Chereads / Pasti Ada Cinta Untukmu / Chapter 21 - PACU #22 Berhasil Meraih Simpati

Chapter 21 - PACU #22 Berhasil Meraih Simpati

Kami melanjutkan obrolan sampai tidak terasa sore menjelang. Seperti yang Arion janjikan pada Ferdy jika ia yang akan mengantarku pulang, maka saat aku pamit ia bersikeras mengantarku dan aku pun tidak bisa mencegahnya.

Banyak banget yang kami obrolin tadi. Aku baru tahu, jika Arion dan Ferdy sempat terpisah ketika orang tua mereka bercerai. Arion ikut papanya sementara Ferdy ikut mamanya. Mereka masih SD kala itu. Aku jadi paham jika keduanya tidak tertalu dekat karena hidup terpisah. SMA baru Arion tinggal bersama mamanya. Saat kuliah, ia terpisah lagi dengan Ferdy karena Arion kuliah di Jerman. Opanya menginginkan ia menjadi penggantinya mengurusi perusahaan keluarga. Papanya sudah menikah kembali dan mereka punya adik perempuan. Mamanya juga sudah menikah lagi dan hidup bahagia dengan suaminya walaupun mereka tidak dikaruniai anak. Aku agak terkejut juga Arion bersedia membagi kehidupan keluarganya. Dari cerita ini, aku jadi tahu secara perlahan kehidupan Arion dan Ferdy. Hidup dengan keluarga terpisah seperti itu tentu saja tidak mengenakkan. Tetapi aku salut, mereka bisa mencapai tahap ini tentu butuh perjuangan yang panjang dan mereka bisa melaluinya. Orang-orang yang bisa keluar dan membuktikan pencapain seperti ini menurutku sangat keren. Beruntungnya lagi, mereka dari keluarga yang berkecukupan jadi dari segi materi mereka tidak akan berkekurangan. Yang masih tersisa dalam pikiranku adalah kesalahan apa yang diperbuat Arion sehingga Ferdy sangat mengkhawatirkan diriku kala bersamanya.

Arion mengantarku sampai tiba di depan rumah. Aku berbasa-basi mengajaknya mampir, walau sebenarnya yang kuiinginkan dia cepat pergi. Aku merasa tidak pantas saja mengajaknya mampir ke rumah yang sangat jauh dari orang sekelas Arion. Namun basa-basiku disambut Arion dengan turun dari mobil dan bersamaku masuk ke dalam rumah. Aku jadi was-was. Walaupun keluargaku tidak juga terlalu sederhana, tetapi dibandingkan dengan Arion, sangat jauh. Aku khawatir ia tidak bisa beradaptasi. Dugaanku meleset. Dengan santainya ia masuk dan menyapa Papa yang sedang duduk di teras membaca buku. Aku sampai memperhatikan caranya berinteraksi dengan Papa. Dari yang aku lihat, dia berbicara dengan Papa wajar-wajar saja, tidak ada rasa canggung bahkan sopan. Aku masuk dan membiarkannya duduk mengobrol dengan Papa. Di dalam Mama menyambutku dengan pertanyaan.

"Baru pulang? Tadi Mama dengar ada teman kamu. Mana dia?"

"Lagi di depan ngobrol sama Papa." Aku terus ke dapur hendak membuat minuman setelah menyimpan printilanku di kamar.

"Dia siapa? Teman kuliah kamu?" tanya Mama lagi. Sepertinya Mama sedang dalam mode kepo. Tidak biasanya ia bertanya sedetil ini.

"Kakaknya Ferdy, Ma."

"Ketemu di mana? Apa kalian sudah kenal sebelumnya?"

"Dia tertarik sama desain yang Sandri buat untuk Ferdy, jadi pengen juga dibuatin yang seperti itu Ma," jelasku ke Mama. Mama mengganguk mendengar penjelasanku tetapi raut wajahnya menyiratkan sesuatu, entah apa.

Minuman yang kubuat sudah selesai dan aku membawa ke depan. Mama juga tidak bertanya lagi dan kembali serius dengan tontonannya. Mungkin ada berita yang lebih penting yang diberitakan di televisi jadi perhatiannya teralihkan. Aku kadang waspada jika Mama bertanya lebih jauh mengenai hubunganku dengan Ferdy dan Arion.

"Silakan Mas, diminum. Maaf ala kadarnya aja," kataku setelah meletakkan minuman di meja.

"Arion teman ngobrol yang asik juga nih Sandri." Itu suara Papa. Tumben banget Papa betah mengobrol dengan orang yang baru dikenalnya. Aku dan Kak Dani memang sudah jarang menemaninya mengobrol karena sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Kak Dani apalagi, ia bekerja lebih keras agar bisa mengejar cita-citanya melanjutkan S2 di luar. Dan sepertinya itu tidak lama lagi. Saat ini Kak Dani sedang sibuk mengurus dokumennya. Sedang aku, jika sedang mengerjakan desain lebih banyak menghabiskan waktu di kamar.

