin saat lelaki itu tau, lelaki itu pasti akan menyalahkan dirinya sendiri alih-alih marah ataupun kecewa padanya.

Suzy sedikit mengeratkan syalnya yang ditinggalkan wanita kebersihan tadi untuknya menutupi bekas merah di lehernya, ia harus berterima kasih kepada wanita itu yang sangat baik padanya.

"Aku mendapatkan pinjaman dari teman lamaku Oppa, Oppa tidak perlu khawatir"

"Ada apa dengan lehermu? Kenapa kamu memakai syal di hari yang terik ini?" Tanya Dylan lagi, ia mencoba memegang syal Suzy tapi Suzy tempis dengan berpura-pura membenarkan letak syalnya.

"Ah... aku hanya__" belum juga Suzy menyelesaikan ucapannya namun tiba-tiba saja ia merasa pandangannya mengabur dan kepalanya sangat berat hingga tubuhnya sedikit terhuyung dan hampir saja terjatuh kalau saja Dylan tidak cepat menahan lengannya.

"Suzy, kamu sakit? Kamu tidak apa-apa" Dylan menangkap tubuh Suzy saat gadis itu tiba-tiba limbung. Dengan panik ia berlari dengan tubuh Suzy berada dalam gendongannya, selama perjalanan ia berteriak pada petugas medis terdekat darinya untuk segera membawakan brankar untuk Suzy.

****

Di depan salah satu ruangan dimana ada Suzy yang tengah terbaring lemah didalam sana, Dylan tengah berbicara dengan salah seorang dokter yang menangani Suzy, sebelum akhirnya ia masuk kedalam ruang rawat Suzy.

Di dalam ruangan tersebut Dylan menatap tubuh lemah Suzy yang sedang terbaring diatas ranjang, ia terus bertanya pada dirinya sendiri dengan apa yang telah terjadi pada gadis ini? Ia sudah mengenal Suzy sangat lama dan selama itu pula tak pernah sekalipun ia melihat Suzy jatuh sakit bahkan saat gadis itu kelelahan sekalipun tak pernah sekalipun ia melihat Suzy sampai jatuh pingsan seperti saat ini, jadi hal apa yang membuat gadis terkuat yang pernah ia kenal ini hingga jatuh pingsan?

Ia meraih surai gadis itu yang berantakan, sedikit membenarkannya agar terlihat sedikit rapi, sampai akhirnya memperlihatkan bercak merah di leher Suzy, karena rasa penasaran membuat tangannya terulur untuk menyentuh bercak merah tersebut. Ia bukanlah anak kecil yang tidak mengerti itu bekas apa, ia pria dewasa yang tanpa dijelaskan sekalipun ia sudah tau dari mana bercak merah itu timbul, membuatnya menggeretakkan giginya karena kesal pada dirinya sendiri, ia sudah gagal menjaga Suzy.

"Dengan siapa Suzy?" Dylan meremas rambutnya sendiri karena frustasi, ia mengenal Suzy sudah sangat lama dan dia tau gadis itu sangat polos namun walaupun begitu bukan berarti wanita itu bodoh hingga mau memberikan tubuhnya dengan alasan klise, karena ia sangat tau prinsip gadis itu.

Tubuh Dylan menegak saat kelopak mata Suzy bergerak dan memperlihatkan netra hazelnya, gadis itu sedikit mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan bias cahaya ruangan tersebut dengan retinanya.

"Kenapa aku ada si sini Oppa?" Tanyanya yang merujuk kepada Dylan yang tengah duduk disebelahnya menunggunya, sedangkan lelaki itu seketika tersenyum lega akhirnya Suzy sadarkan diri juga.

"Kamu tadi pingsan Suzy"

"Apa itu buruk?"

"Tenanglah, tidak ada yang perlu di khawatirkan, kamu hanya kelelahan, kamu hanya perlu menghabiskan infusmu baru setelahnya kamu bisa pulang ke rumah__sekarang minum dulu vitaminmu" Dylan membantu Suzy untuk duduk lalu memberikan beberapa butir vitamin dan juga air putih untuk gadis itu.

"Jangan lupa untuk menghabiskan vitaminmu ya__sekarang beristirahatlah"

"Oppa bagaimana keadaan ibu?" Dylan tersenyum lagi sembari membantu menidurkan tubuh Suzy keatas ranjangnya lalu membenarkan selimutnya hingga sebatas dada.

"Ibumu baik-baik saja Suzy, sekarang yang perlu kamu pedulikan adalah kondisi tubuhmu sendiri, cah... sekarang istirahatlah" Dylan membelai rambut Suzy pelan sampai gadis itu terlelap sebelum akhirnya ia meninggalkan kamar gadis itu.

****

Di malam yang tenang, mobil sport hitam melaju dengan lancar di jalanan kota Seoul, dimana didalamnya terdapat sosok seorang Kim Myungsoo yang tengah duduk berkonsentrasi mengendarai mobil kesayangannya itu.

25 menit yang lalu Mamanya menelfon memintanya untuk pulang ke rumah utama karena ada hal penting yang perlu Papanya bicarakan dengannya membuatnya kini tengah mengarungi jalanan kota menuju tempat dimana rumah utamanya berada.

Gerbang besar berwarna hitam itu otomatis terbuka, lebih tepatnya dibukakan oleh dua orang security saat mereka melihat mobil Myungsoo yang sudah berada dekat dengan gerbang. Ya Myungsoo memang anak tunggal dari salah satu pengusaha terkaya di Korea, maka tidak heran jika keamanan di rumah Myungsoo sangatlah ketat, dan karena hal ini pulalah ia memilih untuk tinggal sendiri dirumah dari hasil kerja kerasnya sendiri.

Mobil Myungsoo memasuki pekarangan rumahnya yang sangat luas, berputar-putar disana sampai akhirnya ia memarkirkan mobilnya tidak jauh dari pintu utama.

Sebelum keluar Myungsoo meraih ponselnya lalu memasukkannya kedalam sakunya sebelum akhirnya keluar. Dari tempatnya berada ia sudah bisa melihat barisan pelayan di depan pintu utama yang tengah menunggunya dengan seorang pria yang sudah sangat ia kenal dibagian ujungnya.

Myungsoo melewati barisan wanita tadi dengan santai dan otomatis setiap ia lewat mereka seketika menunduk memberikan hormat serta dengan serentak mengatakan 'selamat datang tuan muda'

Di ujung sana pria itu menyapa Myungsoo dengan sopan, ia memberi tahu jika tuan besar atau lebih tepatnya ayah Myungsoo sudah menunggunya di ruang baca yang Myungsoo jawab dengan anggukan.

"Mama dimana?" Tanya Myungsoo ke pria tadi yang tidak lain adalah Young Kwang. Ia adalah kakak sepupu sekaligus kepala pengawal kepercayaan papa Myungsoo, ia juga turut membantu menghandle masalah perusahaan keluarga Myungsoo.

"Nyonya berada di dapur katanya ia ingin menyiapkan makanan kesukaan tuan muda"

"Baiklah" Myungsoo mengangguk sebelum akhirnya berjalan ke arah dapur "ah iya____" Namun ia menghentikan langkahnya tiba-tiba lalu berujar.

"Aku sudah sering bilang pada Hyung jangan pernah memanggilku Tuan muda lagi, dan lagi berhenti memanggil Mama dengan sebutan Nyonya, bukankah Mama sudah sering memintamu untuk memanggilnya Mama? Mama akan marah jika tau Hyung memanggilnya dengan sebutan Nyonya lagi" Myungsoo meninggalkan sepupu yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri itu menuju ke mamanya, entah apa yang ada dalam kepala Young Kwang hingga ia masih bisa berekspresi datar dan juga tenang setelah mendengar ucapan Myungsoo, ia hanya membungkukkan tubuhnya sepeninggal Myungsoo lalu berlalu pergi dengan santainya seolah tak pernah terjadi apa-apa.

Young Kwang adalah kakak sepupu Myungsoo, kedua orang tuanya meninggal pada tragedi kecelakaan 25 tahun yang lalu, membuat Young Kwang menjadi yatim piatu di usia 10 tahun, dan setelah itu keluarga Myungsoo mengasuh Young Kwang layaknya anak sendiri, keluarganya yang memfasilitasi semua kebutuhan, kesehatan serta pendidikan Young Kwang. Dari kecil ia sudah diajarkan ilmu bela diri yang sampai akhirnya kini ia bisa menjadi kepala pengawal keluarga Myungsoo.

Di lain tempat, mama Myungsoo memeluk anaknya dengan erat setelah menghentikan aktifitasnya yang tengah membuat gimbab kesukaan Myungsoo.

"Astaga anak nakal ini, kemana saja kau ini hah? Kenapa baru pulang sekarang? Apa kau lupa kau masih memiliki orang tua di sini" mama Myungsoo memukul lengan Myungsoo lumayan keras membuat Myungsoo meringis kesakitan.

"Aku pulang ke rumahku ma, sekarang kan aku sudah pulang ke rumah utama juga"

"satu minggu kau kembali dari LA dan baru hari ini kau pulang? itupun mama yakin kau tidak akan pulanh kalau mama tidak menyuruhmu untuk pulang, sebenarnya kau ini anak siapa sih?" Mama Myungsoo mendesis sebal melihat tingkah anaknya yang tidak pernah berubah. Sejak SMA ia memang sudah jarang pulang ke rumah, dan sampai besarpun masih sama. 10 tahun ia menempuh pendidikan di LA dan akhirnya seminggu lalu ia kembali ke Korea, namun bukannya pulang ke rumah ia malah tidak menampakkan batang hidungnya sedikitpun ke keluarganya.

Myungsoo hanya tersenyum manis mendengar celotehan mamanya membuat sang mama membuang nafas panjang tanda menyerah. Ia tidak akan pernah bisa menang melawan pria di depannya ini, semenyebalkannya pria itu tetap saja ia satu-satunya putra kesayangannya.

"Cepatlah naik, papamu sudah menunggu di ruangannya, kalau sudah selesai cepatlah turun dan jangan lupa ajak papamu juga, mama sudah membuatkan gimbab kesukaanmu" Myungsoo mengangguk lalu ia pergi meninggalkan mamanya menuju ke lantai dua di mana ruangan ayahnya berada.