"Makasih Om. Saya juga senang mengobrol dengan Om," ucap Arion. Entah itu hanya lip service saja atau memang dia senang mengobrol dengan Papa. Yang pasti sore itu kami bertiga mengobrol di teras hingga menjelang malam. Mama kemudian ikut bergabung dan akhirnya mengajak Arion makan malam di rumah. Aku sampai bertanya-tanya, ada apa dengan kedua orang tuaku ini yang sangat berbeda dengan kehadiran Arion. Arion juga dengan senang hati menerima ajakan orang tuaku. Aku harap-harap cemas akan sikapnya ketika melihat hidangan sangat sederhana untuk makan malam kami. Sekali lagi, Arion dengan santainya menyantap makanan dengan lahap. Bahkan setelah Papa memintanya untuk tambah, dengan senang hati ia menurutinya tanpa rasa sungkan sama sekali. Mataku membulat tak percaya. Orang yang biasa makan masakan Chef, sekarang makan masakan rumahan yang dimasak oleh Mama. Semoga setelah ia kembali nanti, perutnya tidak bermasalah.

"Kenal Sandri sudah lama ya Nak Arion?" Mulailah Mama dengan pertanyaan menguliknya. Aku melirik Arion, wajahnya nampak biasa saja.

"Baru kok Tante. Saya tahu Sandri dari adik saya, Ferdy," jelas Arion menjawab pertanyaan Mama.

"Oh, gitu. Tapi suka nggak dengan desainnya?" Mama seakan ingin menguji sampai di mana nyali seorang Arion.

"Suka banget Tante. Ada ciri khasnya yang membuat saya memutuskan untuk meminta Sandri mendesain tempat saya. Kombinasi unsur tradisional pada desainnya menurut saya sangat bagus. Itu yang membuat saya tertarik Tante." Ucapan Arion disambut dengan senyum Mama. Aku sengaja sibuk dengan makananku sembari berpikir tujuan Ario yang sebenarnya. Semoga saja itu hanya pikiranku yang sangat mudah mencurigai seseorang yang bersikap kelewat manis berkata-kata. Hanya saja cara Arion dalam berbicara itu terlihat biasa tanpa unsur menyanjung. Pikiranku mengembara ke mana-mana.

"Jadi Nak Arion ini masih sendiri?" Pertanyaan yang sangat sensitif itu diucapkan Papa. Aku sampai tersedak dan buru-buru menyambar minumanku. Aku tidak berani melihat ekspresi Arion.

"Masih Om." Papa lalu tersenyum penuh arti mendengar jawaban Arion. Astaga, kenapa pertanyaan ini harus terlontar ya? Semoga Arion tidak mengartikan lain. Aku jadi malu.

"Keasikan bekerja sih ya." Mama ikut menimpali. Duh, semakin lama saja pembahasan ini. Rasanya ingin bersembunyi.

"Ayo, Nak Arion, tambah lagi makannya." Mama sampai menambah lauk di piring.

"Aduh, cukup Tante. Kalau makan di sini terus bakalan naik badan saya." Jawaban Arion membuat Papa dan Mama tertawa. Aku hanya tersenyum saja. Jika melihat sikap Arion saat ini, aku jadi teringat kejadian saat Ferdy datang ke apartemen Arion. Apa yang Ferdy khawatirkan pada kakaknya ini? Semua perangai Arion terlihat teramat sangat wajar. Apalagi ia bisa dengan mudah mengobrol dengan Papa dan Mama. Saya berusaha mencari sesuatu yang aneh padanya, tetapi belum ketemu.

"Kapan-kapan main ke sini lagi ya Nak Arion, kita ngobrol-ngobrol. Dani dan Sandri selalu sibuk dan sudah jarang mengobrol dengan kami." Waduh, ini secara tidak langsung Papa mengundang Arion berkunjung lagi ke rumah. Kalau kami saja sibuk, bagaimana dengan Arion ya? Kelasnya jauh di bawah aku dan Kak Dani. Ia punya bisnis yang beragam, tentunya akan sangat sibuk.

"Baik Om. Jika ada waktu luang, saya pastikan mampir." Sepertinya pesona Arion pun sudah membuat orang tuaku terperangkap. Apakah aku akan menyusul? Aku jadi ragu. Tidak, aku tidak boleh ikutan terperangkap dalam pesonanya. Baru kenal beberapa hari, apa iya dengan semudah itu aku jatuh dalam pesonanya? Arion punya magnet yang seketika akan membuat wanita jatuh hati, bahkan dalam sekali lirik. Juga pastinya wanita-wanita itu akan memohon untuk menjadi kekasihnya. Apa yang kurang padanya? Jujur, tidak ada. Ia memenuhi semua kriteria pria yang diinginkan setiap wanita.

Setelah berpamitan, aku mengantar Arion hingga ke mobilnya. Aku mengucapkan terima kasih atas waktunya yang disita banyak oleh orang tuaku. Ia juga balik mengucapkan terima kasih karena keluargaku berkenan menerimanya.

"Saya pastikan akan mampir lagi lho Sandri. Keluarga kamu membuat saya merasa diterima dan beliau-beliau sangat hangat." Jika aku mengira orang tuaku saja yang senang dengan kehadiran Arion, ternyata ia pun demikian. Namun misteri antara Arion dan Ferdy membuatku terus berpikir. Ada apa dengan masa lalu mereka? Apakah dibalik kesempurnaannya tersembunyi perilaku yang tercela?

*****